xxi

48K 4.4K 302
                                    

Jungkook kira setelah dia dan Taeri bersama semuanya akan semakin baik. Hari-hari membahagiakan terbayang di kepala. Senyuman merekah. Mungkin kalau dijabarkan akan ada visualisasi bunga atau kerlap-kerlip yang mengelilingi Jungkook. Tinggal bersama dengan Taeri dan saling bermanja-manja. Indah sekali. Jungkook ingin terus-menerus berdekatan seperti lem kalau perlu. Tapi kenyataannya bahkan belum genap satu hari, dia ingin berteriak mengamuk. Memukul-mukul bantal dan menendang selimut dengan sembarang. Apanya bahagia? Semuanya terasa semakin sulit. Taeri jelas-jelas semakin menghindarinya. Ketika berpapasan dan Jungkook memberikan senyuman termanis -sedikit menggoda- untuk kekasih barunya itu, yang dia dapatkan hanya wajah datar dan membuang muka. Jungkook sukses melongo. Berpikiran bahwa Taeri tak melihat. Tapi kenyataannya itu terluang berkali-kali. Bahkan baru dia ingin mendekat hanya sekadar mengambil makanan atau duduk di depan tv bersama, Taeri sudah bangkit pergi. Menghilang begitu saja. Tersisa Jungkook yang mencak-mencak karena Taeri sekarang mengendap di kamar.

Hilang sudah semua bayangan manis yang ada di kepala.

Pukul sepuluh malam. Biasanya dia akan bermain game dengan tekun sambil bersorak ataupun mengeluh-tergantung hasil yang didapatkan. Terjaga sampai pagi. Tapi kali ini tak peduli sama sekali dengan game atau apapun itu. Tak berminat. Seketika permainan yang selama ini dia agung-agungkan menjadi tak menarik sama sekali. Pun satu-satunya yang dia pikirkan adalah adegan bermanja bersama Taeri layaknya kekasih. Maka dia memutuskan untuk keluar kamar. Berdiri di depan pintu kamar Taeri sambil berdeham memegang tenggorokannya-berlatih. Entah untuk apa.

Sebelum masuk mempersiapkan kalimat apa yang harus dilontarkan dan bersikap seperti apa agar terlihat keren. Dia harus membuat Taeri terpesona.

'Halo sayang. Jadi kau mengabaikan aku?'

Tidak. Berlebihan. Terlalu sok keren.

'Noona, kenapa kau menghindariku sih?'

Tidak. Terlalu kekanakan.

'Kim Taeri. Kau tahu aku bisa gila kalau seperti ini? Aku merindukanmu.'

Sungguh, itu menggelikan.

"Jungkook, sedang apa?"

Suara itu membuyarkan lamunan Jungkook. Matanya membulat dengan bibir terbuka seperti anak kecil melirik ke samping menemukan Ibunya yang memandang aneh. Jungkook tak tahu harus mengatakan apa karena jelas sekarang dia berdiri di kamar Taeri. Pintu berwarna putih tulang dengan aksen merah muda.

"Kenapa kau di depan kamar Taeri dan kenapa juga kau menggeleng-geleng dan berbicara sendiri seperti itu?" tanya Ibunya lagi.

Sial! Sial! Pria dalam batin Jungkooks edang berguling-guling di lantai merutuki dirinya. Kebodohan dan kekonyolan paska cinta terbalas. Menggelikan. Dilihat Ibunya saja sudah malu, bayangkan bagaimana jika Taeir melihatnya. Mungkin dia tak akan sanggup bertemu Taeri lagi. Tujuannya adalah menjadi kekasih yang berwibawa, dewasa-keren.

Tapi yang terpenting saat ini adalah alasan mengapa dia berdiri di kamar Taeri.

"Ah Ibu tahu. Kau mengkhawatirkan kakakmu itu kan?" tebak Ibunya.

Harusnya Jungkook lega mendengar itu, tapi fokusnya pada hal lain. Kedua keningnya berkerut dengan alis menukik bingung. "Memangnya apa yang terjadi dengan noona?"

"Sakit. Dia kehujanan kan? Sekarang bukan hanya flu tetapi juga demam," jawab Nyonya Jeon yang menyadarkan Jungkook bahwa Ibunya itu membawa nampan berisi makanan.

"Apakah itu untuk noona?"

Nyonya Jeon mengangguk. Bisa ditebak hal yang selanjutnya terjadi, Jungkook menawarkan diri untuk mengantar. Melupakan semua latihan yang tadi ada di dalam kepala karena rasa khawatir yang menguasai. Tepat setelah dia membuka pintu, matanya menangkap sosok Taeri yang meringkuk dengan selimut membalut. Memeluk kedua lutut di dalam selimut sambil menonton acara tv. Mata sembab dan ujung hidung merah. Kacau sekali.

"Jungkook?"

"Ya, ini aku. Jungkook." dengus Jungkook sambil mendekat. Meletakan makanan di nakas. "Noona kenapa tak mengatakan padaku kalau sakit sih?"

"Tidak mau membuatmu khawatir."

Jungkook ingin marah tetapi dijawab seperti itu rasanya kegirangan sendiri. Demi imagenya, dia harus menahan senyum. Terlihat dewasa dan mengayomi. Mengusap kepala Taeri. "Makan dulu ayo. Aku suapi setelah itu minum obatnya."

Taeri menggeleng. "Tidak perlu. Bisa sendiri."

"Tahu kok. Aku bisa lihat noona masih punya tangan. Tapi aku maunya menyuapi. Hitung-hitung membayar bagaimana kau menghindariku." Jungkook melupakan segala latihan sebelum masuk ke dalam. Tak peduli terlihat seperti anak kecil sekalian. Dia ingin Taeri. Ingin bersama.

Taeri tersenyum merasa bersalah. Jemarinya menyentuh pipi Jungkook lembut. "Aku juga, sumpah. Tetapi kita harus hati-hati, Jeon. Aku melakukan ini karena tidak ingin berpisah denganmu."

Jungkook wajahnya langsung memerah. Bagaimana ya? Ini adalah Taeri yang sama dengan yang beberapa hari lalu menyangkal perasaannya dan menolak Jungkook. Sekarang jelas-jelas malah ingin terus-terusan bersamanya. Jungkook bisa mati bahagia. Tapi dia tentu mengingatkan dirinya untuk tetap tenang. Terlihat dewasa. Jangan konyol setidaknya.

"Padahal karena sekarang kau kekasihku, aku ingin menghabiskan waktu denganmu, noona."

"Tunggu-" Taeri terdiam sesaat menggantung kalimatnya. Keningnya berkerut bingung atau seperti memikirkan sesuatu. Jungkook merasa akan adahal tidak baik yang akan dia dengar. Dia tak suka itu.

"Kekasih?" ujar Taeri mengulang salah satu kata padakalimat Jungkook dengan wajah yang membuat Jungkook langsung lemas.

"Noona, serius-kau kemarin mengatakan-" Kali ini Jungkook yang menggantung kalimatnya tapi karena kehabisan kata. Tak tahu harus mengatakan apa. "Jangan bilang kau membatalkan semua ucapanmu. Menariknya kembali. Atau pura-pura lupa? Kau sadar sepenuhnya! Aku tidak terima sama sekali apapun alasanmu. Tidak bisa dihilangkan bahwa kenyataannya kau sekarang milikku!" cecar Jungkook dengan mencak-mencak. Matanya membulat dengan bibir terbuka sampai mengerujut ketika berbicara. Mengebu-ngebu tak mau kalah seperti itu adalah pertarungan hidup dan mati.

Maka Taeri dibuat diam-bungkam total. Tak percaya bahwa Jungkook akan seperti itu. Mengagetkan. Dan Taeri berakhir dengan tertawa. "Bukan seperti itu. Tentu aku ingat dan tak akan menariknya. Hanya saja kekasih, aku merasa aneh."

"Karena kita kakak adik? Kita bukan sedarah."

Taeri mengangguk. "Ya itu benar. Orang lain juga mungkin berpikiran ini mudah. Tapi ketika mengalaminya ini semua tak semudah itu. Begitu rumit. Tidakah kau menyadarinya, Kook? Bagaimanapun kita ini

-keluarga."

Dan Jungkook terdiam. Mengerti jelas maksud Taeri. Memandnag gadis di depannya yang juga sedang tekun menelusup dalam galaksi yang ada pada irisnya. Ini sulit. "Aku tahutapi-aku tak mau melepaskan noona. Bolehkan aku egois?"

Taeri tersenyum sendu. "Akupun. Aku bahkan mengatakan kau untuk membawaku lari."Lalu Taeri menggeser posisinya dan memeluk Jungkook. Membiarkan selimut yang dia pakai terjatuh kebawah. Tak peduli dingin yang dia rasa. "Kekasih atau apapun itu aku tak masalah. Yang terpenting adalah kita bersama. Maka setidaknya kita harus berhati-hati dulu."

Dan Jungkook memeluk balik. Mengusap pinggang Taeri. Dan Taeri memberi kecupan pada bibir Jungkook. Ciuman yang dalam tanpa menuntut dilakukan terlebih dahulu oleh Taeri dengan mata terpejam. Cantik. Jungkook suka itu. Maka dia juga memejamkan matanya dan membalas ciuman itu. Menyampaikan rasa sayang mereka melalui ciuman hangat dan lembut. Rasa cinta dan keegoisan mereka.

"Noona, kau sengaja menularkannya padaku ya melalui ciuman?" goda Jungkook ketika ciuman mereka berakhir.

Mata Taeri membulat tak terima namun kekehan tetap mengalun. Merdu untuk Jungkook. Taeri memukul dada bidang Jungkook yang langsung ditangkup dan kembali dipeluk.

"Bercanda. Lagipula aku tak masalah kalau ditularkan. Aku senang kok kalau noona sembuh. Jadi ayo berciuman lagi!"

"JEON JUNGKOOK!!"

Dan mereka menghabiskan malam bersama mengendap-endap saling berpelukan sambil menonton film. Tipikal kencan yang sederhana dan manis. Mengabaikan panggilan masuk dari Seokjin berkali-kali dari ponsel Taeri. Ataupun panggilan Subin di ponsel Jungkook.

[]

STEP LOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang