"Kamu..."
Raut wajah marah tercetak jelas di wajah Ano. Dia tidak terima ada yang datang ke tempat ini, apalagi mematai-matainya dan mengganggu ketenangannya. Apalagi bocah satu ini. Tangannya terkepal.
"Mau apa kamu?" teriaknya lagi. Ekspresinya tetap datar meski sedang marah.
"Apakah aku salah jika datang kesini?"
Pertanyaan sarkastis yang dilontarkan Banzai, membuat Ano mereda. Benar juga, ini kan tempat umum. Apa pantas Ano marah? Tapi dia sedang lelah saja menahan emosinya selama berjam-jam di sekolah. Banyak yang menjengkelkan dan dia takut sekali tidak dapat mengontrol diri. Maka dia lari kesini.
"Lalu, kenapa kamu bersembunyi di balik pohon?"
Banzai sedang berusaha tenang sekarang. Dia berdeham. "Aku... hanya terkejut ternyata ada kamu disini. Aku... takut kamu tak suka melihatku." Lalu sedikit senyuman muncul di wajahnya. Apa yang dia katakan barusan ada benarnya, ada rekayasanya juga. Tidak mungkin kan dia mengatakan bahwa dia sedang mengawasi Ano juga seperti permintaan kakek Ano?
Sesuatu menelusup ke hati Ano. Anak nakal tidak niat sekolah di depannya ini takut padanya? Takut jika Ano tidak menyukainya? Semenyeramkan itukah diriku?
Lalu dia teringat saat waktu itu Banzai menyapanya. Ah, sepertinya pada saat itu dia telah bersikap keterlaluan. Ano memang sangat over protektif terhadap dirinya.
"Namamu Banzai kan?"
Manik mata Banzai berbinar. "Kamu mengingat namaku?"
"Tentu," jawab Ano singkat. Dan dia pun mulai beranjak dari tempatnya untuk meninggalkan tempat ini. Sudah tidak tenang lagi disini. Tangan Banzai menahan lengannya.
"Tunggu. Sebenarnya ada yang ingin kukatakan padamu."
Ano menaikkan sebelah alisnya. Dia tetap diam menunggu.
"Aku melihatmu saat dipukuli Geng Juara. Mengapa tidak kamu lawan?"
Mata Ano melebar-lebar, namun menyipit kembali. "Aku tidak bisa."
"Tapi kamu sanggup kan?"
Ano mengibaskan tangannya. "Aku tidak cukup kuat melawan mereka."
"Kamu juara karate. Itu seharusnya mudah bagimu. Tapi kulihat bahkan kamu tidak melawan sedikitpun." Nada bicara Banzai mulai naik.
"Mereka... itu cuma sekelompok pecundang. Aku tidak mau melawan pecundang. Meski mereka mengancamku seperti apapun aku tidak peduli!" Ano kembali mengeratkan kepalannya.
Banzai menjadi khawatir. "Mereka mengancammu?"
"Ya. Mereka mengancam jika aku tidak mau menuruti mereka, maka aku akan dikeluarkan dari sekolah." Ano menoleh ke Banzai. "Mereka pikir mereka siapa. Ya aku tahu mereka anak-anak orang yang berkuasa di sekolah kita. Tapi apakah mereka tidak pernah mau tahu betapa sulitnya usahaku untuk bisa masuk ke sekolah ini? Kakekku yang sudah tua juga kerja banting tulang untuk menyekolahkanku. Mereka sih enak-enak saja karena orangtua mereka kaya!" Ano terengah-engah. Dia berbicara sembari meluapkan emosinya yang selama ini ditahannya. Banzai berpikir mungkin dia orang pertama di sekolah yang melihat Ano sangat berekspresi seperti sekarang ini.
"Bagaimana kalau kita menghentikan mereka?"
Ano terlihat sangat terkejut. "Kita?"
***
Awalnya Ano tidak menyetujui gagasan Banzai. Maka besoknya, Banzai dan Mala membuntutinya saat pulang sekolah, hingga mereka menahan Ano sebelum sampai di rumahnya. Ano tidak punya pilihan lain selain mengajak dua teman sekelasnya yang terus memaksanya ini ke dalam rumah. Takutnya Geng Juara melihat mereka. Ano sebenarnya beberapa kali memergoki anggota Geng Juara mengikutinya.
"Ano, ayolah kamu bantu kami menjalankan ide kami ini. Bukankah kamu juga tidak ingin Geng Juara terus seperti ini?" ucap Mala memelas.
"Kalian benar-benar butuh bantuanku?"
Banzai dan Mala mengangguk mantap. Ano khawatir jika ini akan mendatangkan masalah baru di kehidupannya, dan dia tidak mau itu terjadi. Namun bagaimanapun masalah bully-bullyan ini juga sangat perlu dihentikan. Apalagi Wino juga sedang mencalonkan diri jadi Ketua OSIS. Bagaimana jadinya jika dia sungguhan. Jadi Ketua OSIS nanti? Kesewenang-wenangan mungkin tidak dapat ditahan lagi.
Ano diam sejenak lalu dia menarik nafas panjang. "Baiklah."
Banzai dan Mala bersama-sama bersorak. "Iyes... Akhirnya..." ucap Mala kegirangan. Kedua bocah ini tidak dapat menyembunyikan kesenangannya. Mau tidak mau Ano jadi ikut tersenyum. Senyuman pertamanya sejak bertahun-tahun lalu.
Kakek Ano turun dari tangga. "Ooh. Pantas ramai-ramai. Ada teman-temannya Ano ya..."
Banzai dan Mala langsung diam menjaga sikap. "Selamat Siang Kek..."
Kakek Ano tertawa kecil. "Aku senang akhirnya Ano punya teman juga. Ehehehe."
Tanpa kelihatan Banzai dan Mala, Ano mendelik ke kakeknya itu. Dan dibalas dengan kerlingan mata jenaka kakeknya.
***
Hari ini, seperti juga hari-hari sebelumnya, Si Ratu Gosip di kelas, selalu saja tidak kehilangan akal agar dia bisa berinteraksi dengan Ano.
"No, aku tadi bingung sama yang ini nih. Kamu bisa nggak?" ucap Si Ratu Gosip sambil menyodorkan bukunya. Banzai tersenyum lebar dan meletakkan buku yang dari tadi dibacanya. Sekarang jam istirahat dan teman sebangkunya sedang ke kantin.
"Yang ini?" Dan Banzai bergeser ke kursi di sampingnya. Si Ratu Gosip mengangguk-angguk seperti anjing karena kegirangan. Dia tidak menyangka Ano akan tersenyum padanya. Ah, usahanya selama ini akhirnya membuahkan hasil.
"Duduklah. Kamu akan pegal jika berdiri terus."
Wow. Ano mempersilahkan Si Ratu Gosip duduk. Langka sekali. Dan Ano pun mulai menerangkan jawaban soal Matematika itu dengan rinci dan perlahan agar Si Ratu Gosip mengerti. Tidak lupa senyuman selalu terpasang di wajahnya. Sepertinya Ano habis kesambet jin baik deh, pikir cewek itu. Dia terlihat lebih tampan jika juteknya hilang begini...
"Kamu pilih siapa di pemilihan Ketua OSIS?" tanya Ano.
"Aku jelas pilih Wino doong... Dia kan keren, cakep, cocoklah buat jadi Ketua OSIS. Oh iya, dia juga janji ngajak aku jalan-jalan ke luar negri kalau aku ngajak orang-orang buat milih dia lho... Biar orang-orang makin tertarik kusebarlah itu cerita-cerita kebaikan tentang Wino. Yang dia suka ngasih anak yatim lah, yang dia habis nolong kucing diatas pohon lah... pokoknya yang baik-baik deh. Tapi, itu karanganku saja hehe," ucap Si Ratu Gosip tanpa beban. Ups. Dia sontak menutup mulutnya. Ano mengangkat alisnya.
"Jalan-jalan?"
"Ah, tidak-tidak. Bukan begitu maksudnya... Ah yaa kita kan teman akrab jadi yaaa itu hadiah untukku. Begitu..."
"Dengan menjadi tim suksesnya?"
Si Ratu Gosip semakin gugup. Duh, kenapa dia dengan begitu mudah keceplosan begini. Dasar mulut ember.
"Ah, Ano. Terimakasih ya bantuannya. Aku lapar nih, mau ke kantin dulu."
Cewek itu terburu-buru bangkit dan berjalan. Sampai-sampai dia tersandung kaki meja. Dia mengaduh sebentar dan keluar kelas secepat yang dia bisa. Bisa gawat kalau Ano bertanya lebih jauh.
Sedangkan Ano di mejanya tersenyum sinis.
Tidak ada ruginya aku memasang senyum palsu terus dari tadi. Cewek memang mudah sekali dipancing. Apalagi yang model seperti itu. Bahkan tidak perlu repot-repot bertanya.
Kini dia mematikan aplikasi perekam suara di handphone-nya yang dia letakkan di kolong meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Ficção AdolescenteSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?