Siang ini sepulang sekolah, Geng Juara menepati janjinya untuk membantu Banzai mengepel lorong sekolah. Murid-murid dan guru-guru yang lewat tersenyum kepada mereka. Murid-murid yang baik, pikir mereka.
"Wah baik sekali kalian mau membantu teman," sapa Pak Jun. Sudah sejak lama Pak Jun memang kagum kepada beberapa muridnya yang pintar dan tidak pernah menyontek seperti Zimmy dan Wino.
Zimmy tertawa singkat. "Iya Pak. Kasihan Banzai kemarin kan habis sakit. Takutnya kalau dikerjain sama dia sendirian sakit lagi nanti."
Pak Jun menepuk bahu Zimmy. "Bapak bangga padamu Zim." Zimmy membetulkan letak kacamatanya dan terenyum. Lalu dia membungkuk kecil sopan. "Bapak mau pulang kan? Hati-hati Pak di jalan."
"Semangat ya..." ucap Pak Jun seraya melangkah ke arah parkiran mobil.
"Siap Pak!"
Kemudian mereka pun tetap melanjutkan mengepel jatah bagian lorong masing-masing. Bagian lorong Banzai berdekatan dengan Wino.
"Apakah menurutmu hukuman seperti ini bagus?" tanya Wino dengan wajah serius.
Banzai berpikir sejenak. Selama ini dia tidak pernah tahu bagaimana seharusnya sekolah, karena ini sekolah yang pertama baginya. Jadi, dia tidak tahu macam-macam hukuman. Manik matanya menatap ke langit. "Entahlah."
"Apakah kamu senang dengan hukuman seperti ini?"
Banzai terkekeh. "Tidak ada hukuman yang menyenangkan. Kalau menyenangkan namanya hadiah bukan hukuman."
"Kalau menurutku ya, hukuman seperti ini tidak mendidik. Tidak membuat murid semakin pintar. Betul tidak?"
"Iya juga sih." Banzai mengangguk menyetujuinya. Sebenarnya ini hanya karena dia tidak tahu harus merespon seperti apa. Sungguhan, dia tidak tahu bagaimana semestinya sebuah sekolah yang baik. Karena bahkan sekolah ini yang katanya terbaik di provinsi ini pun tidak sebaik yang orang-orang di luar sana kira. Terlalu banyak topeng disini.
"Kalau aku jadi ketua OSIS nanti, kamu tunggu saja, aku akan rubah peraturan hukuman di sekolah ini," ucap Wino penuh semangat. "Kamu senang kan?Dengan begitu kalau kamu dihukum lagi kamu nggak akan susah-susah."
Banzai seketika menoleh. "Kamu lagi doain aku?" tanya Banzai yang dibalas dengan cengiran dari Wino.
Hukuman ini usai dalam waktu kurang dari satu jam. Banzai tidak membayangkan kalau dia harus mengerjakan ini semua sendirian.
"Gimana perasaanmu Zai?" tanya Zimmy sambil merangkul Banzai.
"Senang sekali... Makasih ya semuanya... Aku paling kalau sendirian akan pingsan."
Semuanya sontak tertawa. Kecuali Topan yang malah berseru, "Waktunya makaaaaan..."
"Ditraktir Banzai," celetuk Woni dengan ekspresi datar.
"Tidak. Tidak. Kali ini aku saja yang traktir," sela Zimmy.
"Yeaaaay..." teriak Topan lagi. Dia sedang dalam program membesarkan badannya yang sudah besar.
Dan hari ini pun berjalan dengan menyenangkan. Sampai saat di malam hari, Banzai memimpikannya. Dia bermimpi sedang berjalan melewati gerbang sekolah dengan Geng Juara berjejer di belakangnya dan semua orang yang melihat ke arah mereka menatap takjub tak berkedip. Lihatlah aku, ketua Geng Juara yang baru, ucapnya dirinya di dalam mimpi. Di dalam mimpi itu, Banzai mengerlingkan matanya berulang kali ke arah orang-orang yang masih melongo. Dalam sekejap orang-orang yang melongo itu menjadi buram dan hilang. Ketukan pintu mengacaukan mimpinya. Hari cepat sekali berganti menjadi pagi.
Banzai bangun dan menguap. Oke, hari ini hari baru. Dia senang karena Geng Juara benar-benar sudah menerimanya menjadi teman mereka. Bahkan Geng Juara juga sudah tidak lagi mengungkit-ungkit tentang menjadi terkenal dengan cara menjadi 'berbeda' seperti waktu itu.
Benar saja, hari ini Geng Juara juga langsung menyambutnya ketika Banzai tiba di kelas. Dia bahkan sampai lupa kalau di kelas juga ada Mala yang sedang memperhatikannya. Kemarin, saat Geng Juara bersama-sama dengan Banzai mengepel lorong, Mala juga memperhatikan mereka dari jauh. Dia merasa sangat heran dengan apa yang dilakukan Geng Juara. Sangat bukan seperti mereka. Dan hari ini dia juga melihat pemandangan yang tidak biasa.
Seseorang yang duduk di depan Mala berbalik dan setengah berbisik bertanya, "Apa kamu tahu apa yang sedang Banzai lakukan sekarang?"
Mala memutar bola matanya. Ah, Si Ratu Gosip mulai lagi.
"Dia sedang memasang guna-guna ke Geng Juara. Lihatlah betapa tiba-tibanya dia bisa bergabung dengan mereka, padahal dia cuma anak cupu setengah bisu yang nyontekan pula. Apa bagusnya anak itu. Iya sih cakep sedikit. Tapi itu nggak ada manfaatnya di sekolah ini. Karena disini gudangnya cowok-cowok cakep."
Ngomongin apa sih Si Nenek Sihir ini. Apa dia mau buat gosip baru lagi?
"Kalau Si Banzai nggak pakai guna-guna, paling Geng Juara lagi ngelihat potensi yang ada di Banzai. Bakal dimanfaatinlah istilahnya. Mereka gitu loh. Mana mau mereka sama yang nggak berguna, kayak kamu contohnya," lanjut Si Ratu Nyinyir lebih ceriwis lagi. "Banzai itu satu-satunya temanmu kan? Hati-hati saja habis ini kamu bakal ditinggalin ha ha ha."
Mala tetap memilih diam tak merespon orang ultra nyinyir di depannya ini. Dia malah fokus melihat Banzai dan Geng Juara. Iya sih, bisa jadi benar kalau Geng Juara memiliki maksud tertentu kepada Banzai, batinnya dalam hati. Dia bertekad harus segera membongkar tujuan Geng Juara terhadap Banzai jika kecurigaannya selama ini benar. Mengingat Mala juga memiliki pengalaman tidak menyenangkan dengan Geng yang paling terkenal di sekolah ini itu. Geng yang bahkan ketika mereka melakukan kelicikan, murid-murid dan para guru tetap tersihir oleh pesona mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?