"Davine!"
Pemilik nama itu mendengar samar-samar panggilan yang berasal dari lantai bawah. Dia pikir itu hanya mimpi, sehingga dia melanjutkan tidurnya lagi. Namun dia tak bisa karena panggilan itu terus terdengar. Dia membuka matanya perlahan, benda yang pertama ia lihat yaitu jam digital yang menunjukkan angka 07:10.
"Abang!! Sekolah bang!" gadis kecil berseragam TK itu berteriak tepat di kuping kiri Davine.
"Iya Ona," cowok itu menguap tanpa menutupi mulutnya, kemudian berusaha bangun sekeras mungkin mengalahkan malasnya. Bermodal kaus hitam polos, training putih, dan rambut acak-acakan dia berani mendatangi ruang makan.
Pria paruh baya yang duduk di kursi ruang makan itu menatap anaknya yang belum mandi bahkan belum cuci muka dengan tajam. Sayangnya mata Davine belum terbuka sempurna, jadi dia tidak menyadari tatapan tajam dari ayahnya.
"Davine, mandi dulu sana." Ujar wanita paruh baya yang tengah menyiapkan isi meja makan.
"Nanti aja, Davine mau makan dulu"
"Mandi." Sahut pria paruh baya itu sambil sengaja mengetukkan sendoknya ke piring.
"Ya," jawab Davine dengan datar lalu melenggang pergi menuju kamarnya lagi.
Beberapa menit kemudian, Davine keluar kamar dengan seragam SMA berbalut jaket hitam pekat sambil menggendong tasnya. Dia tampak lebih tampan dari sebelumnya, walau rambutnya masih acak-acakan.
"Ayah mana?" tanyanya pada wanita paruh baya yang itu adalah Mamanya, Nada.
"Sudah berangkat sama Ona," jawabnya seraya merapikan piring kotor di atas meja. Sebelum mengangkatnya, dia melirik anaknya. Tampak wajah penuh kesedihan sekaligus kekesalan di sana. Nada menghampiri Davine lalu mengelus rambutnya. "Sabar ya, Mama masih berusaha buat yakinin Ayah."
Davine mengangguk dan tersenyum kemudian menyantap sandwich yang ada di depannya.
"Gak makan nasi Dav?"
"Gak Ma, roti aja." Davine melahap sandwichnya hingga habis tak tersisa. Davine berdiri lalu menghampiri Mamanya yang ada di dekat wastafel. "Ma Davine berangkat,"
"Iya nak, langsung aja tangan mama basah."
Jika tidak bisa mencium tangan Mamanya, dia pasti akan mencium pipi Mamanya. Setelah itu dia pergi ke garasi mengambil sepeda CBR merahnya.
Nada melihat anaknya sudah keluar dari rumah. Dia ingat tugas rutinnya mengabari ayah dari Davine bahwa anaknya sudah berangkat sekolah.
Nada mengambil handphonenya lalu menekan riwayat log panggilan teratasnya. "Halo Leo, Davine udah berangkat sekolah."
Davine mendengar ucapan Nada dari balik pintu. Sebenarnya tadi memang Davine sudah keluar rumah tapi karena ada sesuatu yang tertinggal dia kembali dan membiarkan motornya ada di depan pagar.
"Udah kok, Davine udah sarapan."
Ayah nanyain gue? Gak, gak mungkin. Davine masuk lagi ke rumahnya, membuat Nada sedikit terkejut dan langsung mematikan telponnya.
"Davine? Kok balik?" tanya Nada dengan gelagapan.
"Stik ketinggalan," Davine melewati Mamanya begitu saja.
Leo : Kenapa?
Nada : Ada Davine, balik ambil stik.
Pria paruh baya berjas hitam dengan rahang tegas dan matanya yang tajam itu duduk bersila angkat di ruang kerjanya sambil membaca layar HP. Tanpa diberi name tag siapapun tahu siapa pria itu. Leonardy Airlangga. Mantan pemain sepak bola yang sekarang menjadi CEO sekaligus owner dan founder "Leon Sports", sebuah perusahaan ternama pemroduksi alat-alat olahraga yang sudah memiliki cabang di seluruh Indonesia. Pria sukses itu sudah mempunyai seorang istri dan dua anak. Istrinya bernama Nada Adelle Airlangga, di benak Leo tidak pernah ada niatan untuk menambah istri. Anak pertamanya, Davine Airlangga, yang sudah berusia 17 tahun. Dan anak keduanya, Leona Airlangga, gadis kecil yang masih berusia 5 tahun.
Leo sedang mengetik balasan pesannya untuk Nada. Setelah membalas pesan, pandangannya terkalihkan pada sebuah bingkai foto yang ada di meja kerjanya. Fotonya mengenakan jersey dan menggandeng seorang anak kecil yang juga mengenakan jersey di lorong sebelum masuk lapangan. Anak itu adalah Davine, anaknya sendiri.
"Seharusnya sekarang kamu sudah jadi anggota timnas usia 17, tapi takdir berkata lain." Leo mengusap kaca yang melindungi foto itu.
"Bahkan dia gak bisa nendang bola."
**
Aku post lagi pelan-pelan, sambil diperbaiki😘
Nafiaalbashita
KAMU SEDANG MEMBACA
Retaliation
Teen FictionDavine Airlangga, THE COLDEST BOY EVER di SMA Gama. Tidak pernah yang namanya mau berurusan dengan cewek. Sebagian berpikir Davine pernah memiliki masa lalu yang kelam, ada juga yang berfikiran bahwa Davine tidak normal. BIG NO! Davine masih normal...