Chapter 43

6.2K 389 64
                                    

Bunyi pecahan kaca yang dibanting ke lantai itu memecah keheningan di ruangan tengah. Mereka semua langsung berlari naik ke lantai atas dan segera bergerak menuju kamar Prilly. Ricky dan Raja mencoba untuk mengetuk pintu bahkan memberikan sedikit tenaga gedor.

"Prill, buka pintunya! Kamu ngapain?" Ricky menyeru.

"Kak, lo gapapa 'kan? Buka pintunya!" Raja ikutan menyeru. Dia melirik Ricky sebentar."kita gedor aja, Bang, pintunya. Gue takut Kakak kenapa-napa."

Ricky mengangguk. Dengan dua kali percobaan, mereka berhasil membuka pintu itu. Ricky langsung berlari cepat menuju adiknya yang sedang duduk di lantai. Pecahan beling berserakan di lantai, ada segenang darah disana. Bahkan, Ully pun sampai menutup mulutnya.

Rafa dan Kaia yang tengah mengunjungi Prilly pun sampai dibuat tak berkutik? Sebegitu dahsyatnya kepergian saudara mereka sampai Prilly sefrustasi ini?

"Sayang, kamu ngapain?" Ricky berujar pelan. Dibawanya Prilly ke dalam pelukannya. Ia mencoba untuk menghentikan tangisan perempuan itu.

Bau anyir menyeruak. Melihat hal itu Raja langsung bangkit untuk mencari kain dan alat pembersih untuk membersihkan genangan darah itu.

Prilly terseguk."Aku mau mati aja, Bang." lirihnya.

Ricky menggeleng, tangannya terulur untuk mengusap rambut hitam Prilly."Nggak, Sayang. Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Kami masih ada disini. Ingat, Arkan. Dia masih butuh kamu."

"Raf?" Ricky menyahut.

"Iya, Bang?" Rafa membalas.

"Bisa tolong ambilin kotak P3K di bawah? Ada di dekat kamar mandi." Tanpa bertanya lebih lanjut, Rafa langsung berlari menuju lantai bawah, melakukan hal yang diinginkan oleh Ricky.

"Sejak kapan kamu mulai nyakitin diri kamu kayak gini, Sayang?" Ricky menangkup pipi Prilly lalu ia memajukan wajahnya untuk mengecup dahi Prilly dengan cukup lama."kamu nggak boleh kayak gini. Kamu harus bangkit."

"Aku nggak bisa hidup tanpa Mas Ali." lirihnya.

Ricky mengembuskan napas berat. Ia mengangkat tubuh Prilly ke atas kasur lalu menyandarkan punggung perempuan itu ke kepala kasur. Ricky menyelipkan anak rambut yang menyapu dahi perempuan itu. Ditatapnya kondisi adiknya yang semakin parah itu. Luka gores menghiasi bagian wajahnya sementara darah mengucur dari lengannya.

"Ini, Bang." Rafa menyodorkan kotak P3K yang baru saja dia ambil dari lantai bawah. Rafa menatap sendu kondisi adik iparnya. Ia tak menyangka bahwa kondisi Prilly separah ini.

Ricky mulai mengobati luka Prilly. Dia meringis pelan saat alkohol itu menyentuh kulitnya. Bahkan, Prilly memejamkan matanya. Namun, ia tak peduli walau ia harus melakukannya lagi nanti. Rasa sakit ini pasti tak sebanding dengan rasa sakit yang Ali rasakan karena ulahnya.

"Lain kali nggak boleh kayak gini lagi. Abang nggak suka liat kamu kayak gini." Ricky menyeletuk.

Raja mulai membersihkan lantai dibantu oleh Fiza. Sementara itu, Rafa mendudukkan dirinya di tepi kasur, menatap lurus ke arah Prilly.

"Prill?" panggilnya lembut.

Prilly mengangkat wajah lalu ekspresinya langsung berubah."Bang? Abang disini? Dimana Mas Ali? Dia ada dibawah? Iya? Kenapa dia nggak naik kesini?"

"Ali nggak ada, Prill. Cuman gue sama Kaia yang datang kesini." Rafa tersenyum."lo jangan kayak gini lagi ya, Ali pasti sedih liatnya."

"Ali dimana, Bang?" tanya Prilly parau.

Rafa mengendikkan bahu singkat, tak tahu harus menjawab apa.

Sedetik setelahnya, tubuh Prilly terhuyung dan untungnya Ricky mampu menahan lengannya.

My Lovely Captain (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang