💖49

2.2K 132 13
                                    

Angin malam menerpa wajah tampan milik Fero itu. Fero terduduk di kursi pinggir kolam renang kediaman Davina. Ia mencoba memulihkan dirinya dari sisa mabuknya. Sebentar lagi Davina akan menjadi miliknya. Hanya dalam hitungan jam saja Ia akan benar-benar memiliki Davina. Hanya sebentar lagi dia akan merampas semua kebahagian Davina. Bagaimana mungkin Ia bisa sekejam ini pada Davina.
Fero menghela napasnya berkali-kali. Mencoba untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya itu.

Sarah dengan ragu-ragu mendekat kepada Fero. Ia meletakan sesuatu di samping Fero. Fero menoleh ke arah Sarah. Tak seharusnya Ia marah pada wanita itu. Memang apa salah Sarah padanya. Jika ingin di urutkan memang dirinya lah yang paling salah atas segalanya.

"Euhm.. aku pikir itu sedikit bisa menghilangkan sakit kepala kaka. Kata Tamara tadi kaka sempat minum alkohol. Besok acaranya pagi. Sebaiknya setelah minum itu kaka langsung istirahat" ucap Sarah. Fero tak mengatakan apapun Ia hanya masih menatap Sarah. Lalu mengalihkan pandangannya menatap lurus pada kolam di hadapannya. Fero masih menghela napasnya berkali-kali. Sarah pun bersiap untuk pergi kalau saja Fero tak mengajaknya bicara.

"Dimana davina?" Tanya Fero

"Euhm.. tadi kak Dava mengantar Davina ke kamar. Tadi waktu aku ingin memberikan  air hangat aku lihat dia sudah tidur" ucap Sarah. Fero menganggukan kepalanya.

"Aku pikir kaka juga butuh istirahat sekarang" ucap Sarah lagi.

"Bukankah harusnya aku sakit dengan begitu aku tak perlu melukai Davina dan Adit besok. Bukankah itu yang kamu mau" Ucap Fero tanpa menatap Sarah. Ia hanya terus menghela napasnya.

"Jangan sakit" ucap Sarah. Fero menoleh ke arah Sarah.

"Jangan Sakit.." ulang Sarah. Fero masih terus menatap Sarah.

"Kaka benar bukan kakak yang merampas kebahagian Davina. Kaka hanya ingin melindungi Davina dan seorang pelindung tidak boleh sakit." Ucap Sarah

"Tidak.. aku memang merampas kebahagian Davina" ucap Fero. Sarah tersenyum lembut kepada Fero.

"Tidak ada yang salah. Kamu hanya mencintai Davina. Wajar kalau kamu ingin memilikinya. Bukannya selama ini kamu sudah menunggu begitu lama? Bukannya selama ini kamu sudah berjuang? Kalau begitu berjuanglah sampai akhir. Perjuangkanlah jika ini bisa ngebuat kamu bahagia" ucap Sarah

Fero kembali menatap Sarah. Lidahnya terasa kelu. Rasanya Ia sungguh ingin kembali menangis. Hatinya sakit,hatinya pilu. Memang benar Ia melakukan kesalahan tapi bukankah Ia juga sudah memperjuangkan Davina.

"Alasan aku berhenti mengejar sesuatu yang ku pikir itu cinta adalah karna aku tau aku hanya akan semakin terluka jika aku terus mengejarnya. Karna aku tau aku tidak akan bahagia jadi aku merelakannya. " ucap Sarah

"Lalu haruskah aku melepaskan Davina?" Tanya Fero.

"Jangan.. jangan lepas kalau itu lebih menyakiti mu dan lepaskan jika dengan memilikinya akan semakin melukai mu." Ucap Sarah

"Aku tidak mana yang lebih melukai. Aku bahkan tidak tau apa aku dapat terluka lebih parah dari saat ini" ucap Fero.

Sarah mendekat kepada Fero. Ia mengambil nampan yang ia letakan tadi lalu duduk di sana. Sarah memberikan gelas berisi minuman itu kepada Fero.

"Minumlah" ucap Sarah. Fero meminumnya sedikit. Lalu meletakan gelas itu di sampingnya. Fero memegang keningnya. Ia menunduk dan perlahan air matanya mulai kembali terjatuh. Sarah mengusap lembut punggung Fero. Ia sungguh tau perasaan fero saat ini.
Sarah menepuk-nepuk punggung itu. Mencoba memberikan kekuatan pada setiap tepukannya. Air mata Fero kembali berjatuhan.

Dari kejauhan Dava hanya dapat menatap ke arah keduanya. Dava menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. Ia sungguh tidak tau mana yang paling baik yang harus terjadi. Hati yang mana yang harus di selamatkan. Baik Davina,Sarah,Fero maupun Adit. Baginya ke empat orang itu adalah adik baginya.

No Doubt,Just Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang