xx

47.6K 4.5K 234
                                    

"Noona bangun juga akhirnya," ujar Jungkook lembut dengan suara serak sehabis bangun tidur. Matanya masih mengatup sayu meminta sekali untuk kembali terpejam. Menghabiskan hari libur meringkuk di kasur-dalam selimut. Tapi kehadiran Taeri di pelukannya mematahkan segala hal yang diyakini selama ini menjadi sebuah surga. Memandang wajah Taeri yang sedang terpejam -ataupun tidak- sambil memeluk sekalipun dia jadi tidak bisa bergerak dan lengannya terasa sakit-itu adalah surga lain untuk Jungkook saat ini.

Taeri sedikit terkesiap namun dengan cepat semua memori otaknya terkumpul mengingat apa yang terjadi semalam. Dengan tubuh kehujanan datang menemui Jungkook dan mengatakan perasaannya. Gila dan nekat. Tapi mengingat itu membuat sudut bibirnya tertarik ke atas. Tidak pernah sebelumnya paginya terasa sebegini indahnya. Tak menjawab apa-apa, malahan memeluk dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jungkook. Wajahnya mengusak di sana dengan nyaman sambil menghirup aroma khas maskulin dan cologne baby yang tercampur. Dualisme. Jungkook ini memang suka wewangian untuk bayi.

Jungkook tersentak melihat perlakuan Taeri. Wajahnya memerah tidak pernah menyangka akan mendapatkan reaksi seperti itu. Tentu saja membuatnya senang namun malu dan berdebar secara bersamaan. Wajahnya memerah sampai telinga. Berusaha membuang muka melirik ke langit-langit atap sambil menggigit bibir bawahnya-salah tingkah. Sebenarnya Jungkook juga berusaha menahan ekspresi agar tidak terlihat kegirangan. Jadi begini rasanya ketika perasaan terbalas.

"Kook, debaranmu terdengar kencang sekali. Sungguh, apa sebegitu gugupnya kau?" goda Taeri sambil mendongak menemukan wajah Jungkook yang benar-benar memerah.

"Tidak!" sanggah Jungkook langsung. Terlihat sekali bahwa sebenarnya seperti itu. Sangat kekanakan dan menggemaskan. Pandangannya tentang Jungkook saat pertama kali dan sekarang jadi jauh berbeda.

"Iya, tidak. Uhh-santai saja anak kecil. Jangan marah-marah seperti itu." Taeri tertawa sambil mengacak-acak rambut Jungkook.

"Tidak marah! Siapa yang marah?" Masih sama dan semakin membuat Taeri senang menjahili. Mungkin sekarang itu akan jadi kegemaran barunya.

Jungkook menggenggam tangan Taeri-menghantikannya. Membawa tangan Taeri mengusap wajahnya. Menyentuh lembut pipinya dan berakhir dengan kecupan hangat beruntun pada telapak tangan maupun punggung tangan dari Jungkook. Matanya tertutup menikmati. "Noona sendiri... Aku tidak tahu kalau noona bisa bersikap semanja dan semanis ini."

"Apa yang kau katakan? Kau saja yang bersikap jahat sekali dulu, Jeon!" gerutu Taeri.

"Iya. Taeri-nya Jeon Jungkook jangan marah seperti itu. Uhh-cup!" satu kecupan mendarat di bibir. Lalu dipeluk erat lagi. Kembali membalik keadaan.

---

Seisi rumah terkejut ketika menemukan Jungkook muncul bersama Taeri. Kepulangan yang tidak terprediksi. Biasanya saat seperti ini, Jungkook akan kembali lama sekali. Apalagi mengingat Ibunya masih berusaha menemui. Taeri melirik Jungkook sekilas yang menunduk. Merasa tak enak hati karena dia yang meminta Jungkook pulang. Di sana ada Nyonya Jeon yang sedang menyantap makanan bersama Tuan Jeon yang sudah pulang-kedua orang tua mereka. Nyonya Jeon langsung tersenyum lega melihat kehadiran Jungkook. Bagaimanapun Jungkook sekarang adalah anaknya, jadi tentu dia khawatir. Apalagi mengerti bagaimana posisi Jungkook. Apa yang pernah anak itu alami saat kecil. Membayangkan bagaimana Taeri kesulitan saja membuatnya tidak teriris, apalagi berada di posisi Jungkook.

"Akhirnya Jungkookie pulang juga," ujar nyonya Jeon lembut.

Jungkook hanya menunduk bisu sambil kedua tangannya memegang tali tas yang dia gendong.

"Mau Ibu buatkan makanan? Jungkook ingin apa?"

Jungkook menggeleng dengan bibir mengerucut. Pada dasarnya Jungkook adalah anak baik, bohong kalau dia tak merasa bersalah. Taeri hanya menyaksikan di sana. Setidaknya dia telah bersikap sebagai kakak yang baik bisa membawa Jungkook kembali. Walau kenyataannya lebih tepat dengan sebutan sebagai kekasih yang baik. "Tidak usah, Ibu. Terima kasih."

Nyonya Jeon yang sebelumnya bersiap bangkit, akhirnya kembali duduk. Jungkook masih menunduk dan melirik Ayahnya diam-diam. Dan Tuan Jeon tentu sadar akan hal itu. Dia menghela napas dan menatap Jungkook dengan intens. "Bersihkan dirimu. Setelah itu makan."

Saat Ayahnya sudah berbicara seperti itu. Jungkook merasa sedikit lega. Ketegangan yang tadi dia rasakan mereda. Alasan mengapa Tuan Jeon seperti itu adalah karena dia sangat mengerti bagaimana kuatnya Jungkook sejak kecil menghadapi segalanya. Dia juga tidak pernah mau menekan Jungkook sama sekali. Apalagi sekarang Jungkook sudah semakin dewasa maka semua keputusan ada di sana. Alasan itu juga mengapa Tuan Jeon tidak memblokir fasilitas apapun yang dia berikan ke Jungkook.

Pun Jungkook mengangguk.

"Kook, boleh Ayah mengatakan sesuatu?"

Jungkok kembali mengangguk.

"Ayah tahu bagaimana kau sangat kecewa pada Ibumu. Tapi mungkin kau dapat memikirkan setidaknya mencoba sekali saja berbicara dengannya. Ini bukan untuk dia. Tapi untukmu. Jika setelahnya kau benar-benar tak mau berhubungan lagi. Ayah bahkan akan membiayai jika kau mau tinggal di luar negri. Pergi dari sini."

Jungkook menggigit bibirnya. Menatap Taeri. Kalimat yang berbeda namun dengan maksud sama seperti yang Taeri ucapkan sebelum mereka kembali ke rumah. Taeri bilang Jungkook harus memastikan perasaannya. Yang dia rasakan sekarang lebih ke rasa takut daripada benci. Takut teringat semua yang terjadi. Takut melihat apa yang terjadi sepenuhnya. Dan Taeri meyakinkan bahwa gadis itu akan selalu ada di samping Jungkook. Maka dia tak perlu takut lagi.

"Aku akan mengatur jadwal untuk menemui dia," ujar Jungkook. Rasanya berat untuk dirinya menggunakan kata 'Ibu' pada wanita yang telah meninggalkannya.

Tapi jawaban itu sungguh mengejutkan untuk tuan Jeon mengingat bagaimana kerasnya Jungkook. Sama seperti Nyonya Jeon yang masih ingat bagaimana Jungkook langsung pergi setelah melihat Ibu kandungnya datang. Tapi sekarang semua seperti tidak pernah seburuk itu.

"Aku ke kamar dulu ya," pamit Jungkook masih meninggalkan keterkejutan. Kedua suami istri itu mengangguk. Jungkook menoleh pada Taeri yang sedang berdiri tersenyum bangga menatapnya. Kedua tangannya dimasukan ke kantung jaket.

Jungkook mengeluarkan tangan Taeri dari sana dan menggenggamnya. "Ayo. Noona juga ke atas. Kau sakit. Lihat hidungmu merah begitu. Kau flu. Kenapa kau harus hujan-hujanan sih semalam."

Taeri sukses membeku. Jungkook gila!

"Ayah, bisa memanggil dokter keluarga kita?" tanya Jungkook.

Tuan Jeon mengangguk. "Tentu. Taeri kan juga bagian keluarga kita. Kau hujan-hujanan semalam? Kenapa tidak meminta dijemput Seokjin? Kau bisa memakai mobil-"

"Tidak perlu, yah. Aku akan mengantar dan menjemput noona sekarang." Potong Jungkook.

Taer menoleh pada Jungkook dan memelototinya sekalipun wajahnya berusaha menunjukan segalanya adalah hal sepele. Membuat senyuman pura-pura. Dia hanya berharap semuanya tidak terasa aneh.

Tuan Jeon tertawa. "Baiklah. Baiklah. Titip Jungkook ya Taeri. Dia ini selalu sendiri. Jadi senang sekali sekarang punya kakak."

Taeri bersyukur dan tertawa dibuat-buat. Mengangguk. Lalu mereka meninggalkan tempat itu menuju lantai dua.

[]

STEP LOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang