ix

79.8K 5.4K 800
                                    

Kim Taeri

Menurutku, sendirian itu bukan sesuatu yang buruk. Malahan, aku menemukan kenyamanan dalam kesendirian. Lain lagi dengan kesepian. Itu menakutkan. Tanpa aku sadari, perlahan menggerogoti sampai hanya kosong dan merasa kehilangan tanpa tahu apa yang pernah pergi. Dan kehadiran Jungkookmengusir semua perasaan kesepian yang bahkan sebelumnya tak pernah aku sadari. Dia menyajikan perasaan frustasi, khawatir, kesal dan bingung dikemas begitu unik. Mungkin aku bisa bisa menyebutnya

—manis?

Malam itu, di kereta yang berjalan pada jalur rel, di dalam kamar mandi dengan jantung berdebar seakan ingin meledak—sebuah ciuman lembut mendarat di keningku. Mengejutkan. Membuat bungkam. Aku masih merasakan debaran, namun kali ini temponya berbeda dengan sebelumnya. Lebih teratur namun dengan dentuman lebih keras. Terlebih ketika dia tersenyum, mengulurkan tangannya. Mengatakan bahwa dia ingin menjagaku.

Saat itu aku sadar bahwa seharusnya tidak berjalan seperti itu. Apalagi ketika mendengar Jungkook mengatakan akan menjadi adik yang baik. Harusnya aku senang karna itu adalah harapku selama ini. Namun kenyataannya aku merasa sedikit kecewa.

Ada apa dengan diriku?

Pagi harinya, kami sampai di stasiun kereta. Ayah dan Ibu yang sudah sampai terlebih dahulu di desa tempat nenek tinggal,menjemput kami. Jungkook dan keluarganya dulu memang cukup lama menetap di Busan, tapi pada akhirnya Nenek Jeon memutuskan untuk kembali ke Jeongeup. Katanya, suasana di sana lebih tenang dan indah. Tidak seperti Busan yang sudah kota besar. Itupun terbukti ketika kami sampai. Aku bahkan sampai melototmelihat betapa indahnya. Merentangkan kedua tangan lebar-lebar menggeliat sambil menarik napas udara segar dan bersih itu dalam-dalam.

Dan saat itu Jungkook kembali lagi mengacak-acak perasaanku ketika jemarinya mengacak rambutku lembut.Dia tertawa memamerkan deretan giginya. Matanya menyipit menunjukan kerutan antara mata dan pipi. "Lucu sekali sih kakakku. Nanti aku ajak berkeliling berdua ya noona."

Entah mana yang lebih mengacak perasaanku ; Perlakuannya atau ucapannya—berdua.

Rasanya sangat lega karna Nenek Jeon benar-benar senang dengan kedatanganku. Dia memperlakukanku sangat baik dan manis seperti cucunya sendiri. Tapi yang paling membuatku tertarik bagaimana Nenek Jeon memperlakukan Jungkook seperti bayi. Dan betapa menggemaskannya Jungkook.

Ini memang aneh, tapi aku jadi merasa datang bukan sebagai anak dari menantu Nenek Jeon, tetapi menjadi calon dari cucunya. Karna Jungkook selalu saja memperhatikanku, mengajak berbicara, menjaga dan membantu dalam segala hal. Aku tahu aku adalah tamu, tapi sungguh dia manis sekali. Aku jadi goyah sendiri karna itu.

Tapi aku ingat ucapannya. Ini pasti adalah janjinya untuk menjadi adik yang baik.

Setelah makan dan beristirahat karna kelelahan, sore harinya aku keluar dari kamar. Rumah Nenek Jeon ini bisa dibilang cukup besar –tentu saja melihat anaknya saja kaya raya– dengan gaya tradisional. Lantai kayu dan pintu geser masih jadi salah satu yang utama. Aku suka sekali desainnya. Rasanya ini benar-benar liburan yang berharga.

Aku dan Nenek duduk di halaman yang mengarah ke taman dengan kolam ikan di depannya—asri sekali. Kami berbincang banyak hal, salah-satunya tentu tentang Seokjin. Begitu saja, nenek menanyakan tentang percintaanku dan wajahku langsung memerah. Saat itu kebetulan Seokjin mengirimiku pesan di tengah kesibukan kantornya. Bertanya dengan begitu perhatian apakah aku sudah sampai atau belum. Juga mengingatkan untuk makan dan beristirahat.

Jungkook melewati pintu terbuka di mana aku dan nenek sedang duduk di halaman depannya. Dari langkah terburu-buru ingin kembali ke kamar karna baru saja selesai mandi, langkahnya berhenti. Memanggil kami berdua dengan suaranya yang renyah itu. Aku dan Nenek menoleh.

STEP LOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang