"Tinggal satu orang. Feeling Davine bilang orangnya ada di rumah merah, tapi aku gak ada scope Ma," Ucap Davine sambil matanya terus fokus pada gamenya.
"Mama pegang sniper plus kali enam nih," Nada menekan ikon scope di layar handphonenya. Benar seperti dugaan Davine, ada kepala muncul di jendela rumah itu. Tak perlu menunggu lama, Nada langsung menembaknya dan..
Nadelle killed AingProPlayer by headshot with kar98k
"Mantap! Yuhuu chicken dinner!" Teriak Nada dengan girang.
"Aku merasa gagal jadi cowok," Davine menggaruk-garuk kepalanya sambil menyengir.
"Hahaha! Kamu noob kayak Ayahmu tuh!" Nada menyindir Leo yang suka knock duluan, mumpung pria itu tidak ada di sini.
"Assalamualaikum.." Di tengah tawa Nada yang menggelegar, Davine mendengar samar-samar ketukan pintu dan seseorang mengucap salam.
"Ma tamu tuh,"
Nada langsung berhenti tertawa dan melempar tatapan tajam pada anaknya, "Siapa yang ngajarin kamu ngomong kasar?"
"Astaghfirullah," Davine menepuk jidatnya. "Ma ada tamu tuh." Ralatnya.
"Eh, oalah tamu." Nada tertawa kecil, kemudian dia beranjak dari sofa.
Davine menggeleng-geleng. Dia merasa Mamanya ini gagal tua. Usia sudah kepala 4 tapi kelakuan seperti ABG 17 tahun. Astaga. Meski begitu Davine sangat bahagia mempunyai Mama seperti Nada, jadi dia tidak merasa Mamanya seperti orang asing. Tidak seperti Ayahnya.
Mata Davine tertuju pada pintu rumahnya, dia melihat Nada masuk kembali. Tapi kali ini Nada tidak sendirian, Thania ada di belakangnya. Davine sedikit terkejut gadis itu datang kemari.
"Ayo duduk Than," Nada mengajak Thania untuk duduk di sofa yang tersedia di ruang tamu.
"Iya Tante makasih, Thania cuma mau ngasih kue ini doang kok." Thania menolak dengan halus ajakan Nada.
"Duduk aja dulu, tante bikinin minuman." Nada tetap bersikukuh.
Thania menyengir kikuk, "Iya Tante."
Akhirnya Thania menerima tawaran Nada dan duduk di sofa seberang Davine duduk, sedangkan Nada melenggang pergi ke dapur. Sebelum Nada memberikan suguhan, Davine sudah memberi suguhan terlebih dahulu untuk Thania, tatapan dinginnya. Thania tampaknya sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan pacarnya itu.
Davine melirik sepiring kue cubit yang ada di tangan Thania. "Bikin sendiri?" Tanyanya.
"Iya," Thania mengangguk.
Setelah itu Davine beranjak dari duduknya, dia berpindah ke tempat di sebelah Thania. "Mau," Davine menunjuk satu kue cubit yang di atasnya ada potongan oreo.
"Ah, iya." Thania langsung mengambil kue cubit yang dimaksud oleh Davine, gadis itu memiringkan badannya ke kanan sedikit untuk mempermudah memberikan kue itu.
Davine melirik kue cubit yang tampak enak itu. Baru saja tangannya mau menggapainya, dia sadar tangannya berkeringat karena permainan yang cukup menegangkan tadi. Davine melirik kue cubit itu dan tangannya secara bergantian. Perutnya sudah tidak sabar, tapi dia juga tidak mau kue cubit itu terkontaminasi keringatnya sendiri. Hmmm.... Setelah dilema yang cukup lama, akhirnya Davine mengambil keputusan. Dia membuka mulutnya dan langsung memakan kue cubit itu dari tangan Thania.
Kue cubit itu sudah digigit setengah, masih ada setengah lagi di tangan Thania. Davine mengunyah gigitan pertamanya terlebih dahulu sambil menatap Thania yang juga menatapnya saat ini. Entah hanya perasaan Davine atau memang benar. Wajah Thania terlihat tegang dan pipinya lebih merah dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retaliation
Novela JuvenilDavine Airlangga, THE COLDEST BOY EVER di SMA Gama. Tidak pernah yang namanya mau berurusan dengan cewek. Sebagian berpikir Davine pernah memiliki masa lalu yang kelam, ada juga yang berfikiran bahwa Davine tidak normal. BIG NO! Davine masih normal...