xxix

53.9K 4.3K 425
                                    

"Jadi mau mengambil cuti lagi untuk menghabiskan waktu saling menghujani cinta dengan sang kekasih?" goda Seokjin yang berada di jok pengemudi.

Taeri memutar matanya tanpa bisa menyembunyikan senyumnya. Kalau tentang Jungkook, sudut bibirnya dipastikan tertarik ke atas. Matanya berusaha terlihat tenang namun nyatanya terlihat sekali berbinar-binar. Pun satu pukulan melayang pelan di bahu Jin. Kebiasaan seorang Kim Taeri ketika menutupi rasa malunya selain dengan menyelipkan helai rambut ke belakang telinga. "Bilang saja kau yang sengaja ingin memberikan cuti seolah boss dan teman yang baik, padahal kenyataannya setelah itu kau akan membebankan segalanya padaku lalu-kau dan Seulbi puas berkencan."

Tawa Jin meledak. Benar telak. Mereka berdua itu memang sama-sama saling mengerti. Jin yang penuh ide muslihat dan Taeri yang dapat menebak dengan akurat-karena sebenarnya dia juga persis seperti Jin.

"Jadi bagaimana hubunganmu dengan Seulbi?" tanya Taeri namun bukan sekadar basa-basi. Sungguh Taeri peduli tentang itu. Kebahagiaan Jin adalah salah satu yang dia inginkan. Karena untuk Taeri, Jin tetap bukan seseorang yang tidak ada artinya. Perasaannya pada Jin sulit dideskribsikan. Platonic. Dan yang terpenting tentunya karena dia merasa dalam posisi yang sama.

Seokjin tersenyum manis dan melirik Taeri dengan tatapan lembutnya itu. "Semakin membaik. Belum terang-terangan menyetujui tapi terlihat mereka mulai menerima karena aku tetap memperjuangkan. Mungkin mereka luluh? Setidaknya mereka tak melarang. Hanya diam dan membiarkan. Mengetahui kalau aku bersama Seulbi," jelas Seokjin.

Ada rasa lega yang Taeri rasakan ketika mendengar itu. Persis seperti yang dia pikirkan sebelumnya. Mereka sama. Pun sepertinya dia dan Jungkook juga begitu. Tidak mungkin orang tua mereka berdua tak tahu bahwa alasan Jungkook bertahan di Korea adalah karena dirinya. Juga kepergiannya untuk bertemu Jungkook walaupun jarang sekali. Mereka pasti mengetahuinya dan memilih diam membiarkan. Mungkin memang benar seperti kata Seokjin, mereka luluh. Setidaknya Taeri berharap begitu.

Mobil berhenti tepat di depan rumah Taeri. Rumah mereka berdua tidak begitu jauh sehingga pulang bersama adalah hal yang dimaklumkan. Sekalipun orang-orang yang di kantir kebingungan karena rumor Taeri dan Seokjin telah putus sudah tersebar. Seperti biasa Taeri maupun Seokjin hanya diam saja tak mau mengambil pusing atau menjelaskan panjang lebar. Mereka berdua juga tetap berhubungan baik. "Mau masuk?" tawar Taeri.

Seokjin hanya menggeleng dengan wajah kelelahan karena baru saja pulang kerja. "Aku hanya mengantarkan kekasih adik kesayanganku karena dia menitipkannya. Aku harus istirahat."

"Kekasih adik kesayangamu? Bukan mantan kekasih kesayangan?" goda Taeri.

Jin mendengus. "Jangan mulai. Aku tidak masalah dengan itu tapi sesudahnya Jungkook akan menjadikanku bulan-bulanan. Anak kecil itu berbahaya. Dia kuat sekali," ujar Jin dengan mengebu-ngebu dan raut dilebih-lebihkan. Walaupun kenyataannya Jungkook memang sekuat itu.

"Ya dan aku juga tidak siap harus berhadapan dengan Seulbi untuk kedua kalinya," sarkas Taeri.

"Kim Taeri..."

"Aye! Aye! Seokjin sajangnim!" Taeri segera mengangkat kedua tangannya menunjukan pose menyerah dan diikuti tawa mereka berdua.

Percakapan itu akhirnya berakhir dengan senyuman di wajah Taeri. Melangkah masuk ke dalam rumah ketika matahari sudah tenggelam. Taeri harus berterima kasih pada Seokjin dan Eunbyul, bisa dibilang kedua orang itu sangat berjasa terhadap hubungannya dengan Jungkook. Bahkan bukan itu saja tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Menghadapi masalah yang ada.

Tepat ketika langkah Taeri masuk ke ruang tengah di mana biasa dipakai untuk menonton televisi-berkumpul bersama-dia langsung membeku seketika. Mata bulatnya semakin membesar dan bibir mungil yang penuh itu terbuka sedikit karena terkejut pasalnya sosok Jeon Jungkook yang selalu dia cintai dan damba sekarang dudukmanis di sana. Menatap dia dengan wajah sama terkejutnya.

Pertemuan Taeri dan Jungkook bisa dibilang kelewat jarang. Sangat malah. Jarak membuat segalanya sulit karena waktu membuat acak pada temu yang diharap. Walaupun begitu mereka tetap baik-baik saja karena pada akhirnya percaya terhadap segala rencana yang telah disusun. Jungkook pindah ke fakultas dekat rumahnya, menyelesaikan pendidikan dan mengambil magang di tempat Seokjin. Lalu setelahnya akan bekerja agar bisa hidup bersama Taeri.

"J-jungkook... Bagaimana kau bisa di sini?" tanya Taeri tergagap dan salah tingkah sendiri. Dia senang tetapi di sisi lain juga khawatir pasalnya jelas orang tua mereka belum benar-benar menyetujui hubungannya. Takut sekali tiba-tiba Jungkook benar-benar harus dipisahkan.

"Ayah menyuruhnya," jawab Nyonya Jeon yang memasuki ruang tengah sambil membawa kue-kue kecil. "Ayo sini Taeri, Jungkook datang dan kau tak menyambutnya? Oke, bagaimanapun kita tetap keluarga kan?"

Ibunya benar. Taeri sadar akan hal itu. Keberadaan Jungkook bukanlah hal besar. Tak salah seorang anak datang menemui orang tuanya. Ayahnya pasti sangat rindu pada anak kandungnya itu. Anak satu-satunya yang begitu dia sayangi. Taeri jadi merasa bersalah merasa bahwa telah menjauhi Ayah dan anak itu. Tapi di sisi lain sebenarnya Taeri sendiri membuat keadaan ikatan keluarga itu membaik, khususnya Jungkook dan ibunya.

Pun Taeri buru-buru duduk dengan kikuk. Melirik tempat kosong di samping Jungkook yang seakan memanggil-manggil dirinya. Tapi Taeri tidak bisa melakukan itu. Maka dia duduk di samping sang Ibu yang setidaknya bersebrangan dengan Jungkook. Senyuman Jungkook dan tatapan lembut penuh kerinduan dilayangkan untuk kekasih tercintanya-Kim Taeri. Saling tatap dalam hening. Berpelukan dalam pandangan. Melepas kerinduan dalam senyuman.

Tapi semua itu harus segera dihentikan. Saling membuang muka dengan panik ketika Tuan Jeon masuk. Hal itu malah membuat sang Ibu harus menahan tawanya. Sang Ayah duduk tepat di samping Jungkook yang harus menarik napas karena panik. Padahal itu adalah Ayahnya sendiri namun sekarang terasa seperti menemui calon mertua.

"Ayah sudah meminta Jungkook kembali ke rumah. Melanjutkan kuliah di sini dan hidup seperti biasanya," jelas Tuan Jeon mengawali namun tepat langsung ke pokok pembicaraan. Jelas sekali mengutarakan itu untuk Taeri.

Taeri terkejut sekaligus senang. Rasanya dia ingin bersorak saat ini. Tapi berusaha menahan diri. Dan di lain pihak,bertanya-tanya kenapa harus mengatakan padanya.

"Tapi Jungkook menolak," sambung Tuan Jeon yang membuat Taeri termangu. Membeku.

"Seperti yang aku katakan tentang rencanaku, noona. Tolong mengerti," ujar Jungkook langsung angkat bicara. Tidak mau ada salah paham.

Pun itu membuat Taeri terdiam. Berpikir. Mengingat bagaimana Jungkook percaya diri menceritakan rencana hidupnya. Percaya diri dengan kemampuannya. Dan Taeri bangga dengan hal itu. Tidak mau menghancurkan Jungkook yang terlihat kuat dan bahagia. Maka Taeri menghela napas lalu tersenyum lembut. Mengangguk. "Aku mengerti. Aku pikir Ayah harus mengerti juga atas keputusan Jungkook."

"Karena alasan itu juga Ayah memanggil Jungkook ke sini."

Kening Taeri berkerut bingung.

"Ayah merasa akan egois kalau memaksakan kebahagiaan kami tanpa memikirkan kalian. Double standart. Kalian bahkan tidak sedarah. Ayah tidak sanggup merenggut kebahagiaan Jungkook lagi. Dan juga kau, anak Ayah, Taeri. Mungkin kau sudah sadar bahwa ayah mulai melonggar akhir-akhir ini. Ayah memerhatikan kalian diam-diam sebenarnya. Dan ya, lebih banyak hal positif dari pada negatif yang Ayah temukan. Jungkook lebih dewasa dan Ayah melihat kepribadian ayah padanya. Begitu juga kau yang terlihat lebih bahagia dan terbuka.

Mungkin memang harusnya Ayah merestui kalian. Selama kalian bahagia dan saling menjaga da menyayangi. Itu tak masalah."

Begitu saja, air mata Taeri langsung tumpah. Bahagia sekali. Sang Ibu langsung memeluk Taeri. Dan mustahil kalau si sentimental Jungkook tak menangis juga sekalipun dia selalu berusaha terlihat cool. Berusaha menutupi tangisnya tetapi gagal. Ayahnya tertawa dan mengusak rambut Jungkook.

"Jungkookie jangan sakiti Taeri ya?"

Jungkook mengelap hidunya yang memeraj. Lalu mengangguk pasti. "Iya pasti, Ayah!"

[]

STEP LOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang