Prilly baru saja menapakkan kakinya di dapur ketika bel rumahnya berbunyi. Prilly sempat melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh lewat empatpuluh lima menit. Rasanya, masih terlalu pagi untuk orang yang ingin bertamu. Tak ingin membuat tamunya menunggu, Prilly pun akhirnya berjalan sedikit cepat menuju pintu utama rumahnya.
Setelah memutar handle pintu, nampaklah figur seorang lelaki tampan bertubuh jangkung dengan setelan kerjanya tengah berdiri sambil memegang ponsel dan map. Lelaki itu tampak kaget akan kehadiran Prilly namun sedetik kemudian ia menampilkan senyum hangat.
"Pagi, Prill, apa kabar?" tanya Maxime ramah, bermaksud menumbuhkan kehangatan yang sudah lama tak tercipta diantara mereka.
Prilly tersenyum tipis lalu membuka lebar pintu rumahnya."Baik. Ayo, masuk."
Maxime mengangguk kecil lalu mengikuti langkah Prilly yang membawanya ke ruang tamu. Maxime berdecak kagum saat melihat desain interior rumah Ali sangat keren dan menyejukkan mata saat memandangnya. Sungguh, Maxime juga memiliki cita-cita untuk membangun rumah seperti ini namun apalah daya karena pekerjaannya yang mengharuskannya pergi kemana-mana sehingga tak sempat untuk memerhatikan rumahnya sendiri.
"Eh, ada tamu." celetuk Ali yang baru saja datang dari arah garasi dengan wajah yang sedikit ternodai oleh minyak dan oli setelah membereskan sedikit masalah pada motornya.
Maxime beranjak dari duduknya."Pagi, Li."
"Pagi, Max." Ali tersenyum."Permisi, gue mau ganti baju dulu."
Setelah kepergian Ali, Prilly kembali menatap Maxime yang kini masih menjelajahi sudut-sudut rumahnya."Mau minum apa? Atau mau camilan?"
"Nggak usah repot-repot."
"Bagaimanapun juga, kamu adalah tamunya Mas Ali. Udah sewajarnya aku layanin kamu. Tolong kamu paham posisi aku." ujar Prilly yang rasanya sudah sangat malas untuk berbincang dengan Maxime semenjak masalahnya dengan Ali beberapa waktu lalu.
Maxime tersenyum geli."Iya deh, iya yang udah punya suami." Maxime menepuk-menepuk bagian kosong sofa yang di dudukinya sambil menatap Prilly."aku nggak mau makan atau minum, aku udah sarapan di rumah. Aku cuman mau kamu temenin aku disini, duduk sama aku."
"Kamu gila, ya?" Prilly bertanya, tidak habis pikir dengan ucapan ngawur yang Maxime lontarkan. Ia bersyukur, untungnya Ali tidak mendengarnya.
"Sayangnya, aku masih waras." Maxime menunjukkan wajah tengilnya."makanya, duduk sini sama aku. Udah lama kita nggak ngobrol."
"Max." tegur Prilly yang sudah jengah.
Ali yang baru saja turun dari tangga sempat bingung karena melihat Prilly yang nampak kesal sementara Maxime terus saja tersenyum dan menggoda istrinya itu. Ali sedikit kesal namun ia memilih untuk membuang rasa kesalnya. Ali menghampiri Prilly lalu memeluknya dari samping, posesif.
"Sayang, kamu mendingan naik ke atas aja. Kayaknya ada telepon tuh. Bentar lagi aku selesai." Ali sempat mengedipkan sebelah matanya.
Prilly mengangguk kecil lalu mendaratkan sebuah kecupan di pipi Ali sebelum beranjak."Aku ke atas duluan ya. Semangat kerjanya!"
Ali terkekeh mendengarnya. Setelah memastikan istrinya naik ke kamar, Ali akhirnya mendaratkan bokongnya di sofa tepat di hadapan Maxime. Ali sempat melirik map yang berada di atas meja.
"Ada apa, Max?" tanya Ali tanpa basa-basi.
Maxime menunjukkan map yang ada di atas meja, segera Ali membuka dan membacanya."Sesuai pembicaraan, jika disetujui maka lo harus menandatangani kontrak hari ini juga."
Ali membaca kata demi kata yang tertera di kertas itu. Nampaknya, semua sesuai dengan pesan yang dititipkan Captain Arthur padanya. Ali pun menerima pena yang diberikan oleh Maxime lalu menandatangani sesuai permintaan Maxime. Setelahnya, ia mengembalikan map biru itu pada Maxime.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Captain (COMPLETED)
أدب الهواةBagaimana jadinya jika seorang gadis manja bertemu dengan seorang pilot yang sangat penyayang namun menyimpan luka di masa lalu? Apakah gadis manja dan ceria ini dapat menyembuhkan luka pilot tampan dan penyayang itu? Ayo dibaca ceritanya untuk mene...