Keadaan kantin semakin sepi. Hari sudah berada di antara siang dan sore. Jam setengah 4. Tinggal Geng Juara yang masih bertahan di kantin dengan banyak piring kotor di hadapan mereka. Tentunya piring terbanyak ada tepat di depan Topan. Dia barusan saja habis bersendawa kekenyangan.
Setelah mereka beristirahat sebentar setelah makan, Zimmy berdiri dengan penuh semangat. "Yuk!"
"Ah ya ya..."
"Kita pesta," ucap Zimmy dengan kedua alis terangkat menggoda.
"Aku... tidak ikut saja ya. Daripada dicari orang rumah. Ini sudah sore," cicit Banzai.
Woni mengerutkan alisnya, tidak suka dengan gagasan ini. "Kok gitu sih. Anggota Geng Juara harus ikut semua. Kalau tidak, kau enyahlah saja dari geng ini." Woni memang biasa bicara kasar. Jadi tidak ada yang heran ketika kalimat semacam ini keluar dari mulutnya.
"Ayolah... Zai. Ikut sajalah... tidak sampai malam kok." Onggik berusaha merayu Banzai. Dan benar, Banzai berhasil dirayu kembali. Seperti yang lalu-lalu.
Sekolah sudah sangat sepi. Mereka berdelapan berjalan beriringan menuju bagian belakang sekolah. Ternyata mereka berhenti di depan gudang. Banzai melihat ke sekitar dengan tidak bisa mengurangi kecurigaan yang tercetak jelas di wajahnya.
"Kamu takut kepada kami Zai?" tanya Onggik yang tepat berada di belakang Banzai. Kini kedua tangan Onggik sudah bertengger manis di bahu Banzai. Mudah sekali mengenali susana hati melalui ekspresi wajah bagi Onggik. Salah satu kelebihan dirinya yang berguna untuk geng ini.
"Ah. enggak," sanggah Banzai cepat. Seketika Banzai menepis kekhawatirannya. Hei! Ingat. Sekarang dia sedang bersama geng yang salah satu anggotanya bahkan kandidat calon Ketua OSIS terkuat. Seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Zimmy membuka pintu gudang perlahan. Meski di pintu bagian depan menempel sebuah plat dengan tulisan 'Gudang Sekolah', tapi di dalam sini tidak seperti gudang yang orang-orang sering bayangkan. Disini tidak pengap karena ber-AC. Barang-barang tidak terpakai juga ditata sangat rapi. Pencahayaannya juga jelas karena terdapat lampu putih yang terang disini. Namun hanya ada jendela kecil diatas pintu, sebagai ventilasi yang minimalis ala kadarnya.
"Jarang ada yang kesini. Jadi kita aman," jelas Zimmy. Dia pun melangkah santai menuju sebuah lemari. Di raknya yang terbuka dia mengambil tujuh buah kotak kecil. Baru ketika Zimmy berjalan kembali dan semakin dekat, Banzai dapat melihat jelas barang apa yang dibawa ketua geng itu.
"Rokok?" tanya Banzai setengah terkejut.
"Tenang aja Zai. Kita cuma sekali-kali aja begini. Kadang-kadang senang-senang nggak apa-apa kan. Masa hidup buat belajar terus?" ucap Onggik santai.
"Kalian semua mau merokok disini?" tanya Banzai lagi, masih belum percaya. Geng Juara yang terkenal berisi murid-murid teladan ternyata mereka pun senakal ini. Setahu Banzai, rokok kan dilarang untuk anak dibawah umur.
Mereka semua duduk melingkar di lantai. Lalu satu persatu mengambil batang rokok dari tempatnya. Zimmy mengeluarkan asbak dari dalam tasnya dan meletakkannya di tengah-tengah lingkaran yang mereka bentuk. Mereka pun bergantian menggunakan korek api ces milik Zimmy. Di sekolah ini ada peraturan tentang larangan membawa benda berbahaya, termasuk korek api. Jadinya, cukup satu saja yang membawa agar lebih aman.
"Kamu tidak mau coba Zai?" tanya Sam yang sekarang hendak menyulut api di rokoknya. Posenya yang santai menyiratkan bahwa dia sudah biasa melakukan ini.
Bangau menelan ludahnya keras. Mencium bau rokok yang dihasilkan teman-temannya sekarang saja dia tidak suka. Dia melirik ke arah Topan. Ternyata bocah gendut itu juga merokok. Ah, sepertinya apapun oke untuk dilahapnya. Topan menyadari bahwa dia sedang diperhatikan oleh Banzai.
"Kamu nggak merokok ya? Daripada kamu bengong, nih aku kasih jus ku aja," kata Topan sembari memberikan jus dalam gelas plastik yang masih tersegel penutupnya. Bocah ini benar-benar, rupanya makan-makan di kantin tadi belum cukup baginya. Tapi dia baik sekali mau membaginya dengan Banzai.
"Untukku?" tanya Banzai memastikan.
"Iya. Nih ambil." Topan menyodorkan jus yang berwarna jingga itu. Banzai meraihnya. "Terimakasih, Top."
Banzai meminum jus tersebut dengan senang. Sekarang dia sedang dalam tahap percaya kepada Geng Juara. Maniknya menatap Zimmy, Onggik, Si kembar Wino Woni, Topan, Sam dan Tama yang jarang berbicara satu persatu. Mereka semua sedang menikmati rokok di tangan masing-masing sambil bercengkerama seru membicarakan acara pidato tadi. Sesekali Banzai juga menimpali dan ikut tertawa bersama mereka. Dia bahkan juga ikut tertawa ketika mereka membicarakan Mala dengan nada-nada mengejek, dengan kata-kata kasar. Ini semua hanya agar dia tetap diterima di geng ini, meski faktanya dia kurang suka ketika mendengar Mala diolok-olok oleh mereka.
Banzai menelengkan kepalanya. Pandangannnya tiba-tiba kabur. Rasa kantuk yang teramat sangat menyerang. Ini tidak biasa.
"Kamu kenapa Zai?" tanya sebuah suara yang Banzai sendiri tidak dapat memastikan itu suara milik siapa. Tangan si pemilik suara memanjang seperti ingin meraih dirinya, tapi terlihat sangat jauh. Dan Banzai pun jatuh tertidur di lantai.
"Bagaimana teman-teman?"
"Ya. Kita akhiri kepura-puraan kita ini," ucap Zimmy dingin. Tatapannya tajam mengarah ke Banzai.
Aku tidak akan membiarkan bibit-bibit pesaing tumbuh berkembang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Dla nastolatkówSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?