💖30

1.4K 106 18
                                    

Davina duduk berhadapan dengan Adit. Ia mencoba mengobati pipi Adit. Namun Air matanya sendiri sungguh tidak dapat berhenti. Membuat Davina terus menghapusnya.

"Berhentilah,aku baik-baik Saja." Ucap Adit. Davina terus mencoba mengobati Adit lagi.

"Apa masih ada yang sakit?" Tanya Davina dengan terisak. Adit menangkap tangan Davina.

"Tidak ada yang sakit, cukup Davina. Ada apa dengan mu,kenapa kamu yang nangis" ucap Adit.

"Karna Adit luka" ucap Davina dengan polosnya.
"Kalau aku luka,aku yang sakit dan seharusnya aku yang nangis bukan kamu" ucap Adit.

"Karna Adit lukanya karna Davina. Setelah ini Adit pasti semakin benci sama Davina. Tapi demi Tuhan Davina ngga pernah minta Fero buat pukul Adit. Davina ngga pernah berniat untuk melukai Adit sedikit pun." Ucap Davina dan semakin terisak. Davina merosot dari kasurnya Ia berada di bawah kaki Adit dan memegang lutut Adit.

"Davina tau ini salah Davina. Harusnya Davina ngga pingsan. Ini salah Davina. Davina yang bikin Fero marah. Tapi Davina ngga tau kenapa Fero harus marah. Davina tau Davina Salah. Adit boleh marah dan benci sama Davina tapi tolong jangan timggalin Davina" ucap Davina dan semakin terisak. Adit mencoba untuk mengangkat Davina.

"Davina.. jangan seperti ini. Bangunlah."ucap Adit. Davina menggeleng.

"Adit janji dulu ngga akan tinggalin Davina." Ucap Davina. Adit menghela napas.

"Iya.. oke. Bangun. Aku tidak akan meninggalkan kamu hanya karna Fero memukul ku. Berhentilah untuk bersikap seperti ini Davina." Ucap Adit

"Davina akan lakukan apapupun..Davina..akan.."

"Iya Adit tau. Sekarang bangun dan duduklah yang benar" ucap Adit tegas. Davina pun bangun dan kembali duduk di samping Adit. Namun air matanya masih terus mengalir. Adit menghela napasnya. Tangan terulur untuk menyentuh pipi kekasihnya itu. Di hapusnya Air mata Davina yang tidak berhenti mengalir.

"Apa kamu benar-benar takut kehilangan ku?" Tanya Adit. Davina mengangguk dengan air mata yang semakin deras.

"Kenapa?"tanya Adit.

"Eng..ga ta..u. Da..vi..na ..Da..vi..na cu..ma ngga..mau A..dit per..gi" ucap Davina yang tersendat karna isakannya.

"Adit selalu nyakitin kamu kan?" Tanya Adit. Davina menggelengkan kepalanya.

"Eng..ga Da..Vi..na yang Bi..kin su..sah A..dit" isak Davina lagi. Adit menelan salivanya yang terasa begitu pahit. Melihat Davina yang seperti ini membuat Adit tak mampu meninggalkan Davina. Haruskah Ia menghapus perasaanya kepada Sarah? Haruskah Ia kembali menerima takdirnya? Mengapa takdir mempermainkannya. Jika Ia tidak di izinkan untuk jatuh cinta mengapa harus Ia di pertemukan. Adit mengusap rambut Davina.

"Davina cinta Sama Adit" ucap Davina lagi. Adit tak menjawab atau mengatakan apapun Ia hanya terus menatap Adit.

"Bahkan sekalipun Adit engga. Ngga papa.. Davina ngga marah. Tapi tolong Adit jangan pergi" ucap Davina. Adit menatap frustasi pada Davina. Ia sungguh tidak tau harus mengatakan apa. Hatinya terasa begitu sakit tanpa Ia tau apa yang membuat hatinya Sakit. Ia merasa tak sanggup melihat Davina seperti ini. Lalu bagaimana dengan Sarah.. apakah Adit sanggup meninggalkan Sarah dan melihat Sarah terluka.

"Adit janji jangan pergi ya.." ucap Davina pilu.

"Kenapa harus aku Davina...kenapa aku" batin Adit. Namun Adit tak mengatakan apapun Ia hanya menarik Davina dalam pelukannya. Membuat wanita cantik itu melepaskan segala rasa sakit dan ketakutannya dalam dekapan Adit. Davina terus mengeratkan pelukannya seakan takut bahwa sebentar saja Ia melepas Adit,pria itu akan menghilang dari hadapannya.
.
.
.
.
Hari berlalu begitu saja. Adit berusaha untuk menghindari Sarah. Ya,katakan saja Adit memang pengecut tapi Ia sungguh tak sanggup untuk menemui Sarah saat ini. Adit belum memiliki keputusan. Namun sepertinya Ia akan menyerah pada Sarah. Sarah benar Ia tak bisa melepaskan Davina. Entah apa yang membuatnya tak bisa melepas Davina begitu saja.
Begitupun dengan Fero sebisa mungkin Ia menghindari Davina. Meskipun Fero tetap berada di rumah itu atas kesepakatannya dengan Dava tentu saja. Rumah itu pun kembali menjadi sepi karna Fero yang jarang di rumah. Ia akan berangkat pagi lalu pulang saat malam begitu larut. Tapi sudah dua hari ini Fero tak juga kembali ke rumah itu.
Davina membolak-balik tubuhnya di atas kasur. Hatinya gelisah. Berkali-kali Ia membuka kamar Fero namun Fero tak kunjung ada di sana. Dengan kesal Davina pun bangun dari tidurnya dan duduk.

No Doubt,Just Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang