32

890 30 5
                                    

Dokter sudah memperbolehkan Rey pulang. Hari yang sangat ditunggu oleh Rey akhirnya tiba. Ia benar-benar merindukan kamarnya. Ia juga merindukan adiknya, Daffa. Sudah lama mereka tidak bertemu. Rey tidak mengijinkan Daffa kerumah sakit. Rey yang harus duduk di kursi roda hanya bisa pasrah. Ayahnya mendorong kursi roda melewati koridor rumah sakit. Senyum Rey memudar saat Ia melewati ruangan dimana ia melihat Devva. Sejak saat itu Devva tidak pernah menjenguknya kerumah sakit. Sudah berkali-kali Rey mendapat telpon dari Devva tetapi Rey tidak mengangkatnya. Saat di parkiran mobil, ayah Rey menabrak seseorang yang sedang jalan tergesa-gesa.

BUKK

"Eh, maaf om, ga sengaja." Ucap orang itu menengok dan meminta maaf.

"Iya gapapa dek." Ucap ayahnya Rey. Rey melihat wajah laki-laki itu. Wajahnya tidak asing.

"Ka Rasya tunggu." Ucap perempuan yang sedang mengejarnya.

Rasya? Rey berusaha mengingat nama dan wajah. Ah iya, dia temannya Devva. Dia yang waktu itu Rey lihat bersama Devva.

Kenapa dia rutin kerumah sakit? Tapi kali ini dia tidak bersama Devva. Kemana Devva?.
Batin Rey.

Rey masuk kedalam mobil dengan bantuan ayahnya. Akhirnya Rey bisa melihat ramainya jalanan. Wajahnya pun terlihat lebih ceria.

"Pa." Ucap Rey.

"Iya."

"Rey gak mau pakai kursi roda." Ucap Rey.

"Kenapa?"

"Rey gak mau pah, Rey mau pakai tongkat aja."

"Dokter kan nyuruh kamu pakai kursi roda." Jelas ayahnya.

"Rey gak suka di kursi roda, Rey mau pakai tongkat." Rey memaksa.

"Untuk sementara ini pakai kursi roda dulu ya." Ucap ayahnya. Rey diam.
"Nurut dulu sama dokternya, takut kamu jatuh atau gimana kan kita gak ada yang tau." Lanjut ayahnya.

"Oke, tapi besok Rey bisa mulai sekolah kan pah." Ucap Rey.

"Istirahat aja dulu di rumah."

"Rey harus sekolah pah. Rey kan laki-laki, Rey kuat ko." Ucap Rey memastikan ayahnya. Ayahnya menatap Rey lama.

"Kamu tuh baru keluar rumah sakit."

"Ya justru itu pah, Rey bosen tiduran mulu. Rey juga udah banyak ketinggalan pelajaran nih."

"Yauda, besok papa anter."

"Nanti Rey minta jemput sama Mika aja pah. Papah istirahat aja di rumah." Ucap Rey

"Yauda enaknya kamu aja gimana." Ucap ayahnya pasrah.

Setelah sampai di rumah, Rey dibantu untuk masuk kedalam. Rey dibawa ke kamar yang ada dibawah. "Mau dibawa kemana pah?." Ucap Rey bingung.

"Kamar." Ucap supir Rey.

"Kan kamar Rey di atas pah."

"Abanggg." Ucap Dafa turun dari tangga lalu berlari menuju Rey. "Daffa kangen ama abang." Ucap Daffa memeluk Rey.

"Abang apa kaka?" Ledek Rey.

"Dua-duanyaa." Ucap Daffa. Daffa memang seperti itu, kadang memanggil Rey abang, kadang kakak, sesuka hati Daffa aja.

"Eh abang pulang." Ucap mamanya memeluk Rey. "Kamar kamu pindah ke bawah, untuk sementara kamu di bawah ya, biar ga susah turun naik." Jelas mamanya.

"Barang-barang Rey gimanaa?" Ucap Rey panik.

"Semua barang-barangnya udah dipindahin kebawah."

"Syukur deh." Ucap Rey menghela nafas lega.

Rey diantar masuk kedalam kamarnya. Semua posisi masih sama seperti kemarin. Hanya saja, kini kamarnya di bawah.

"Mah, besok Rey mau sekolah." Ucap Rey.

"Udahlah bang istirahat aja dulu di rumah." Ucap mamanya.

"Rey mau sekolah mah. Kangen sekolah, udah lama ga ketemu temen-temen." Jelas Rey.

"Kangen karena lama gak ketemu temen-temen atau kangen ketemu gebetan?" Ledek mamanya.

"Yeeuu gak punya gebetan."

"Kamu putus sama Bella kan?" Tanya mamanya. Rey diam. Mungkin Bella sudah cerita ke mamanya. Rey mengangguk.

"Bella udah cerita semuanya. Waktu itu dia kemari, tapi kamu lagi sakit jadi mama kasih tau kamu di rumah sakit. Terus besoknya dia jenguk kamu kan?" Tanya mamanya.

"Iya. Tapi Rey cuekin." Ucap Rey ketus.

"Kenapa kamu cuekin?" Tanya mamanya.

"Karena dia asik sama gebetannya mah." Ucap ayahnya menyambar yang kini menghampiri mereka.

"Kagaakkk." Ucap Rey ngeles.

"Tapi gak kalah cantik ko gebetannya." Ledek ayahnya.

"Siapaa bang? Kak Devva ya bang." Ucap Daffa ikutan meledek Rey.

"Siapa itu Devva?" Tanya mamanya.

"Perasaan yang kemarin namanya Baila." Ingat ayahnya.

Rey terpojoki, ia hanya bisa memutar kedua bola matanya. Tapi ia senang, sudah lama keluarganya tidak seperti ini.

"Wah anak kamu playboy nih pah kaya bapaknya." Ucap mamanya. Rey tertawa.

"Rey gak punya gebetan, mereka semuanya temen." Jelas Rey.

"Temen tapi mesra?" Ledek ayahnya.

"Berawal dari temen, lama-lama demen." Ledek mamanya.

"Dulu juga mamah sama papah musuhan dulu, kalo ketemu berantem terus. Eh lama-lama mama kamu kepincut deh." Ledek ayahnya.

"Ih pede kamu, papah kali yang langsung jatuh cinta sama mama." Ucap mamanya.

"Jodoh gak ada yang tau Rey. Puas-puasin aja dulu jadi playboy, tar kalo udah nikah berenti, terus berubah jadi goodboy." Ucap ayahnya. Rey mengangguk sambil tertawa.

"Yu kita balik ke kamar, biar Rey istirahat disini. Kita di kamar sebelah ya, kalo ada apa-apa kamu pencet aja tombol yang ada disebelah kasur." Jelas ayahnya.

"Siapp bos." Ucap Rey.

Mereka kembali kekamarnya. Kini Rey berada di kamar sendiri. Rey segera merebahkan tubuhnya. Tubuhnya sudah sangat merindukan kasur miliknya. Ia menelpon Mika untuk memberi kabar bahwa ia sudah pulang. Rey juga meminta tolong kepada Mika untuk menjemput Rey di rumahnya. Rey memejamkan matanya, ia harus tidur lebih awal karena besok akan kembali sekolah.

Selang beberapa menit, hpnya berdering, bertuliskan nama Devva. Rey mendiamkannya, ia tidak ada niatan untuk mengangkat telpon dari Devva. Rey ingin sekali berbicara dengan Devva, tapi Rey masih kesal dengan Devva.

Kenapa gue jadi kekanak-kanakan gini sih. Gue kangen lo Dev tapi untuk saat ini biarin gue begini dulu. Ck, bego banget si kenapa gue harus kesel liat lo sama temen lo itu. Masa iya gue cemburu liat lo sama dia, ga mungkin kan. Padahal udah jelas gue bukan siapa-siapa lo. Batin Rey.

Berkali-kali Devva menelpon, Rey tidak mengangkatnya. Rey kembali memejamkan matanya. Setelah itu notif hp Rey berbunyi. Devva mengirim pesan untuknya.
"Ish telpon gue ko ga diangkat."
"Lo udah tidur ya?"
"Yauda selamat bobo Reynand alexi, mimpi indah ya." 

Rey hanya membaca lewat notif, senyumnya mengembang.
Cihh, kesurupan apa tuh anak pake ngucapin selamat bobo. Batin Rey.

Rey mencoba memejamkan matanya, kata-kata Devva masih terbayang di kepalanya. Sampai akhirnya Rey tertidur.

ReynandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang