"Dua rasa karamel, satu original," ucap Banzai kepada penjaga gerai makanan di dalam bioskop. Kedua temannya sedang menunggu di sofa terdekat. Penjaga gerai dengan cekatan menyiapkan pop corn dan memberikannya. "Terimakasih," ucap Banzai. Dia kembali ke Onggik dan Woni.
"Kita kemari tanpa bilang-bilang yang lain ya. Nanti mereka nyariin lagi," tutur Banzai disela mengunyah pop corn. Dia lebih suka original daripada berasa-rasa.
Onggik menjawab sambil terkekeh pelan. "Udah santai aja. Kan ada handphone."
"Oh iya ya." Dan Banzai pun menggaruk kepalanya. Betapa lupanya dia sekarang hidup di zaman apa. Sekarang adalah era dimana semuanya dipermudah dengan alat komunikasi canggih alias smartphone. Bukan hanya untuk telepon dan SMS, bahkan bisa untuk mencari lokasi dengan cukup akurat dan mengetahui kabar dari dunia dengan cepat (atau tersebarnya sebuah kabar vital dengan cepat juga). Lihatlah, banyak sekali orang yang berbondong-bondong membagikan ke-ekspresif-an mereka ke dunia maya demi agar dilihat orang banyak dan menjadi viral. Semakin aneh semakin viral, kadang. Atau bisa juga berhubungan dengan yang memang sedang menjadi viral. Contohnya nih, sekarang kan lagi heboh joged yang namanya backpacker kids, padahal sih jogednya biasa aja, tapi karena viral, jadilah orang-orang memperagakan joged itu dan menguploadnya ke dumay. Ada pula yang membuat video reaction atas joged itu, yang nonton juga tidak kalah banyak. Tanpa sadar Banzai menepok dahinya memikirkan hal ini. Benar-benar dunia yang mengherankan.
"Kenapa Bro?"
"Oh nggak apa-apa," cengir Banzai.
Ditengah mereka sibuk mengunyah sembari kadang-kadang saling lempar pop corn, tiba-tiba seorang satpam datang dengan gagahnya dan berdeham.
"Untung saja ada yang melapor, kalau tidak, saya tidak akan tahu bahwa ada murid sekolah disini."
Banzai, Onggik dan Woni terkesiap. Yang paling sadar sedang dalam bahaya adalah Banzai. Inilah yang dipikirkannya sejak tadi. Ternyata kejadian sungguhan. Apa sebaiknya tidak usah dipikirkan saja sekalian ya agar tidak kejadian?
"Dilarang memakai seragam ke dalam mall. Apa kamu tidak tahu anak muda?" Pertanyaan satpam tepat tertuju pada Banzai. Yang ditanya hanya menelan ludah dan menggeleng lemah. "Saya minta nomor telepon sekolahmu."
"Un...Untuk apa Pak?" tanya Banzai gugup. Onggik dan Woni hanya diam tanpa berbicara apapun.
"Ya untuk melaporkanmu ke BK sekolahmu lah! Biar kamu jera."
"Tapi, saya tidak hafal nomornya Pak," ucap Banzai jujur.
"Saya tau Pak." Woni mendekat ke satpam dan menyebutkan nomor telepon sekolah yang dia simpan di dalam handphone.
"Ini akan saya laporkan ke guru BK di sekolahmu. Dan sekarang kamu harus segera keluar dari mall sampai kamu berganti baju. Ayo saya antar sampai ke depan."
"Kami ikut juga Pak?" tanya Woni dengan wajah sebal.
"Terserah kalian."
"Yes!" desis Woni. Onggik menyenggol lengan Woni. "Kita ikut Banzai saja sampai ke depan. Masa dia keluar sendirian sih. Kan kita yang ajak dia kesini." Woni cemberut.
Mereka pun menuju pintu utama mall. "Ini yang terakhir kalinya. Jangan sampai ada lagi yang pakai seragam ke dalam mall. Jangan diulangi lagi ya," ucap satpam sembari menepuk pundak Banzai. "Iya Pak," cicit Banzai. Dia tadi malu sekali saat berjalan kesini bersama satpam. Orang-orang melihat ke arahnya dan memasang wajah curiga. Rasanya seperti dirinya seorang kriminal saja. Untung saja masih ada Onggik dan Woni. Tapi Woni terlihat jengkel sekali karena harus turun ke bawah dan mengantarnya seperti ini.
"Aku pulang duluan aja teman-teman." Lalu Banzai berbalik dan hendak menuruni tangga mall.
"Zai, maaf ya. Aku tidak bisa bantu apa-apa tadi," ucap Onggik. Banzai hanya mengangguk kecil dan tersenyum.
"Hati-hati..."
Beberapa saat setelah Banzai tidak terlihat lagi, Zimmy dan yang lainnya tiba.
"Gimana?"
"Sudah pulang si dia," ucap Woni sinis.
"Haha. Tau tidak, tadi aku yang melapor ke satpam. Biar tau rasa anak itu. Haha," kata Zimmy sambil tertawa. Yang lainnya pun ikut tertawa terbahak-bahak. Meramaikan suasana di teras mall seketika. Mereka berhenti tertawa karena pengunjung lain sudah mulai memandang heran kearah mereka.
"Ya. Dia sudah pulang," timpal Onggik. "Ayo kita lanjut main lagi."
"Ah, main lagi. Makan saja yuuuuk.... lapar nih!" sergah yang berbadan paling besar diantara mereka.
"Hei Topan! Isi pikiranmu cuma makaaan aja. Perut kok di gedein," celetuk Woni. Topan hanya melengos.
"Let's go. Kita makan!" seru Zimmy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?