v

66.4K 5.7K 298
                                    

Kim Taeri

"Kim Taeri, kau belum juga ke ruangan sajangnim? Whoa, kalau kau memang ingin dipecat olehnya, aku tak masalah. Tapi tolong jangan membuatku kesusahan. Aku lelah sekali harus terus-terusan disuruh memanggilmu!" cerocos Ciara menatapku dengan kesal. Matanya memincing dengan ekspresi menggerutu.

Aku tak menyalahkan dirinya. Kalau aku jadi dia pasti akan kesal sekali juga. Tapi memang pada dasarnya aku tak menyukainya. Entahlah, dia dan diriku sangat tidak cocok. Bertentangan. "Ehm," jawabku seadanya.

Melihat reaksiku, Ciara tentu semakin kesal. Mulutnya terbuka tak percaya dengan reaksiku. Aku akhirnya memutuskan untuk tersenyum terpaksa. Setidaknya mengenyahkan wanita itu dari sini dan berhenti mengoceh kalau Seokjin memanggilku.

Seharian penuh aku benar-benar menyibukan diri dengan gila-gilaan. Aku menghindari keadaan di mana akan bertemu dengan boss-ku yang tampan tapi brengsek itu. Tapi tentu saja dia berusaha untuk memanggilku berkali-kali. Bukan aku tidak tahu bahwa dia juga berusaha menemuiku, tapi aku sudah mengatakan berkali-kali jika ingin menjalani hubungan denganku, jangan sampai mengganggu pekerjaan. Pegawai kantor belum ada yang tahu tentang hubungan kami. Mungkin juga karna memang baru satu bulan berjalan. Lagipula akan sangat canggung ketika orang tahu pegawai yang baru bekerja selama tiga bulan sudah berkencan dengan atasannya sendiri selama sebulan.

"Taeri, memang ada apa sih, Seokjin-nim memanggil mu terus?" tanya Eunbyul dari meja tempatnya bekerja yang berada tepat di sampingku. Bisa dibilang dia adalah teman dekatku sekalipun kita baru mengenal. Karna pada dasarnya aku tidak bisa cepat akrab dengan orang lain.

Aku menoleh dan hanya mengedikan bahu pura-pura tidak tahu. Aku perlu mengakhiri semua ini tanpa orang-orang tahu. Jika sampai tersebar pasti akan jadi buah bibir padahal jelas sekarang aku sudah tak peduli padanya.

Mungkin.

"Apa mungkin kau mau dipecat? Apa kau melakukan kesalahan atau penggelapan uang?" tanya Eunbyul begitu antusias dan mengebu-ngebu.

"Apa yang kau bicarakan? Kau kira aku penjahat?" protesku tak habis pikir bahwa Eunbyul bisa berkata seperti itu.

Eunbyul hanya menyengir lebar tanpa dosa. Kalau saja orang itu bukan Eunbyul, aku pasti sudah menyerangnya habis-habisan. Tapi untuk gadis ini, aku tahu jelas bagaimana dia. Dan juga dalam dirinya ada sesuatu yang membuat orang sulit sekali marah atau membencinya. "Maafkan aku. Kalau begitu nanti aku traktir ice cream." katanya karna merasa bersalah.

"Kau kira aku anak kecil yang akan luluh dengan itu?"

"Aku tambah coklat!" bujuk Eunbyul masih tak menyerah dan malahan memberi penawaran lain.

Aku mendengus sambil memutar bola mata. "Tidak! Tidak perlu. Aku tak suka coklat. Pahit."

"Maksudku white chocolate. Kau menyukainya kan? Tambahan seaweed! Dan banana milk!"

Aku memandang Eunbyul kehabisan kata. Dia masih saja tersenyum penuh percaya diri. Dia benar-benar menyogokku dengan makanan-makanan itu. "Kau kira aku akan luluh dengan makanan itu? Baiklah kalau begitu. Aku luluh."

Aku menyerah. Itu penawaran paling menggiurkan yang pernah ditawarkan padaku. Lemah sekali.

Eunbyul tertawa penuh kemenangan sambil mengepalkan tangan ke udara, girang. Bersemangat seperti biasa. Dia ini benar-benar lucu dan memberikan energi positif untukku. Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Setidaknya pikiranku tentang Kim Seokjin teralihkan.

Jinx adalah hal yang kadang dinantikan namun juga sering sekali tak diharapkan ketika nyaris mendekati seperti kesialan. Aku sedang mengalami jinx dalam keadaan kedua. Membicarakan Kim Seokjin dan bersyukur sejenak bagaimana dapat mengalihkan pikiran dari pria itu, namun sekarang dia sudah berdiri di depanku.

STEP LOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang