Sudah menjadi kebiasaan bagi guru matematika yang satu ini mengumumkan hasil ulangan dalam satu hari saat semua jam pelajaran usai. Jadi hari ini, semua murid masih tinggal di kelas meski bel pulang telah terdengar. Kalau kita perhatikan, masing-masing dari mereka memiliki teman ngobrol favorit masing-masing. Kebanyakan adalah teman sebangku atau orang-orang yang duduk di bangku yang berdempetan. Mereka memiliki obrolan seru masing-masing. Mulai dari grup yang gemar ngobrolin tentang para bias idol K-Pop sampai grup yang sedang serius membicarakan misi-misi mereka.
Banzai tidak sedang mengobrol. Dia melihat keluar jendela, memandangi burung kecil di dahan pohon sana. Dia masih belum terlalu bisa beradaptasi dengan ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam suara. Sebenarnya dia ingin sekali gabung dengan teman-teman barunya. Namun lagi-lagi, dia memikirkan apa yang akan dikatakannya setelah berjalan ke sana, dia tidak tahu harus berkata apa. Lebih baik duduk diam disini, barangkali ada salah satu di antara mereka yang akan datang kesini.
"Kamu terlihat berbeda hari ini," celetuk si cewek permen karet yang kini telah mengganti permen karet di dalam mulutnya. Dia juga tidak sedang mengobrol dengan siapa-siapa dan sekarang masih berusaha mengajak bicara orang di sebelahnya ini.
"Kuakui kamu terlihat lebih keren."
Yang diajak bicara tetap memandang keluar jendela, tapi beberapa detik tadi nafasnya sempat berhenti. Terlihat lebih keren? Apa-apaan sih pakai bilang seperti itu.
Suara deheman dari depan kelas kembali menertibkan murid-murid. Murid yang ikut keluar kelas tadi kembali duduk di bangkunya. "Sekarang Bapak akan membacakan hasil kuis dadakan kalian."
"Rata-rata nilai kalian tidak memuaskan. Sangat jauh dibawah bagus. Tapi itu bukan masalah terbesarnya. Kalian perlu berlatih lebih giat lagi. Yang terpenting adalah jangan sekali-kali kalian menjawab kertas kosong dengan jawaban milik orang lain. Mengerti?"
Guru tersebut kembali melanjutkan. "Ada dua orang yang melakukan kecurangan hari ini. Sangat mengecewakan. Yang satu saya sudah bosan sekali memperingatkan kepadanya agar tidak menyontek. Mungkin kali ini saya akan menelepon orangtuanya saja. Yang satunya lagi berhasil membuat saya terkejut," ucap guru Matematika yang paling anti dengan kecurangan ini, Pak Jun. Nada bicaranya sulit diterka apakah dia sedang marah atau tidak. Seperti ada yang tertahan namun harus dikeluarkan. Kelas terdengar riuh. Mereka senang dengan fakta bahwa akan ada yang dihukum lagi oleh Pak Jun hari ini. Ada hiburan gratis.
"Banzai. Setelah jam pulang sekolah, datang ke kantor saya." Raut wajah Pak Jun sedikit memerah. Lalu dia pergi meninggalkan kelas. Semua mata menatap ke arah Banzai yang sekarang kembali menatap keluar jendela. Banzai memang murid baru di kelas ini, jadi mereka tidak terlalu mengenalnya. Dia sendiri juga tidak mengenal mereka kecuali beberapa orang saja, bahkan cewek permen karet di sebelahnya.
Saat jam pulang sekolah, Banzai mendatangi Pak Jun karena dia memang harus melakukannya. Pakaiannya masih acak-acakan seperti tadi pagi. Pak Jun berdeham beberapa kali. Murid-murid lain pasti mengetahui bahwa itu tandanya Pak Jun sedang berusaha meredam kemarahannya, sayangnya Banzai tidak tahu. Jadi yang bisa dilakukannya hanyalah bersikap seolah tidak akan terjadi apa-apa, meski faktanya pasti ada hal serius yang akan terjadi. Dia tahu itu apa.
"Bapak tidak menyangka ternyata kamu anak yang mudah melakukan kecurangan. Lihatlah sekarang bahkan kamu sama sekali tidak terlihat merasa bersalah," ucap Pak Jun yang berusaha berbicara dengan sabar. Dia tahu bagaimana harus bersikap di depan murid baru. Jangan terlalu keras dan jangan terlalu lembek. Dia tidak mengira murid baru di hadapannya ini bisa berubah dalam satu hari. Kemarin sepertinya anak ini masih terlihat baik-baik saja, batinnya. Ada apa?
Banzai hanya menatap ke arah Pak Jun yang sedang duduk di balik mejanya, sedang dia sendiri berdiri di depan meja.
"Apakah kamu tidak pernah diajarkan oleh orangtuamu bagaimana caranya bersikap saat kamu sedang bersalah? Tundukkan kepalamu! Jangan menatapku seperti itu. Ah! Kemarin-kemarin kukira kamu anak yang manis. Ternyata kamu hanya calon yang akan menjadi bagian sederet anak sulit diatur di sekolah ini. Mengapa diam saja!" Pak Jun mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya. Mudah meledak-ledak. Sisi seram yang ditakuti oleh para murid.
"Pakaianmu! Mengapa berantakan seperti itu dan belum juga dibenahi! Saya kira tadi pagi kamu hanya sedang terburu-buru. Lihatlah! Kamu kira penampilanmu ini keren? Aish. Bocah zaman sekarang. Selalu salah mengambil panutan." Sedang yang diajak bicara hanya diam saja dan sekarang sambil tertunduk. Sebenarnya dia tidak terlalu mengerti dengan siapa "panutan" yang dimaksud. Dia hanya mengikuti perkataan seseorang. Jika Pak Jun mengatakan dia sebaiknya menunduk, maka akan dilakukannya. Ini hal baru baginya.
Selanjutnya Banzai disuruh merapikan pakaiannya (Pak Jun bahkan terpaksa memakaikan dasi dengan benar karena Banzai tidak tahu caranya pasang dasi) dan disuruh tanda tangan di sebuah kertas yang berisi perjanjian bahwa dia tidak akan mengulangi lagi tindakan kecurangan di saat ulangan apapun. Semuanya dia lakukan dalam diam. Pakaiannya kini sudah rapi. Banzai tahu sekarang dia sedang bersalah, tapi entah mengapa dia tidak merasakan apa-apa. Ini pengalaman baru baginya.
"Kali ini saya tidak akan menghukummu. Namun jika kamu mengulanginya lagi, saya tidak segan-segan akan menelepon orangtuamu. Saya tidak ingin melihat kamu mengulanginya lagi, mengerti? Mau jadi bangsa seperti apa kita ini kalau anak mudanya seperti kamu!" Pak Jun memang paling tidak suka dengan yang namanya menyontek. Diantara sekian banyak macam kenakalan murid-muridnya, menyontek termasuk tindakan yang fatal. Jika ada dua muridnya, yang satunya datang terlambat dan yang satunya menyontek, maka yang menyontek akan diberi hukuman lebih berat. Dan otomatis juga Pak Jun akan terus memantau murid tersebut. Itulah mengapa ketika Banzai datang terlambat pagi ini Pak Jun tidak memarahinya. Sejak awal masuk, Banzai tidak pernah terlambat dan selalu duduk di depan, jadi Pak Jun tidak terlalu ambil pusing ketika melihat anak ini terlambat pagi ini. Tapi sekarang, dia sudah tahu bagaimana sebenarnya anak baru ini. Kecurangan saat ujian tidak dapat ditoleransi, batinnya.
Saat Banzai keluar ruangan, ada beberapa orang yang mendorong tubuhnya hingga dia tersudut di sebuah lorong buntu dekat gudang. Orang-orang tersebut mengeluarkan kemeja Banzai dari celananya, melepas dasinya dan mengacak-acak rambutnya. Menjadikan penampilannya kembali berantakan. Orang-orang ini adalah orang-orang yang sama dengan yang ditemuinya di hari pertama sekolah. Geng Juara.
"Hai anak baru."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?