Chapter 40

127 22 12
                                    

Sejak kejadian malam itu, Jungkook sama sekali tak mengangkat telepon ataupun membalas pesan singkat Amanda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kejadian malam itu, Jungkook sama sekali tak mengangkat telepon ataupun membalas pesan singkat Amanda. Sudah hampir tiga hari situasi memanas seperti ini. Ia benci diacuhkan oleh Jeon Jungkook. Ia menyayangi pemuda itu layaknya saudara sendiri. Meski kemarin-marin Jungkook juga sulit dihubungi dan tak menghubunginya, tapi untuk yang satu ini berbeda rasa dari yang lalu-lalu. Kali ini ia merasa bersalah mengetahui fakta bahwa Jungkook melihat pemandangan di mana Jaewon menciumnya.

"Aish, Jeon Jungkook. Kau masih ambekan seperti dulu. Sampai aku melihatmu akan ku jambak rambutmu!" pekik Amanda seraya mengacak-acak meja belajarnya.

Matanya tak fokus pada buku pelajaran melainkan fokus menatap layar ponselnya.

Drrrrrt.

Amanda terkesiap saat tengah merenggangkan badan dan menguap---tiba-tiba ada getaran suara pesan masuk dari ponsel. "Uh?" desahnya. "Min Suga... ?"

Dadanya berdegup kencang. Dengan hati-hati ia membuka pesan singkat tersebut.

Suga: Hai, Winter!

Amanda mengerutkan dahi seraya menggaruk-garuk hidungnya yang tak gatal. Ia bingung. "Winter? Apa dia salah kirim?"

Amanda: Winter?

Tak butuh waktu lama Suga membalasnya: Ya, Winter. Kau. Si Winter. Perempuan dingin yang membuatku menggigil. Haruskah kita bertemu dan saling memberi kehangatan?

Amanda terbahak-bahak hingga hampir terpingkal ke belakang. Aneh rasanya melihat Suga bersikap seperti ini. Mungkin sebenarnya wajar bagi perempuan lain, tapi tidak dengan Amanda. Ia benci dengan kalimat-kalimat puitis seperti itu.

Amanda: Berhenti bicara omong kosong. Tak sulit sebenarnya mengatakan 'aku ingin bertemu denganmu, ayo kita bertemu'.

Suga: Oke. Ayo.

"Gitu doang balasnya??!" teriak Amanda kesal seraya mendecakkan lidahnya. "Pria yang payah."

***

Suga tersenyam-senyum sendirian di atas sofa apartemen---seraya memegangi ponsel erat-erat. "Arghhhh," erangnya, kemudian menjatuhkan tubuhnya ke bantalan sofa.

"Kenapa? Ada apa?" kejut Jung Hoseok yang sedang berada di dalam dapur. Dapur menghadap persis ruang santai. "Malam ini kau terlihat tidak waras."

"Ya, Jung Hoseok! Kalau kau belum gila karena cinta, berarti kedalaman rasa cintamu itu masih terbilang dangkal," cibir Suga. Ia masih dalam keadaan tertawa.

Sambil merengkuh cangkir susu yang dibawa dari dapur dan mengaduk-aduknya, Hoseok berjalan ke arah Suga dengan tatapan yang menerawang ke luar jendela.

"Ada apa dengan matamu?"

Hoseok duduk lebih dulu di depan Suga sebelum menjawab. "Hmm, aku sedang memikirkan kalimatmu."

"Yang mana?"

"Yang menjadi gila. Aku merasa aku belum segila kau meski sudah berpacaran selama hampir lima tahun ini. Apa cintaku masih dangkal padanya?"

Suga menghela napas kasar. "Bagaimana bisa kau bilang cintamu itu dangkal kalau sudah bertahan dengannya sampai lima tahun lamanya?"

"Oh, Jungkook-ah!" seru Hoseok. Ia tak melanjutkan perbincangannya dengan Suga. "Aku kira kau sedang berada di luar."

Jungkook yang kelihatan masih mengantuk, membuka kulkas dengan acuh. Ia meraih botol air mineral dan sebiji buah stroberi.

"Biasanya kau pergi ke klub malam bersama Jimin dan Namjoon," lanjut Hoseok.

Jungkook yang sudah kembali berdiri tegak dari membungkuk---memeriksa isi kulkas---menjawab dingin. "Aku bosan ke klub. Aku ingin pergi ke tempat Amanda saja. Tapi... "

"Tapi apa?" Suga antusias.

"Tapi sepertinya dia sedang bersama Jung Jaewon."

Hening.

Ruangan menjadi hening.

Dan setelah menyelesaikan kalimatnya dengan mata yang setengah tertutup, Jungkook langsung kembali ke dalam kamarnya. Ia bicara tanpa berpikir lebih dulu. Mungkin lupa kalau di sana ada pemuda yang juga tengah menaruh hati pada Amanda.

Hoseok yang mengerti lantas berdeham. "Hyung, bagaimana kalau kita main play station?"

"Malas. Aku mau tidur," jawab Suga seraya beranjak pergi ke dalam kamarnya.

***

Di dalam kamarnya Suga duduk di kursi menghadap jendela. Ia terkekeh sendirian mengingat kalimat Jungkook. "Wah, aku merasa payah. Aku mendekati seorang gadis yang sulit ditebak."

Ia menyalakan lagu dari ponsel dan disambungkan melalui speaker bluetooth. Ia memasang lagu Davichi - Because It's You. Volumenya sengaja ia kencangkan. Setelah lagu menyala, ia mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan menyandarkan tubuh di kursinya seraya memejamkan kedua mata.

Di dalam pejaman matanya, ia merangkai sesuatu yang indah. Bersepeda bersama Amanda di sore hari, tertawa bersama, merangkulnya ketika sedih. Banyak hal yang ingin ia lakukan bersama gadis itu. Seakan senyuman Amanda berubah menjadi mimpi terindahnya. Ia tak perduli dengan segala kesulitan Amanda, ia tetap ingin berada di sisinya apapun yang terjadi. Ia mulai yakin merasa membutuhkan gadis itu.

Segala macam rintangan dari awal bertemu dengan Amanda sudah ia lalui. Dari tahu kalau Jungkook menaruh hati sejak kecil, Taehyung yang sempat menyukai Amanda di awal pertemuan mereka, sahabat Amanda di kampus yang ternyata seorang rapper terkenal, Jung Jaewon. Dan terakhir fakta bahwa pada saat itu Amanda memiliki seorang kekasih yang lebih tampan darinya, Nam Joohyuk. Gadis ini bukan gadis biasa. Memang sudah takdirnya memiliki lingkar pertemanan dengan selebriti meski ia bukan selebriti.

Di sisi lain, terkadang Suga khawatir dengan Amanda. Ia tahu dunia hiburan kejam, sekejam media menyiarkan berita tanpa tahu apakah itu fakta atau tidak. Ia tidak ingin Amanda terjebak dalam permainan media. Ia ingin gadis itu hidup selayaknya masyarakat biasa, meskipun hidup dikelilingi beberapa selebriti.

Suga membuka matanya perlahan.

"Semakin aku memikirkannya, semakin aku merindukannya," gumamnya, lalu melihat jam di tangan dan ternyata sekarang masih pukul sembilan malam. "Aku harus menemuinya. Hatiku sudah tidak bisa menunggu lagi. Sakit sekali."

***

Memories In Seoul (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang