Kejutan (2)

475 27 13
                                    

Ano mengetuk pintu ruangan Pak Jun. Wajah guru Matematika itu spontan tersenyum saat tahu yang datang ke kantornya adalah salah satu murid kesayangannya. Meski Ano murid baru, tapi dia sudah berhasil merebut hati guru Matematika itu dengan nilai-nilainya yang selalu diatas 90.

"Kamu, Ano. Ada perlu apa?" tanya Pak Jun ramah.

"Permisi Pak. Sebelum saya membicarakan keperluan saya kepada Bapak, apakah boleh jika kedua teman saya juga masuk? Karena mereka yang lebih tahu tentang perkara ini."

Pak Jun memainkan tangannya. "Boleh boleh tentu saja." Apa sih yang tidak untuk murid kesayangan?

Ano pun memanggil Banzai dan Mala masuk.

Pak Jun mendelik lalu berlagak frustasi. "Kalian! Duh tiba-tiba saya jadi pusing lihat kalian berdua."

"Pak, mohon dengarkan kami sekali ini saja. Kami butuh banget bantuan Bapak," pinta Banzai dengan wajah memelas. Dia meraih tangan Pak Jun dan menyiumi punggung tangannya.

Pak Jun mengibas-ngibas tangannya. "Jangan begini ah!"

"Memangnya apa yang kalian perlukan dari saya?" tanya Pak Jun dengan nada mengejek. "Kalian saja tidak pernah berusaha menyenangkan saya."

"Kamu membawa bukti kecurangan besar dan pembullyan yang telah terjadi di sekolah ini Pak," kata Ano tegas.
Dia tahu bagaimana caranya memancing emosi gurunya satu ini.

Pak Jun sontak bangkit dan berteriak. "Dimana ada kecurangan?! Sini biar saya berantas!"

***

Ano mengantar Banzai dan Mala sampai ke teras rumah.

"Aah. Bukti-bukti sudah terkumpul," kata Ano lega. "Tapi aku masih belum yakin apakah rencana kita ini akan berhasil."

"Tenanglah Kawan. Yang penting kita sudah berusaha," ucap Ano.

"Iya Zai. Kamu jangan pesimis begitu," timpal Mala.

Banzai mengepalkan tangan dan mengangkat tangannya. "Yap! Mulai dari sekarang aku nggak boleh pesimis lagi!"

"Nah gitu dong."

Banzai dan Mala pun pulang diantar supir Mala.

Ano memandangi mobil itu sampai berjalan jauh. Namun tiba-tiba pandangan matanya menangkap sesuatu.

Seseorang di seberang jalan terlihat mencurigakan. Jaket hitam bertudung dan masker hitam itu menutup sebagian besar identitas orang itu. Oh! Celana abu-abu. Insting Ano mengharuskan dia untuk mendatangi orang tersebut.

Melihat gerak-gerik Ano, orang itu berlari. Benar dugaan Ano! Dia pasti seseorang dari sekolahnya.

Mereka pun saling kejar-kejaran. Orang itu tidak boleh lepas,pikir Ano. Bisa berantakan rencananya jika orang itu ada hubungannya dengan Geng Juara. Berarti selama ini mereka tahu rencana ini?

"Ha! Kutangkap Kamu!"

Setelah berhasil meraih lengan orang itu, Ano menariknya, mengangkat orang itu ke punggungnya dan membantingnya ke tanah. Salah satu jurus favoritnya. Kebetulan orang itu juga berbadan lebih kecil darinya. Ini hanya untuk melumpuhkan lawan agar tidak bisa kabur lagi, jadi dia tidak melakukannya terlalu keras.

"Siapa kamu?!" Ano bahkan sudah tidak peduli lagi jika ternyata dia salah duga. Sedangkan orang bermasker hitam itu masih mengerang di tanah.

"Tenang saja. Aku di pihakmu," kata orang itu di sela-sela erangannya. "Salah sepertinya aku mengintai kalian seperti ini, harusnya langsung saja kudatangi rumahmu."

"Apa maksudmu?"

Orang itu membuka maskernya. Ano terbelalak.

"Kamu kan..."

Fake FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang