Angin berhembus pelan, menelisik kulit-kulit mereka. Herannya, suasana disini justru terasa panas. Satu-satunya pohon yang menjulang tinggi disini seperti memiliki mata yang dapat melihat mereka. Pohon yang dapat dilihat melalui jendela kelas Banzai. Tapi pohon itu bisu, sama dengan seorang cewek yang sekarang sedang mengintip dari jarak aman dan menyetel mode bisu pada mulutnya. Dia tidak ingin semakin memperumit masalah. Dulu dia juga pernah punya masalah dengan Geng Juara.
Banzai tidak ingin terlihat pengecut sekarang. Dia maju beberapa langkah, sebisa mungkin santai, semakin dekat dengan tempat Zimmy berdiri.
"Cepat. Aku tidak ingin berlama-lama dengan kalian." Kata-kata yang keluar dari mulut Banzai sedingin ekspresi wajahnya sekarang. Matanya melirik ke kiri mengikuti gerakan Topan yang berpindah posisi ke belakang Banzai. Perasannya jadi tidak enak.
Zimmy mendengus. "Kamu sombong sekali ya. Hah." Dia menarik mulutnya dan membuat desisan dari sela-sela giginya yang terkatup rapat. "Kami hanya ingin meminta bantuan sedikit padamu." Zimmy kembali maju dan menatap tajam manik Banzai. Dia lebih tinggi, jadi dia sedikit membungkukkan badan. Senyuman miring tersungging di wajahnya.
"Kami hanya butuh sedikit campur tanganmu dalam rencana kami."
"Jika aku tidak mau?!" seru Banzai menantang. "Aku sudah tidak ingin berurusan dengan kalian!" Dia memutar badannya hendak pergi. Sayangnya Topan tepat di belakangnya. Menahan bahunya lalu mengunci tangannya ke belakang punggungnya.
"Sekarang kalian seperti ini!"
Onggik membuka mulutnya dan berbicara lantang. "Kami sudah lelah harus bermain cantik terus. Aku sudah lelah harus pura-pura baik terus." Senyuman sinis terpajang di wajahnya.
"Onggik..." lirik Banzai. "Kau setan!"
"Memangnya kamu pernah lihat setan Ban?" geram Topan dan semakin mempererat cengkeramannya di pergelangan tangan Banzai. Banzai merintih kesakitan dan berusaha melepaskan tangannya.
"Kalian!"
Zimmy maju dan mengangkat dagu Banzai dengan paksa. "Kalau kamu tidak mau menuruti keinginan kami..."
Tangan Zimmy melayang menampar wajah Banzai. "Kami akan menyiksamu sekarang."
"Terserah! Aku sudah tidak peduli lagi dengan apapun..." desis Banzai. Pipinya panas tapi dia tahan.
Berikutnya Geng Juara bergantian menarik rambutnya, menamparnya, menyubitnya, memukul perutnya. Banzai belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Dia kesakitan dan tanpa sengaja bulir-bulir airmata keluar, tidak bisa ditahannya.
"Lihat. Dia nangis!" seru Sam kegirangan.
"Wahahaha... nangisan..."
"Banci..."
Woni menyiram kepala Banzai dengan sisa air di botol yang dipegangnya. "Kamu tidak mau membantuku? Dasar pelit."
Mala melihat semua ini dengan menutup mulutnya dengan tangan. Dia ingin sekali kesana dan menolong. Tapi... Tapi itu hanya akan menambah masalah Banzai.
Mereka berhenti. "Bagaimana? Kalau kamu tidak mau menuruti kami. Kami akan berikan yang lebih sakit dari ini. Mudah kok pekerjaan yang akan kami berikan ke kamu. Kamu tinggal menyetujuinya saja," tawar Zimmy lagi.
Banzai telah berhenti mengeluarkan air mata. Tidak ada gunanya menangis. Dia laki-laki, dan laki-laki harus kuat. Dengan wajah dan rambut yang acak-acakan, Banzai meludah ke depan. "Aku tidak sudi!"
Banzai merintih. Ternyata perutnya sakit sekali jika dibuat berteriak.
Geng Juara naik pitam dan mereka bersiap untuk menghajar Banzai lagi namun dihentikan oleh Sam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
JugendliteraturSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?