09. Tidak Percaya (2)

15.5K 946 12
                                    

(Still Rissa POV)

"Maksudku adalah, kau kakakku.." ucapku dengan tatapan serius.

"A-apa maksud lu? Gak mungkin. Lu pasti salah orang," ucapnya tak percaya lalu memegang bahuku.

"Apa aku terlihat tidak serius?" tanyaku sambil menatapnya dalam.

Ia hanya diam sambil menatap lurus ke arah mataku. "Ada buktinya kok," ucapku meyakinkannya.

"Apa?" tanyanya.

"Buktinya adalah tanda yang ada di bawah telapak tanganmu," ucapku sambil menunjuk tangannya.

Vino langsung melihat tanda itu. "Tapi ini cuma tanda lahir biasa," ucapnya tidak percaya dengan perkataanku.

"Itu tanda bahwa kamu anggota keluargaku. Semua keluargaku mempunyainya," ucapku berusaha meyakinkannya.

"Tapi lu gak ada tuh?" ucapnya lalu menunjuk tanganku.

Aku menghela napas pelan, "Susah sekali untuk membuatnya percaya, tapi mungkin jika aku berada diposisinya aku juga akan menanggapi hal ini seperti dirinya.." batinku.

"Aku juga mempunyainya," ucapku sambil mendengus pelan.

Dia menaikkan satu alisnya. "Mana?" tanyanya dengan nada tidak percaya lagi.

"Ukh... Aku sangat ingin memukul mukanya, untung kakak.." batinku berusaha menahan kesal.

Aku menyingkirkan poniku dan memperlihatkan tanda bulan sabit yang ada di dahiku.

Vino POV

Dia menyingkirkan poninya dan memperlihatkan tanda bulan sabit yang ada di dahinya.

"Sama persis seperti punya gue, apa dia gak berbohong?" batinku.

Dia menghela napas panjang. "Aku tidak berbohong Vino.." ucapnya dengan nada serius.

"Bagaimana dia bisa tau?!" batinku kaget.

"Tidak usah terkejut. Aku ini Mind reader," ucapnya lagi.

Dia menutup kembali dahinya dengan poninya. "Jadi apa kamu percaya?" tanyanya serius.

"Um... Gak tahu," ucapku bingung.

Dia mengeluarkan sesuatu dari kantung roknya, sontak aku terkejut melihat benda itu.

"Itu? Kok bisa sama?!" batinku.

Dia terkekeh pelan. "kamu juga mempunyai kalung ini kan?" tanyanya sambil memperlihatkan kalung dengan bandul berbentuk setengah hati yang sama persis seperti milikku.

"Iya," ucapku sambil terus memperhatikan kalung itu.

"Dan ada namamu disitu," ucapnya lagi.

Aku mengangguk dan mengeluarkan kalung yang sama dari kantung celanaku. Aku selalu membawanya kemanapun aku pergi.

"Tapi namamu kurang," ucapnya yang membuatku penasaran.

Aku menaikkan satu alisku. "Maksud lu?" tanyaku bingung.

"Nama aslimu itu Steviano Albert Feyn Nanzel Avrn," ucapnya sambil memegang pundakku.

Sontak aku kaget. "A-Apa? A-Avrn?!" seruku kaget.

"Seperti namaku, Clarissa Naferaa Athala Cadenza Feyn Nanzel Avrn," jawabnya santai.

Ia menatapku dengan serius, matanya memancarkan ketulusan. Sepertinya dia mengatakannya dengan jujur.

"Be-berarti kamu.. Maafkan hamba yang telah lancang ini tuan putri," ucapku sambil berlutut di depannya. Aku juga menundukkan kepalaku sehingga aku tidak bisa melihat reaksinya.

Tapi aku merasakan tangannya memegang lembut pundakku, otomatis aku mendongakkan kepalaku dan melihat matanya yang berkaca-kaca.

"Aku mohon kak.. Jangan seperti ini," ucapnya lirih.

Aku terhenyak, hatiku terasa perih melihat matanya yang berkaca-kaca dengan tatapan sedih. "Ak-aku..."

"Aku tidak tahu dengan cara apalagi aku harus meyakinkanmu kak, tapi yang pasti kita ini kembar.." ucapnya lirih.

Aku menarik tubuhnya dan membawanya ke dalam pelukanku. "Aku percaya sama kamu," ucapku sambil mengelus puncuk kepalanya.

"Tapi... Kalau ternyata kamu berbohong. Aku tidak akan pernah memaafkan kamu," sambungku.

"Terima kasih kak..." ucapnya tulus sambil menyeka airmatanya, "Aku senang karena kamu percaya sama aku."

Aku melepas pelukanku lalu menatapnya dengan lembut. "Sudah yuk! Kita pergi, jangan disini kalo mau ngobrol lagi. Nanti ada yang denger," ucapku sambil tersenyum.

"Di kamarku bagaimana?" tanyanya sambil tersenyum.

"Oke," jawabku.

Aku menarik tangannya untuk berdiri tapi dia tetap diam, aku menaikkan sebelah alisku bingung.

"Tinggal teleport," ucapnya datar.

Aku mendengus pelan. "Tadi mewek sekarang datar."

Aku menggaruk tengkukku yang tentu tidak gatal lalu terkekeh pelan. Ia menjulurkan tangannya ke arah ku dan tentunya aku terima. Lalu ia meneleportkan kita berdua ke kamarnya dan melanjutkan acara temu-kangen kami yang sempat tertunda.

-TBC-

Mage Academy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang