Semua orang menyukai murid baru itu, termasuk Geng Juara. Semua orang tertarik padanya, termasuk Geng Juara. Dan itu bukan sebuah keberuntungan.
Banzai telah menceritakan banyak hal kepada Mama-nya tadi malam. Semuanya, termasuk tentang Geng Juara. Kecuali di bagian misi khusus, itu terlalu memalukan. Kriminal.
Dia sudah berusaha bersungguh-sungguh dan serius dalam bercerita, tapi Nyonya Lucky seperti tidak percaya bahwa Zimmy adalah salah satu tokoh utama di cerita yang dikatakan oleh anaknya ini. Dia malah berprasangka bahwa Banzai-lah yang memulai duluan, mencari gara-gara duluan, karena ini pertama kali bagi anaknya berinteraksi dengan teman-teman yang banyak. Mungkin saja Banzai yang belum bisa beradaptasi, pikirnya.
"Mama pernah bertemu dengannya. Dia anak yang manis. Sikapnya juga sopan sekali. Masa sih dia berbuat seperti itu?"
Wajah Nyonya Lucky menyiratkan keheranan tingkat tinggi. Banzai tidak terima dengan hal ini. Dia berharap setelah bercerita Mama-nya akan membelanya. Tapi ternyata tidak. Dia harus dikecawakan lagi dan lagi.
"Mama juga kenal dengan ayahnya. Dia donatur terbesar dan terloyal di sekolahmu. Dia orang yang sukses, Zai. Mana mungkin anaknya menjadi anak yang nakal," lanjut Nyonya Lucky masih membela Zimmy. Semua orang membela anak itu. Banzai kesal sekali sekarang. Namun dia memilih tidur saja daripada panjang lebar berdebat dengan Mamanya.
Esok harinya, di sekolah mood-nya setengah baik karena orangtuanya pulang. Setengah buruk karena tanggapan Mama tadi malam yang tidak memuaskan. Sebelumnya Banzai berekpetasi bahwa Mamanya akan ke sekolah, melabrak Geng Juara atau minimal lapor ke guru. Tapi... Ah sudahlah. Mala di sebelahnya menyikutnya. Banzai memang langganan tidak memperhatikan pelajaran dengan seksama. Dia lebih senang melihat sarang burung di atas pohon sana. Sarang burung berbentuk rumah-rumahan itu tampak nyaman sekali ditempati oleh burung-burung liar itu. Mereka keluar-masuk dari sana sesering yang mereka mau.
"Ada murid baru," bisik Mala.
Di depan sana seorang siswa yang pakaiannya rapi--sama dengan semua murid yang ada di sekolah ini kecuali Banzai--sedang memperkenalkan dirinya dengan singkat lalu langsung duduk di bangku tengah yang kebetulan kosong karena yang biasa duduk disana sedang izin tidak masuk. Tidak ada yang berbisik, bersahut-sahutan menggoda murid baru, apalagi bertepuk tangan di kelas ini. Flat saja. Murid-murid disini memang punya prinsip bahwa mereka tidak boleh tampil overload di depan guru. Harus jaga image (jaim) dan jadi anak baik-baik yang tidak ramai. Tapi lihat saja nanti saat istirahat, mereka akan langsung ribut sekali seperti tawon yang kebingungan mencari sarangnya. Menghampiri murid baru dan menggodanya. Sama seperti yang dialami Banzai dulu. Seperti seleksi alam otomatis. Mereka akan dapat langsung melihat bagaimana reaksi murid baru tersebut. Apakah dia anak yang gaul. Playboy. Alay. Murid teladan. Kutu buku. Penakut. Sombong. Dan atau berbagai macam jenis anak sekolah lainnya.
Kalau Banzai dulu, anak yang penakut. Sekarang dia sampah sekolah yang tidak pernah taat aturan. Namun sebenarnya dia belum pernah menyakiti siapapun. Pengecualian untuk misi khusus beberapa hari lalu ya.
Bel berbunyi, guru keluar kelas. Sudah diduga, semuanya mengerubungi murid baru tersebut kecuali Banzai dan Mala.
Murid itu masih memasukkan buku dan alat tulisnya dengan tenang ketika murid-murid disini mulai mengerubunginya. Rambutnya berponi ke samping, dan tampilannya sebelas dua belas dengan Wino. Pantas saja jika para cewek ratu gosip di kelas ini adalah yang mengambil giliran pertama untuk berkenalan.
"Beruntung sekali ya kelas kita... kedatangan cowok tampan lagi. Sudah ada Wino. Ada Sam. Eh, sekarang ada... siapa namamu?" Suara Si Ratu Gosip cetar membahana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?