xxvi

45.4K 4.1K 489
                                    

Suasana siang itu terasa begitu menakutkan. Kesunyian mencekam dengan tatapan seakan menelanjangi dengan norma dan moral. Ruang tengah keluarga Jeon berubah menjadi layaknya pertemuan meja hijau.Membatalkan seluruh aktivitas yang harusnya dijalani hari ini. Tuan Jeon itu bukan orang yang kasar ataupun pemarah. Dia tegas, bijaksana dan pengertian. Jika mengingatbagaimana sikapnya pada Jungkook yang kabur dari rumah ketika Ibu kandungnya datang, menggambarkan jelas bagaimana Tuan Jeon menanggapi sesuatu. Dia ingin menjadi sosok Ayah yang dihormati, dicintai dan dihargai, bukan ditakuti. Tapi kali ini satu tamparan melayang di wajah Jungkook. Begitu keras.

Taeri dan Nyonya Jeon terkesiap. Taeri sampai terpekik kaget karena tamparan itu membuat oleng posisi Jungkook yang untungnya berada di sofa. Dengan tangan gemetar, Taeri membantu Jungkook bangun. Tak peduli kedua orang tuanya sedang menyaksikan hal itu dan dia malah melakukan kontak fisik dengan Jungkook. Melihat bagaimana Jungkook begitu terkejut dan terpukul membuat hati Taeri sakit. Jungkook terlihat terluka sekali dengan perlakuan ayahnya. Pertama kali dia diperlakukan seperti itu. Tapi di sisi lain dia juga mengerti kalau hal itu pantas ia dapatkan.

"Jung..." lirih Taeri pelan berusaha menahan tangis karena jelas mata Jungkook sudah berkaca-kaca.

Jungkook menoleh. Memaksakan diri tersenyum padahal matanya begitu sendu. Menggenggam tangan Taeri dan mengusapnya dengan lembut. "Stsss it's ok. Aku tidak apa-apa noona."

Nyonya Jeon menyaksikan hal itu. Terdiam seketika bertanya-tanya –meragukan– apa yang sedang mereka lakukan sekarang. Sejauh mana hubungan mereka. Sebatas gairah yang minta disalurkan atau lebih dari itu.

"Jungkook, ayah sangat marah atas apa yang terjadi. Tidakah kau menggunakan otakmu? Kau masih waraskan? Kau meniduri kakakmu sendiri!" betak Tuan Jeon.

"Tapi kami bukan saudara kandung, ayah! Kami tidak sedarah." Ujar Jungkook berusaha membela diri.

Plak!

Satu tamparan kembali melayang.

"Tapi kita keluarga! Kita satu keluarga sekarang! Dia adalah kakakmu sekarang!" Tuan Jeon itu memiliki rasa kekeluargaan yang besar. Ikatan keluarga menurutnya adalah sesuatu yang cukup sakral sekalipun bukan sedarah tetapi ketika telah bersama, tak ada istilah kandung ataupun tiri.

Tuan Jeon menoleh pada Taeri. Menghela napas begitu berat. "Kau ini sekarang anak Ayah, Taeri. Bagaimana kau bisa melakukan ini? Bukankah sebagai kakak seharusnya kau mengajari adikmu? Menuntunnya? Bukan malah membiarkan dia naik ke atas tubuhmu." Ini pertama kalinya Tuan Jeon berkata seperti itu. Tidak dengan nada tinggi namun mematikan. Membuat Taeri bungkam dan sadar kalau dia memang salah.

"Maaf... Maafkan aku..." Taeri sudah menangis sekarang. Alasan air matanya tumpah adalah ketika melihat Ibunya yang sedari tadi duduk terdiam mualai menangis. Tapi berusaha memalingkan muka dan menahan tangisnya agar tidak terlihat. Taeri merasa sangat bersalah karena membuat Ibunya begitu kecewa. Menghancurkan kebahagiaan Ibunya.

Jungkook menatap Taeri yang menangis. Hatinya terluka karena itu. Dia merasa tidak bisa diam saja. Menggenggam tangan Taeri begitu erat. "Ini bukan salah, noona! Ini salahku! Aku yang memaksanya sejak awal untuk melakukan ini semua."

Taeri terkesiap. "T-tidak. Aku juga ikut andil. Aku membiarkan semuanya berjalan. Karena aku juga menginginkannya."

Adegan saling membela sedikitnya membuat kedua orang tua itu tertegun. Merasakan kalau kedua anak mereka bukan sekadar rasa menginginkan sesaat. Tapi tetap saja itu adalah sebuah kesalahan dan ketika masih berada dalam tahap awal, mereka perlu melakukan sesuatu. Tuan Jeon menggeleng frustasi. "Kalian tidak bisa bersama. Kalian tidak boleh berdekatan."

STEP LOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang