24

1.1K 34 0
                                    

Mungkin jalan yang kau tempuh bersinar terang. Suatu hari kau akan kembali ke jalanku lagi. Bahkan hari ini aku masih mengingat suara langkahmu.

Seperti hari Senin sebelumnya, seluruh siswa diwajibkan mengikuti upacara. Rey yang terlambat mempercepat langkahnya. Ia memasukkan bajunya yang tadi ia keluarkan agar terlihat lebih rapih. Rey berhenti mendadak karena ingin memakai dasi.

*Bug
"Aww." Teriak Devva tepat di belakang pundak Rey yang lebih tinggi dari tubuhnya.

"Kalo jalan pake mata." Ucap Rey ketus. Rey membalikkan badannya. Ia melihat Devva sudah terjatuh. Rey mengulurkan tangannya. "Cepet bangun." Lanjutnya.

Devva memegang tangan Rey lalu bangun. Ia membersihkan roknya. Rey melanjutkan jalannya. "Tungguin guee." Teriak Devva. Rey menghentikan langkahnya.

"Cepet." Ucap Rey. Devva langsung berlari ke arah Rey. Para siswa sudah berbaris dilapangan. Rey dan Devva ikut masuk barisan. Mereka baris bersebelahan.

"Cie akur." Ucap Salsa tepat didepan Devva menghadap ke belakang mengejek Devva.

"Apaan sih lo." Devva mencubit lengan Salsa.

Setelah upacara selesai, para siswa kembali ke dalam kelasnya masing-masing. Saat Rey ingin memasuki kelas, ia berpapasan dengan Devva yang sedang memijat jidatnya. Devva menghalangi Rey dengan bertolak pinggang.
"Gara-gara lo nih, jidat gue sakit. Untung gak berdarah." Ucapnya yang masih sibuk memijat. Rey justru menertawakan Devva.

"Yah jangan nyalain gue lah, yang nabrak kan lo." Ucap Rey lalu menepuk jidat Devva.  "Minggir, gue mau lewat." Lanjutnya. Rey berlalu meninggalkan Devva. Rey menuju tempat duduknya, Devva mengikutinya dibelakang dengan ekspresi kesal. Daritadi Baila memperhatikan Rey dengan Devva. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.

⏺⏺⏺⏺⏺

Rey menuju parkiran sekolah untuk mengambil motornya. Ia harus segera pulang kerumahnya karena sore nanti akan ada latihan futsal persiapan lomba. Dia mulai menjalankan motornya. Terlihat Baila sedang berdiri didepan gerbang sekolah.
"Lo ngapain?." Tanya Rey membuka kaca helmnya.

"Biasa, nunggu taksi." Ucap Baila memberikan senyum hangat.

"Masih betah?." Rey sedikit tertawa.

"Betah apa?." Baila menaikan satu alisnya.

"Nunggu." Rey tersenyum. 

Baila menaikan kedua pundaknya. "Pulang sama gue." Rey mengajak Baila untuk pulang dengannya. Bukan karena rasa suka. Untuk saat ini, Rey tidak ada rasa suka kepada siapapun. Ia menyayangi hanya sebatas teman. Pikirnya. Ia hanya ingin membantu Baila. Dulu, Rey memang tertarik kepada Baila karena mengingatkannya kepada Bella. Tetapi sekarang, Rey sangat sangat ingin melupakan seseorang yang telah menghancurkan kepercayaannya.
Baila naik diatas motor Rey.
"Gapapa nih gue dianter lo? Nanti ada yang marah gak?." Baila membuka suara. Rey tidak menjawab. Ia masih mencerna perkataan Baila.

"Marah? Siapa?." Rey bertanya kembali untuk memastikan.

"Cewe lo." Baila menjawab dengan suara pelan. Tawa Rey meledak yang membuat semua orang melihatnya. Ia sudah menjadi pusat perhatian orang yang berkendara dijalan. Sadar akan hal itu, ia menahan tawanya lalu melajukan motornya dengan kencang.
"Kok ketawa?." Baila terlihat bingung dan tidak tahu apa yang telah terjadi.

"Ya iyalah. Lagian lo nanya begitu, kan gue single. Jadi santai aja." Ucap Rey.

"Devva?." Tanya Baila dengan hati-hati. Kali ini, Rey dibuat terkejut dengan perkataan Baila. Rey terdiam cukup lama.

"Gue gak punya pacar." Ucap Rey dengan nada datar. "Sama Devva cuma temen aja." Lanjutnya membuat Baila mengangguk mengerti. Rey melajukan motornya dengan kecepatan tinggi karena ia ada akan latihan futsal bersama teman-temannya.
Diperjalanan Rey hanya terdiam begitu juga dengan Baila. Rey masih terbayang wajah Bella saat menemuinya kemarin. Muncul banyak pertanyaan dalam pikiran Rey. Saat sampai dirumah Baila, Rey langsung pamit dan segera melajukan motornya.

⏺⏺⏺⏺

Rey menyetandarkan motornya tepat di garasi rumahnya. Ia masuk kedalam rumahnya, terlihat seorang perempuan sedang duduk dipinggir kolam renang. Rey menghampirinya. Semakin dekat, Rey memegang pundaknya. Perempuan itu menoleh. Menunjukkan senyuman khasnya yang selalu ia berikan. Rey terkejut melihat kedatangannya. Rey menjauh, ia beranjak pergi menuju kamarnya. Perempuan itu mengikuti dibelakangnya dan terus memanggil Rey.
"Pergi." Ucap Rey singkat tanpa menoleh.

"Rey dengerin penjelasan gue dulu." Teriaknya, sekarang ia sedikit berlari untuk menghampiri Rey. Ia berhasil menghalangi langkah Rey. Sekarang ia berdiri tepat didepan Rey, memberi tatapan permohonan. Rey menghindari tatapan itu. "Tolong Rey" ucapnya dengan suara parau.

"Oke" ucap Rey mengangkat satu alisnya.

"Lo kok jadi menghindar dari gue? Lo kok jadi benci gue? Kan gue udah minta maaf. Kemana sahabat gue yang dulu?." Ucapnya.

"Maaf Bel, gue udah berubah. Gue masih sahabat lo, tapi gue bukan Rey yang mudah dibohongi." Rey melipat tangan didepan dadanya.

"Tapi yang lo liat itu gak seperti yang lo pikirin Rey," ucapan Bella terpotong oleh Rey.

"Terus?." Ucap Rey memotong perkataan Bella.

"Sebenernya gue itu..." Bella mencoba melanjutkan perkataannya.

"Selingkuh?." Potong Rey lagi.

"Assalamualaikum" teriakan itu dari bawah.

"Waalaikumsallam" sahut Rey. "Siapa?" Teriak Rey.

"Salsa sama Devva."

"Rey dengerin gue dulu" ucap Bella mengejar Rey yang mulai menuruni anak tangga.

"Yang lain mana?." Tanya Rey saat bertemu Salsa dan Devva. Bella tepat dibelakang Rey kini sibuk memperhatikan Devva.

"Si Mika nyuruh gue duluan ke rumah lo." Jelas Salsa. Devva melangkah menghampiri Bella. Mereka sama-sama melihat detail dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Lo yang kemarin nabrak gue kan?!." Devva menunjuk Bella. Rey yang merasa ketegangan antara mereka mulai mendekat. Rey mengenal betul bagaimana sifat keduanya jika sedang marah.

Bella tersenyum sengit. Tangannya mulai melayang ingin menampar pipi Devva. Untung saja, Rey berhasil menghentikan itu. Bella menatap tajam mata Devva yang kini tersenyum kemenangan. 

"Jangan sentuh dia." Ucap Rey kepada Bella.

"Jadi lo lebih milih cewe ini dibanding sahabat lo sendiri?." Bella mulai menangis. Rey mengalihkan pandangannya ke Devva. Ia tidak ingin melihat tangisan Bella.

"Ya." Ucap Rey memejamkan matanya. Rahang Rey mengeras. Ia mulai emosional. Mengingat bagaimana dengan mudahnya Bella menyakitinya.

"Kenapaa?." Tanya Bella menatap mata Rey sangat dalam.

"Karena dia pacar gue." Ucap Rey cepat. Ia tidak tau apa yang harus dia katakan agar Bella berhenti mengusiknya. Terlihat jelas wajah Devva menjadi pucat setelah mendengar perkataan Rey. Bella mengambil tasnya lalu beranjak pergi. Rey tertunduk lemas. Ia tidak tau dengan apa yang telah ia perbuat. 

"Gue salah gak sih?." Tanya Rey menatap Salsa dan Devva bergantian.

"Semua orang punya jalan pilihan masing-masing, Rey." Ucap Devva tersenyum. "Kadang seseorang akan lelah dan memilih pergi ketika kehadirannya tidak dihargai." Lanjut Devva menghampiri Rey. "Tapi jangan bawa-bawa gue juga, segala ngaku-ngaku kalo gue pacar lo. Dasar lo." Devva memukul lengan Rey. Rey menatap mata Devva sejenak, lalu tertunduk. Ia beranjak ke kamarnya. Devva kebingungan, apakah ada perkataan yang salah. Ia memandang Salsa lalu menunjukkan ekspresi bertanya. Salsa mengangkat kedua pundaknya. Lalu mereka pergi ke tempat latihan futsal.

ReynandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang