Banzai mengetuk pintu kelas tiga kali sebagai tanda izin masuk. Sekarang pelajaran Bahasa Indonesia sedang berlangsung. Untung saja gurunya enak diajak bicara. Jadi Banzai mengatakan yang sebenarnya alasan dia telat masuk kelas. Dan guru itu pun mengangguk, dengan mudah mempersilahkan Banzai duduk. Andai semua guru sepengertian ini.
Saat menuju bangku yang tersisa di belakang, lagi-lagi di sebelah Cewek Permen Karet, Banzai sempat melirik ke arah Zimmy. Namun tidak ada respon sama sekali. Dia juga melirik ke Onggik dan hanya dibalas lirik oleh Onggik. Banzai saat ini jadi merasa cukup putus asa. Apakah kemarin Geng Juara hanya sedang mengerjainya saja? Banzai benar- benar merasa sangat sendirian saat ini.
"Hei," bisik Cewek Permen Karet. Takut suaranya terdengar keras. Suasana kelas memang sedang sangat hening, seperti biasanya. Bukan hal langka di sekolah ini kenyataan bahwa kelas akan otomatis hening ketika guru (siapapun itu) masuk ke dalam kelas. Tipe-tipe murid disini adalah tukang cari muka di depan guru semua. Senakal-nakalnya murid paling cuma sampai jadi playboy di kalangan murid-murid saja, tidak sampai kurang ajar ke guru.
"Hei," bisik Cewek Permen Karet lagi. Tapi sayangnya Banzai tetap tidak merespon. Sebenarnya Banzai sekarang sedang malu karena kemarin diantar pulang oleh cewek di sebelahnya ini.
"Zai." Cewek Permen Karet belum menyerah.
Akhirnya Banzai menoleh dan menjawab dengan, "Apa?"
"Lagi agak tuli ya?" tanya Cewek Permen Karet spontan sambil memainkan telunjuk kanannya di sekitar telinga kanannya. Lalu dia pun kembali lurus menatap ke depan. Banzai menggeleng-gelengkan kepalanya. Dasar cewek aneh.
Sepanjang pelajaran berlangsung, kelas terus hening kecuali saat ada beberapa siswa yang mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan dari guru. Selalu saja ada yang berhasil menjawab. Tadi Banzai sempat menjawab satu kali. Benar-benar kelas kondusif yang diidam-idamkan oleh sekolah manapun di negeri ini kan? Makanya hampir sebagian besar sekolah-sekolah lain berusaha mencontoh sekolah ini. Jadi jangan heran juga jika pola pikir murid-murid disini juga sedikit berbeda.
Bel istirahat akhirnya berdering juga. Wajah-wajah murid seketika berubah menjadi lebih ceria. Bagaimanapun mereka tetap manusia biasa yang akan sangat senang ketika dua bel berdering: bel istirahat dan bel pulang. Tapi Banzai tidak merasakan apapun. Dia hanya diam, melihat teman-temannya yang tidak lain Geng Juara, meninggalkan kelas bersama-sama tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. Seakan-akan tidak ada dia di kelas ini. Oh, sebenarnya ada satu yang sekilas melihat ke Banzai. Banzai tidak tahu namanya siapa. Ini benar-benar menyebalkan. Ingin rasanya Banzai berlari ke mereka dan menyapa mereka duluan. Mungkin Onggik akan tiba-tiba sadar akan kehadiran dirinya di kelas ini? Lupakan saja. Banzai tidak suka dikecewakan berulang-ulang kali. Terserah mereka saja! Banzai tidak ingin mengemis pertemanan.
"Zai, kamu mau ke kantin?"
Ah iya, Banzai hampir lupa kalau Si Cewek Permen Karet masih ada di sebelahnya. Apa cewek ini melihat saat mata Banzai tidak lepas dari Geng Juara tadi? Bisa-bisa diejek nih setelah ini.
"Aku ingin di kelas saja."
Cewek Permen Karet bergerak meninggalkan bangku, berhenti, dan dengan gerakan cepat kembali lalu langsung duduk kembali di bangku dengan gerakan kasar. Semua murid lain telah keluar kelas dan hanya tersisa kedua murid ini.
"Kamu kalau ada masalah cerita saja ke aku tidak apa apa," celetuk Cewek Permen Karet dengan matanya tidak lepas dari Banzai. Banzai terlihat kurang sehat hari ini. Wajahnya sedikit pucat. Banzai membalas pertanyaan cewek ini dengan raut wajah bingung.
"Maksudnya? Apa aku perlu cerita ke kamu?"
"Ya. Boleh saja," Cewek Permen Karet dengan ceria. Lalu tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Sebentar. Apakah kamu sudah tahu namaku? Karena sepertinya kamu tidak pernah memanggil namaku. Oh, iya sih. Kamu bahkan seperti tidak pernah menganggapku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Fiksi RemajaSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?