Seperti dugaan Ali, Lara mengajaknya ke Dufan. Terlihat aneh memang--membawa lelaki yang sedang gundah ke tempat yang harus membuatnya berusaha ceria dan bersemangat. Ali masih saja belum bergerak dari posisinya, menatap lurus ke depan sementara Lara menatapnya dengan jengah sambil menikmati hot latte keduanya sejak mereka tiba di Dufan.
"Kamu mau duduk aja disini? Nggak mau main?" tanya Lara yang tidak mendapatkan jawaban sama sekali--lelaki itu masih saja bungkam seribu bahasa membuat Lara pun bingung haruss melakukan apa. Ia tau kalau caranya yang seperti ini salah, seharusnya ia berusaha untuk mendamaikan Ali dengan istrinya namun buatnya kesempatan untuk bersama Ali seperti ini tidak bisa dilewatkan begitu saja. Jadilah ia berusaha membujuk Ali."Ayolah, Li, kita main kora-kora yuk. Atau bianglala? Istana boneka aja gimana?"
Ali menggelengkan kepalanya pelan."Gue butuh istirahat, Ra."
"Kamu butuh nenangin diri, Ali. Kamu butuh seseorang disamping kamu, dan itu aku."
"Egois nggak sih kalau gue bilang saat ini gue butuh istri gue?" Ali mengusap wajahnya kasar lalu menatap Lara dalam."Gue takut salah ngambil langkah dengan pergi kayak gini, Ra. Gue bahkan belum dengar penjelasan dari dia sedikitpun."
Lara mendadak dihantui rasa bersalah namun ia berusaha untuk membuat Ali tetap berada di sisinya. Ia benar-benar merindukan lelaki itu. Rasanya tak adil apabila melihat Ali berbahagia terlebih lagi Prilly yang sudah merebut apa yang ia miliki. Sampai kapanpun, Lara tak akan rela melihat Ali berada di dalam pelukan Prilly.
"Ra?"
"Eh, iya?" Untuk menutupi kegugupannya, Lara menarik seulas senyum tipis lalu mengambil tangan Ali yang bebas di atas meja, digenggamnya sambil terus menatap Ali."Sekarang, kamu nenangin diri dulu aja. Mungkin istri kamu juga butuh waktu. Untuk saat ini, kita have fun aja dulu. Udah lama juga kita nggak bareng kayak gini."
Ali menatap Lara. Perempuan di hadapannya ini baik dan ia tau sebesar apa rasa cinta perempuan ini untuknya. Kalau situasinya masih seperti dulu mungkin Ali akan menerima ajakan Lara dan bersenang-senang. Namun sekarang situasinya berbeda, ia sudah berkeluarga dan Ali tau bahwa ini salah.
Ia perlahan melepaskan genggaman tangan Lara lalu tersenyum."Makasih banyak untuk semuanya, Ra. Tapi sekali lagi gue rasa ini salah. Nggak seharusnya kita kayak gini. Gue udah berkeluarga dan harus bertanggung jawab sama keluarga gue. Gue akui gue salah karena langsung pergi gitu aja dan sekarang waktunya gue perbaiki semuanya."
"Nggak, Li, kam-
Ali mengarahkan tangannya untuk mengusap bahu perempuan itu sebelum beranjak darisana."Lo berhak bahagia, Ra, tapi bukan sama gue."
Setelah punggung Ali kian menjauh, disaat itulah Lara merasa dunianya runtuh.
I lost him.
✈️✈️✈️
"Gue minta maaf."
Suasana ruang keluarga siang itu nampak begitu kaku dan dingin. Tidak ada yang bersuara setelah Ali mengucapkan tiga kata itu lalu menunduk dalam. Ricky yang melihat itu juga tak mampu membalasnya.
"Selama hampir dua minggu ini, Bang Ali kemana?" Raja ikut bertanya. Walaupun posisinya sebagai adik, ia juga memiliki hak atas kakaknya. Ia pun menatap kakak iparnya itu dengan raut wajah datar.
"Nggak usah tanya itu, Ja. Yang perlu ditanya itu, kenapa dia ninggalin istrinya gitu aja?" Ricky membalas sarkastis.
"Gue bener-bener khilaf saat itu, Bang." Ali mengangkat wajah lalu menatap wajah Ricky yang datar. Berbeda saat biasanya ia menatap Ali dengan cengiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Captain (COMPLETED)
FanfictionBagaimana jadinya jika seorang gadis manja bertemu dengan seorang pilot yang sangat penyayang namun menyimpan luka di masa lalu? Apakah gadis manja dan ceria ini dapat menyembuhkan luka pilot tampan dan penyayang itu? Ayo dibaca ceritanya untuk mene...