Sarah menatap foto-fotonya dengan Adit. Air matanya meleleh begitu saja. Ia sungguh tak tau harus bagaimana kini. Jika dulu Ia mampu meminta Adit meninggalkan Davina rasanya saat Ini Ia tak akan mampu. Belum lagi Davina yang semakin baik padanya. Davina juga begitu mempercayainya. Tapi Ia juga tak mampu melepaskan Adit. Silahkan menghakimi bahwa dirinya salah tapi apakah ada yang benar-benar tau perasaanya. Ia bukan selalu merasa paling tersakiti,Ia memang selalu tersakiti. Adit adalah pria pertama yang Ia cintai dan mencintainya. Adit adalah pria pertama yang bisa mencintainya tanpa pernah memandang fisiknya. Adit adalah pria pertama yang mengubah kehidupannya. Silahkan menghakiminya. Namun bukankah kita tak pernah bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa? Bukankah cinta masalah hati?. Dan kini pada akhirnya hanya dia yang salah,hanya dia yang terluka sendiri. Siapa lagi pria yang akan mencintainya seperti Adit mencintainya? Ia bukan Davina yang bisa mendapatkan apapun yang Ia mau. Ia tidak secantik Davina,tidak sekaya Davina,tidak seberuntung Davina,dan Ia memang bukan Davina. Silahkan katakan bahwa Ia tak mensyukuri hidupnya silahkan hakimi tapi setelah itu cobalah menjadi dirinya.
.
.
.
Rambut panjang hitam dan cantik itu di selipkan pada telinga. Jari lentik yang di hiasi pewarna kuku yang begitu cantik, mengusap foto pada bingkai berukuran 4R itu. Dalam foto itu ada potret dirinya yang begitu cantik dan tersenyum bahagia bersama sang kekasih yang nyaris tanpa ekpresi. Davina terus mengusap wajah dalam foto tersebut. Hatinya mengilu,Ia ingin Adit bahagia,tapi sungguh Ia tak akan sanggup melepaskan Adit yang sudah Ia kenal sejak Ia mulai mengenali manusia,yang sudah Ia cintai sejak pertama kali Ia tau ada sesuatu yang di sebut Cintai. Air mata mengalir pada wajah cantik itu. Ia sungguh Ingin tau alasan dari pria yang sampai hati mengkhianitinya. Bagaimana mungkin pria itu sampai hati melakukan itu kepadanya jika dirinya saja tak pernah berfikir sedetik pun untuk mengganti Adit dalam hidupnya. Tak pernah sekali pun.
.
.
.
Mata Adit menatap lekat langit-langit kamarnya. Hal yang sering di lakukan oleh Fero dan juga Davina. Hal yang ternyata memang sedikit membuat hatinya menenang ya hanya sedikit karna saat ini Ia sedang merasa begitu sangat gelisah. Ia tak tau harus apa dan bagaimana. Hatinya yang membeku kembali mencair dan menghangat sejak sarah datang dalam kehidupannya. Pertama kali dalam hidupnya Ia begitu Ingin memperjuangkan sebuah hubungan. Ia merasa begitu bahagia bersama Sarah. Perasaan yang tak pernah Ia dapati ketika Ia bersama Davina. Ia ingin bersama Sarah,membangun sebuah keluarga,melanjutkan hidupnya. Ia sungguh ingin memperjuangkan Sarah dan bahagia dengan wanita itu. Menurutnya Ia memiliki kesamaan dengan Sarah. Mereka sama-sama tak pernah bahagia. Ia tak seberuntung Fero yang bisa memilih apapun yang pria itu mau. Ia harus hidup sesuai keinginan orang tuanya. Tak sekalipun Ia di biarkan untuk memilih. Hingga Ia lupa rasanya bahagia. Namun Davina yang sudah lama bersama tak mampu Ia tinggal begitu saja. Mendengar bagaimana Davina mencintainya sungguh tak mampu Ia abaikan. Tidak hanya satu atau dua tahun Davina mencintainya. Tapi sudah belasan Tahun. Ia sendiri tak mengerti mengapa Ia tak rela jika Fero bersama Davina. Bukankah jika Ia ingin bahagia dengan sarah Ia harus membiarkan Davina dengan Fero. Apa itu artinya Ia harus kalah lagi pada Fero? Davina adalah miliknya. Tidak bisakah Fero menjauh dari hal-hal yang menjadi miliknya. Ia sungguh tak rela jika Fero memiliki Davina. Ia tak Rela jika pria itu menyentuh banyak Wanitanya apa lagi saat ini Davina masih kekasihnya. Hanya dengan membayangkannha Saja Adit merasa begitu marah.
.
.
.
Dava mengetuk pintu kamar Sarah,setelah di izinkan masuk Dava pun masuk ke dalam.
"Ada apa kak?" Tanya Sarah. Dava tersenyum dan duduk di kasur Sarah."Tidak ada, hanya ingin melihat Adik ku. Belakangan ini aku terlalu sibuk sampai tidak sempat menanyakan perkembangan adik ku satu persatu. Jadi bagaimana kuliah mu?" Tanya Dava. Sarah ikut duduk namun Ia memilih untuk duduk di kursi belajarnya.
"Lancar ka" ucap Sarah. Dava tersenyum dan mengangguk.
"Apa Fero dan Davina menyusahkan mu?" Tanya Dava
"Tidak.. mereka tidak menyusahkan ku" ucap Sarah
"Syukurlah. Ada yang mau kamu ceritakan pada ku?" Tanya Dava.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Doubt,Just Love!
Romansa"Cinta itu bukan tentang memberi dan menerima.Tetapi tentang terus memberi tanpa pernah berfikir apa yang akan kamu terima."