Bencana

362 25 0
                                    

Semuanya tidak ada yang mau mendengarkanku. Bagaimana aku harus menjelaskan yang sebenarnya? Aku adalah korban disini.


Suara tongkat yang dipukulkan ke meja memenuhi gendang telinga Banzai. Dia hanya bergeming sedikit. Badan lemari tempat kepalanya bersandar terasa sangat nyaman sekarang. Dia masih ingin tidur lebih lama lagi.

"Bangun. Woy!" Suara pukulan tongkat mengenai badan lemari lebih keras dari sebelumnya. Lemari itu bergetar. Namun Banzai masih belum bergeming. Kini ada tepukan di pipinya. Dia masih terlelap dalam mimpi.

"Bangun Bocah Tengik!" Tamparan keras menyambar wajahnya. Ternyata ini yang berhasil membangunkannya. Jantungnya berdetak kencang dan pipinya panas. Apa yang terjadi? Dia linglung. Mengapa sepi?

"Hei!" Banzai seketika menoleh. Dia tidak sedang sendirian.

"Kaget karena sudah tertangkap basah?"

Oh, dimana ini?

Kepalanya berat dan terasa pusing. Banzai memegangi kepalanya. Dimana ini? Ini kan gudang. Loh, kemana Zimmy dan yang lainnya?

"Lihat apa yang telah kamu perbuat!" Pak Satpam mengetuk-ngetuk tongkatnya di asbak yang berada di samping Banzai.

"Bu... Bukan saya Pak." Banzai tergugu. Dia masih bingung bagaimana dia bisa disini sendirian, dengan asbak berada tepat di sebelahnya dan... kotak rokok berada di sakunya! Hei! Ada apa ini! Banzai mengambil kotak rokok itu. Isinya masih banyak. Padahal tadi Geng Juara sudah memakainya banyak. Dia melihat ke asbak. Disana juga cuma ada dua bekas puntung rokok dan abu yang tidak terlalu banyak. Cocok dengan sisa rokok di dalam kotaknya sekarang. Kok begini?

Tidak butuh waktu banyak bagi Banzai mengerti bahwa dia telah dikhianati mentah-mentah sekarang.

Mereka pasti sengaja. Lihat! Benda-benda ini dibuat seolah-olah aku sendirian yang merokok disini. Mana jus ku? Mereka pasti membawanya agar aku tidak punya bukti! Sial!

Ujung kerah depannya ditarik oleh Pak Satpam. "Tidak usah mengelak! Berdirilah! Dan pulanglah. Ini sudah maghrib. Ruang BK sudah tutup. Besok selesaikan masalah ini dengan guru BK, mengerti?"

Kini Banzai sedang menahan amarahnya. Dia menatap tajam ke Pak Satpam. "Aku tidak salah Pak!"

"Ooh masih mengelak juga? Sudah kelihatan salah di depan mata masih tidak mau mengaku juga? He?" Pak Satpam kembali menarik kerah kemeja depan Banzai hingga Banzai terseret mendekat ke Pak Satpam. "Dengar. Aku tidak akan pernah membiarkan bibit-bibit kriminal, tukang melanggar peraturan sepertimu tumbuh subur di sekolah ini. Jadi siap-siap saja besok kamu harus menghadapi hukuman dari guru BK."

Banzai mengangguk ketakutan. Duh, ini semua kan bukan ulahnya. Kenapa dia yang kena batunya.

Banzai tiba di rumah sekitar jam 8 malam. Tadi saat menunggu bis di halte, Banzai melamun dan sempat ketinggalan bis. Padahal semakin malam bis semakin jarang lewat. Kenapa dia tidak naik taksi saja? Banzai punya trauma dengan naik taksi sendiri karena saat kecil dia pernah hampir dibawa lari oleh supirnya. Ini juga yang menyebabkan orangtuanya tidak menyekolahkannya di luar saat Sekolah Dasar.

Sesampainya di depan pintu, Bi Unah menyambutnya dengan wajah penuh kekhawatiran. Bi Unah menunggunya di teras rumah. Seperti ada awan mendung yang menggelayuti ibu setengah baya yang telah merawat Banzai sejak dia umur 3 tahun ini.

"Syukurlah Den. Akhirnya pulang... Kenapa sampai malam begini Den?" ucap Bi Unah di tengah helaan nafas lega. Banzai tidak menjawab. Wajahnya ditekuk tanda sedang marah. Dia jalan dengan gerakan yang lemas menuju kamar.

"Bi Unah tidak usah banyak tanya," ucapnya kemudian.

Dia pun merebahkan dirinya diatas kasur sambil memikirkan semuanya.

Mereka jahat. Mereka memang pintar, jago ini itu, tapi mereka tetap jahat. Mereka bukannya tidak sengaja meninggalkanku di gudang, mereka jelas sengaja sekali. Semua orang jahat! Tidak ada yang peduli sama aku! Apa sih maunya mereka? Aku lho tidak pernah punya salah. Mereka balas dendam? Atas apa? Mereka tukang bully? Sebenarnya aku agak curiga, tapi kenapa fans mereka banyak? Pokoknya jahat! Jahat!

Tiba-tiba Banzai kepikiran sebuah gagasan. Apa Geng Juara sengaja ingin membuat Banzai terlihat buruk di mata warga sekolah? Ah, disinilah Banzai menjadi bersyukur karena tidak pernah bersekolah umum sejak kecil. Baguslah. Dia tidak perlu bertemu teman-teman yang jahat lebih banyak lagi. Benar kan? Sekarang saja baru bisa merasakan sekolah umum, sudah bertemu saja dengan tukang bully.

Kata mereka, jika menjadi berbeda maka akan lebih terlihat di sekolah dan menjadi keren. Kata mereka, bahkan tidak masalah jika sampai melanggar peraturan sekolah. Jelas mereka ingin aku menjadi tukang pelanggar aturan di sekolah, pikir Banzai. Oke! Jika kalian menginginkan itu, kalian lihat saja!

Banzai tahu pasti bahwa hari ini dia akan mendapatkan hukuman gara-gara kejadian kemarin. Tapi dia tetap masuk karena tidak ingin dianggap pengecut, apalagi di depan Geng Juara. Dia tidak datang terlambat dan mengikuti upacara pagi seperti yang lainnya.

Geng Juara kembali bisu dan cuek kepadanya. Dia juga tidak kalah bisu kepada mereka. Sebenarnya dia bisu karena sedang menahan marah yang amat sangat. Satu-satunya yang menyapanya dengan sebuah senyuman pagi ini hanyalah Mala. Tidak seperti biasanya, Mala hanya tersenyum seperti itu.

Apakah sekarang dia sedang takut padaku? Atau dia marah karena beberapa hari kemarin tidak kuacuhkan?

Upacara berlangsung seperti biasanya. Terik matahari pagi ini terang sekali. Yang memberikan pengarahan pagi ini adalah Kepala Sekolah. Beliau membicarakan tentang pentingnya semua murid tetap menjaga nama baik sekolah dengan selalu menjaga sikap di dalam maupun di luar sekolah. Sekolah ini harus mempertahankan peringkatnya sebagai sekolah terbaik di provinsi ini apapun yang terjadi. Dan akhir pidato ini pun menutup upacara pada pagi hari ini.

"Tes... Tes. Kepada siswa yang bernama Banzai Putra Lucky harap ke ruang BK seusai upacara." Suara seorang guru bergema satu lapangan melalui mic. Teman-teman satu kelas Banzai serempak menoleh ke murid baru ini.


Fake FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang