Sudah genap satu bulan Ali belum sadar dari komanya. Sudah sebulan juga Prilly menemaninya di rumah sakit. Keadaan Ali tidak berubah, masih tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan. Prilly pun sama, perempuan itu tidak lagi memedulikan penampilannya. Matanya sudah seperti mata panda akibat menangis setiap hari juga tidur larut malam. Seperti malam-malam sebelumnya, Prilly masih terjaga—padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam waktu Singapura.
"Sayang, kapan bangun, hm?" Prilly menatap dalam wajah Ali yang masih tertidur dengan damainya. Ia menarik senyum sendu lalu mengarahkan tangannya untuk mengusap rambut tebal Ali yang semakin memanjang."aku kangen kamu, Mas. Aku kangen sama gombalan receh kamu, kangen sama senyum kamu, ketawa kamu bahkan tingkah absurd kamu pun aku kangen. Kamu nggak kangen aku memangnya?"
Prilly menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Prilly mengecup punggung tangan Ali yang kini berada di dalam genggamannya."Kamu nggak mau liat anak kita? Udah satu bulan, sayang. Aku pengen banget next kontrol bisa ditemenin kamu. Aku yakin, anak kita pasti senang kalau ditengokin sama daddy-nya."
"Kamu nggak capek bobo ya?" Prilly kini mengulurkan tangannya untuk mengusap kedua mata Ali yang tertutup sejak satu bulan yang lalu. Ia berdiri lalu mengecup kedua mata itu bergantian."aku pengen banget liat mata indah kamu. Aku pengen banget dipeluk sama kamu, dicium sama kamu. Disaat-saat kayak gini, aku pengen banget dimanja kamu, Mas."
Prilly mengusap pipi Ali yang kini tampak tirus, beberapa luka lecet memang sudah mengering namun masih menyisakan sebercak bekas disana."Aku selalu berharap agar suatu saat nanti bilang memang sudah waktunya kita berpisah, aku yang duluan dipanggil. Kamu mau tahu kenapa?"
Prilly tetap melanjutkan walaupun Ali sama sekali tak merespon."Karena aku mau kamu menjadi orang terakhir yang aku lihat sebelum aku pergi. Hidup aku hampa kalau nggak ada kamu, Mas. Aku selalu bahagia saat lihat binar mata kamu saat menatap aku. Kamu ingat saat kita honeymoon? Kamu pernah bilang kalau kamu mau ngajak aku ke Maldives saat ulang tahun pernikahan kita yang ketiga? Berarti besok, iya?"
"Maldives nggak berarti bagi aku kalau nggak ada kamu. Persepsi orang mengenai negara romantis itu salah. Nggak ada negara romantis, yang membuat suatu negara disebut negara romantis itu adalah pasangannya sendiri." Prilly kembali mengecup punggung tangan orang yang berstatus suaminya sejak tiga bulan yang lalu ini."udah dua bulan aku ngerayain anniv sendirian. Kamu nggak mau bangun untuk nemenin aku?"
"Sayang," lirih Prilly."bangun, aku kangen."
"Prill." panggilan lembut itu membuat Prilly menoleh. Dengan cepat ia menghapus air mata yang lagi-lagi lolos tanpa dikomandoi keluar dari sudut matanya. Prilly beranjak lalu menghampiri Resi, mengecup punggung tangannya lalu memeluknya.
"Ma," lirihnya.
Resi menatap nanar putranya lalu menepuk pelan punggung menantunya dengan sayang."Gimana kondisi Ali, sayang? Ada kemajuan?"
Prilly lantas menggeleng. Lagi-lagi ia menitikkan air matanya. Melihat itu, Resi tersenyum lalu menyentuh perut Prilly yang masih rata."Gimana cucu Mama? Udah dikasih makan belum?"
Prilly ikut menyentuh perutnya lalu menggeleng pelan."Belum, Ma. Dia mau nunggu daddy-nya bangun dulu."
"Yah, nggak bisa gitu dong." Resi mengusap pucuk kepala Prilly sebelum kembali menyentuh perutnya."Daddy masih bobo jadi jagoan harus tetap makan. Nanti kalau Daddy bangun, marah kalau tau jagoan belum makan."
Prilly terkekeh mendengarnya.
"Kamu makan dulu, sayang. Ada Galen sama Rafa diluar. Nanti mereka temenin kamu ke kantin. Biar Mama yang jagain Ali." ucap Resi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Captain (COMPLETED)
FanficBagaimana jadinya jika seorang gadis manja bertemu dengan seorang pilot yang sangat penyayang namun menyimpan luka di masa lalu? Apakah gadis manja dan ceria ini dapat menyembuhkan luka pilot tampan dan penyayang itu? Ayo dibaca ceritanya untuk mene...