Chapter 14 (Revisi)

281 71 8
                                    

♡ Versi Revisi ♡-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♡ Versi Revisi ♡
-----

Sampai esok paginya, Amanda memilih untuk tidak menanggapi Jungkook maupun Joohyuk. Ia tidak tahu harus membalas apa. Entah kenapa ia merasa pesan singkat dari Jungkook itu tertuju untuk dirinya, sedangkan soal Joohyuk, ia benar-benar merasa malas menanggapinya.

Amanda makan di minimarket kampus. Hari ini ia berniat menyibukkan dirinya untuk belajar saja ketimbang harus terus memikirkan hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dipikirkan.

Samgak kimbap rasa tuna itu terkikis oleh gigitan Amanda yang lebar. Gadis itu lapar sekali. "Nambah enak kali, ya? He-he-he," cetusnya seraya terkekeh.

Suasana di dalam minimarket masih terbilang sepi. Amanda senang suasana saat ia makan terasa tenang dan sunyi. Sedaritadi ia hanya mendengar suara alat mesin kopi yang sedang di bersihkan oleh penjaga minimarket. Suara burung gereja sebenarnya terdengar nyaring, tapi ia abaikan. Matahari yang masih teduh, awan biru di langit, ranting pepohonan yang bergerak lembut, semua menyempurnakan paginya.

"Pagi."

Amanda memutar kepalanya. "Eh?"

"Amanda Jung, kan?"

"I-Iya, benar."

Gadis di depannya mengulurkan tangan. "Nafa," ucapnya. "Nafa Arienda."

Nafa Arienda? Nama orang Indonesia!

"Kamu nggak akan kenal saya. Tapi, saya kenal kamu," lanjut gadis itu seraya tersenyum. "Boleh duduk?"

Amanda mengerjap-ngerjapkan mata. Ia masih terkejut saat wanita di depannya bicara memakai Bahasa Indonesia. "Ah, ya. Tentu saja. Silahkan," balasnya.

"Saya ganggu kamu makan, ya?"

"Nggak, kok."

"Maaf kalau saya sok kenal, tapi memang benar saya kenal kamu. Saya pendengar Radio Jogs, Yogyakarta," kata gadis itu, yang di sambut melotot Amanda. "Kamu pernah jadi penyiar utama di sana, kan?"

"Wah, saya terlalu terkejut sampai nggak tahu harus menjawab apa. Iya, benar, saya memang pernah bekerja di sana. Hanya enam bulan. Senang bisa bertemu denganmu disini, Nafa."

"Saya salah satu penggemar siaran utamamu. Bisa di bilang, saya ini penggemarmu he-he-he."

Amanda tersedak. "Huh?"

"Iya, saya selalu mendengarmu saat siaran. Menyiarkan tangga lagu mingguan dan surat-surat dari pemirsa. Sampai terakhir saya dengar, siaran itu bukan lagi kamu yang membawakannya. Saya kecewa."

"Ah, kenapa begitu? Saya jadi malu," ujar Amanda, wajahnya memerah. "By the way, kamu juga kuliah di sini?"

Nafa menganggukkan kepalanya. "Iya, sebenarnya saya sudah lama kuliah di sini, tapi belum lulus-lulus. Susah lulusnya..."

"Sudah lama katamu?"

"Oh, iya ... kamu mahasiswa S2, ya? Saya lupa. Kalau saya sih masih mengenyam pendidikan S1 di sini," jelasnya lagi. "Jurusan musik."

"Kuliah di sini tapi asli Yogyakarta?"

"Iya, benar," jawab Nafa. "Tahun lalu saya pulang ke Yogyakarta. Itu pertama kalinya saya dengar kamu siaran, lalu sebulan yang lalu saya pulang lagi, tapi dapat kabar kalau sudah bukan kamu penyiarnya. Dan, saya dapat kabar tambahan kalau kamu pergi ke Korea, pulang kampung katanya."

"Ha-ha-ha pulang kampung... Iya juga, sih. Saya memang lahir di sini, tapi lama tinggal di Yogyakarta. Saya kembali karena suatu alasan," kata Amanda. "Kamu tahu dari mana saya kuliah di sini?"

"Dari salah satu penyiar radio di sana, namanya Agusta Gorgio."

Mantan.

Agusta Gorgio ialah mantan Amanda.

Amanda tersenyum kecut, ia ingat memang sebelum pergi ke Korea, ia menceritakan banyak hal pada Agusta. Sesampainya di Korea, ia juga masih tetap menjalin komunikasi dengan pria itu.

"Amanda, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja, silahkan..."

"Saya tak sengaja melihat member BTS datang waktu itu. Saya juga melihatmu bersama Jung Jaewon dan Kang Daniel. Jujur, saya sangat terkejut! Mereka semua itu artis besar dan kamu hanya orang biasa. Hm, maaf jika saya lancang bertanya... Apa mungkin kamu punya hubungan yang lebih dengan salah satu dari mereka?"

Senyum di wajah Amanda pudar.

Ada rasa curiga di dalam hatinya pada sosok Nafa. Kenapa gadis ini tiba-tiba menanyakan hal yang seperti itu? Mungkin memang karena gadis itu penasaran. Tapi rasanya tak etis bila di pertemuan pertama sudah menanyakan hal yang seperti itu secara blak-blakan. Tentu saja Amanda merasa tak nyaman.

Drrrrrt. Ponsel Amanda yang berada di atas meja berdering. Ada panggilan telepon masuk dari nomor yang tak di kenal.

"Hallo? Iya... Iyakah ada tugas tambahan?! Oh, iya, iya. Baiklah," ujarnya di telepon seraya merapihkan barang-barangnya dan turun dari atas kursi.

Amanda punya alasan untuk tidak menjawab pertanyaan dari Nafa. Ia juga enggan untuk menjawab sebenarnya. Ia menepuk bahu Nafa, mengisyaratkan untuk gadis itu bersabar menunggu sampai ia selesai menerima telepon.

"Nafa, maaf sekali aku harus segera pergi ke kelas. Sekali lagi, senang bertemu denganmu di sini. Sampai jumpa," katanya, pura-pura sibuk. Ia angsung pergi keluar dari dalam minimarket dan membuang bungkus kimbap di tempat sampah dekat jendela kaca, sedangkan Nafa masih diam di tempat dan memperhatikan gera-geriknya dengan seksama.

"Kamu pikir saya nggak tahu siapa yang baru saja meneleponmu?" ucap Nafa, tersenyum licik.

***

Di private acak :)
Jangan lupa tinggalkan jejak.

Memories In Seoul (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang