Semua orang sudah berkumpul di ruang rawat Adit. Adit sudah di pasangkan Infus dan juga transfusi Darah karna Ia cukup kehilangan banyak Darah.
"Bagaimana keadaanya dok?" Tanya Dava
"Darahnya cukup banyak keluar. Tapi syukurlah tidak ada sesuatu yang Fatal. Hanya butuh transfusi darah dan istirahat." Ucap Dokter. Davina menggapai tangan Adit yang di perban. Ia duduk di kursi samping kasur Adit. Ia terus menggenggam tangan Adit dan menempelkan pipinya pada tangan Adit. Air matanya terus berjatuhan.
"Ayo kita keluar" ucap Ratih dan mengajak yang lainnya keluar. Membiarkan Davina di sana bersama Adit. Meskipun ingin tetap menunggui Adit namun Sarah pun ikut keluar.
Davina hanya terus menggenggam tangan Adit tanpa mengatakan apapun. Air mata seakan tak berhenti mengalir dari matanya. Ia mengingat semua ucapan Adit. Bagaimana mungkin Ia tak pernah Sadar bahwa dialah yang paling menyakiti Adit. Kata-kata Adit yang mengatalan bahwa dirinya yang palinh baik menyakiti Adit terus terngiang di kepalanya.
Tangisan Davina kini berubah menjadi isakan demi Isakan yang semakin lama terdengar begitu memilukan.
Davina tak sanggup mengatakan apapun Ia hanya bisa menangis dan terus menangis. Meski dalam hatinya Ia terus berjanji akan meninggalkan Adit,meski di dalam hatinya Ia terus memohon maaf pada Adit. Namun semua kalimat itu tak sanggup Ia katakan. Ia merasa begitu buruk dan bodoh. Buruk karna telah menyakiti orang yang paling Ia cinta dan Bodoh karna Ia tak menyadari itu.
Davina terus menggenggam tangan Adit,menciumi tangan itu. Hanya sekali lagi.. hanya biarkan saat ini Ia menggenggam tangan Adit setelah itu ia janji akan benar-benar pergi dari Adit.
.
.
.
Dava mengantarkan Mira dan Sarah pulang. Sesampainya di depan rumah. Dava membukakan pintu untuk Mira dan juga Sarah. Keduanya turun dari kursi yang berbeda Mira dari kursi depan Sarah dari kursi belakang."Makasih Dava" ucap Mira dan langsung berjalan masuk meninggalkan Dava dan juga Sarah. Sarah masih terdiam di tempatnya.
"Kak.." ucap Sarah nyaris tanpa suara.
Dava mengusap kepala Sarah. Tak ada senyum sebagaimana biasanya. Ia hanya terus mengusap kepala gadis itu."Aku sudah berusaha untuk berhenti kak.." ucap Sarah. Dava masih terus mengusap kepala Sarah.
"Masuk dan Istirahat. Kita bicara nanti" ucap Dava
Sarah mengangguk. Ia melewati Dava lebih dulu dan masuk ke dalam rumahnya. Dava mengikuti. Mereka berdua masuk. Namun Mira berdiri di ruang tamunya entah dengan tatapan apa itu. Sarah dengam takut mendekat ke arah Ibunya.
"Mah" ucap Sarah namun sebuah tamparan mendarat di pipi Sarah.
"Mamah.." ucap Dava dan mendekat. Dava menyentuh pipi Sarah."Kamu ngga papa?" Tanya Dava. Sarah tak mengatakan apapun. Air matanya hanya kembali terjatuh.
"Sudah puas kamu? Sudah puas hah!" Bentak Mira
"Mah.. sudahlah.." ucap Dava
"Berhenti membelanya Dava." Ucap Mira
"Mah.. ini bukan salah Sarah" ucap Dava.
"Lihat Sarah! Dia bahkan masih terus membela mu di saat kamu sudah melakukan hal sejauh ini. Davina itu adik mu,sarah. Dia adik mu. Bagaimana mungkin kamu sampai hati pada adik mu" ucap Mira. Dava mencoba menenangkan Ibu tirinya itu.
"Ke kamar mu Sarah" ucap Dava dan menyentuh bahu Sarah. Namun Sarah menampik Dava. Ia sunggu tidak tahan lagi di perlakukan seperti itu. Ia tau Ia salah namun apa tidak bisa Ibunya membelanya sedikit saja.
"Lalu bagaimana mungkin mama sampai hati untuk menampar ku? Kenapa mama selalu membela Davina? Kenapa mah? Apa karna Davina lebih cantik dari ku? Apa karna dia lebih membuat mu bangga? Apa mama pernah memikirkan perasaan ku? Aku memang tidak secantik Davina. Aku memang gendut. Hal yang selalu mama sendir kan pada ku! Tapi gendut bukan dosa mah! Tapi kenapa orang-orang memperlakukan ku seperti bukan manusia." Ucap Sarah
KAMU SEDANG MEMBACA
No Doubt,Just Love!
Romance"Cinta itu bukan tentang memberi dan menerima.Tetapi tentang terus memberi tanpa pernah berfikir apa yang akan kamu terima."