Daddy adalah daddy yang sangat terhormat. Pengaruhnya sangat besar dimanapun Beliau berada. Termasuk kepadaku. Katanya, aku harus bisa menjadi sepertinya.
Dia tidak pernah membanggakan anak lainnya selain diriku. Tapi hari ini, aku melihatnya menepuk kepala anak itu. Menepuk kepalanya! Di depan orangtuanya.
Mereka bertamu di rumahku. Aku baru saja pulang dari ujian nasional sekarang. Dan anak itu kesini tidak pakai seragam sekolah? Aku menguping. Kudengar orangtuanya yang tampaknya tidak sekaya ayahku itu ingin menyekolahkan anak mereka di SMP dimana daddyku menjadi donatur terbesar disana. Mereka meminta agar anak mereka bisa masuk tanpa terlalu banyak syarat.
Anak itu melihat ke sekeliling langit rumah. Apa sih yang dia cari? Lalu daddyku lagi-lagi menepuk kepalanya sambil tersenyum. Hah! Aku tidak terima.
Lihatlah sekarang anak itu menunjuk-nunjuk lemari yang berisi semua mainan action figure-ku. Lalu ibunya menggelengkan kepalanya padanya. Apa dia sedang merengek meminta mainanku? Tidak akan kubiarkan!
Mereka pun pulang.
Daddyku memanggilku. Aku berjingkat-jingkat menaiki tangga kembali sampai ke tangga teratas agar seolah-olah aku berjalan dari kamarku. Akan menjadi masalah besar jika aku ketahuan menguping.
"Iya Dad?"
"Kemarilah, aku ingin berbicara sesuatu kepadamu."
Aku berdiri sebaik mungkin di hadapannya. Lalu bayangan kepala anak itu yang ditepuk oleh daddyku terbayang lagi.
"Saat SMP nanti. Kamu akan jadi manusia yang lebih dewasa dari sekarang. Teruslah banggakan aku. Jangan sampai ada yang menyaingimu, siapapun itu. Karena, kamu yang akan mewarisiku. Mengerti?"
Aku mengangguk tanpa membantah seperti biasanya.
"Mengerti Dad."
Lalu dua tahun kemudian, aku melihat anak itu di sekolah. Anak yang kepalanya pernah menerima tepukan sayang dari daddyku. Anak yang sekarang sedang ramai dibicarakan oleh para guru betapa menggemaskannya dan pintarnya dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?