Akhirnya Thania sampai di ruang guru. Dia bertanya pada salah satu guru yang ada di dekat pintu. Sosok yang dicari oleh Thania ternyata berada di sebelah beliau yang ditanyai Thania.
“Permisi. Bu Sisil pembina Gama’s Choir ya?” tanya Thania dengan sopan.
“Ya? Kenapa?” Bu Sisil bertanya balik dengan nada ketus.
“Hari ini ada agenda Bu.”
“Oh ya? Saya tidak mau, anggotanya saja hanya 5 orang.”
Sabar Than, jangan mengumpat.
“Permisi...” Bella memasuki ruangan, dia berdiri di sebelah Thania.
“Nah ini ketuanya. Gama’s Choir sudah kehabisan anggota kan? Tak ada yang niat sedikit pun.”
“Maaf Bu. Anggota kami pergi karena tidak nyaman dengan cara berlatihnya.” Balas Bella.
Bu Sisil berdiri dan menggebrak meja. “Maksud kamu saya penyebabnya?!”
“Maaf Bu. Tapi memang benar. Seharusnya mereka dilatih secara pelan dan halus Bu. Apalagi junior-junior yang baru masuk.” Balas Bella lagi. Thania masih diam mendengarkannya.
“Sama saja kamu menyalahkan saya! Lagipula, untuk apa anggota padus tapi suaranya tidak sesuai?” Bu Sisil menatap Bella dengan tajam.
Thania menyentuh pundak Bella, dia meminta izin untuk bicara. Bella mengangguk.
“Maaf Bu, saya anggota baru Gama’s Choir. Saya mewakili anggota-anggota baru, kami berniat bergabung ekstra ini untuk mengembangkan bakat kami dan untuk belajar lebih mengenai paduan suara. Jika kami sudah hebat, untuk apa kami bergabung di Gama’s Choir? Kami bisa saja sudah mendunia sejak dulu.” Ujar Thania penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung Bu Sisil.
Bu Sisil hanya diam.
“Jika Ibu sudah tidak berkenan menjadi pembina Gama’s Choir, kami bisa meminta--”
“Silahkan cari pembina baru. Saya mundur.” Bu Sisil memotong omongan Thania.
**
Davine dan tiga temannya berjalan di lorong yang menghubungkan markasnya dengan ruang musik. Mereka mendengar suara nyanyian dari sana.
“Tumben padus hidup.” Gumam Alex.
“Bu Sisil tobat kali.” Sahut Galang.
Davine menoleh. Terlihat 6 gadis berbaris rapi menyanyikan lagu Indonesia Raya. Matanya hanya tertuju pada salah seorang yang ada di sana. Thania. Gadis yang membuat Davine menyentuh lawan jenisnya untuk pertama kali. Biasanya Davine selalu menepis tangan gadis-gadis gatal yang selalu mendekatinya, anehnya kali ini malah Davine sendiri yang memulai. Mungkin hanya karena terbawa lagu dan tidak sengaja. Tidak sengaja.
“Bu Windi?” Gilang mengerutkan dahinya melihat Bu Windi ada di antara 6 anggota padus itu.
Lamunan Davine buyar.
“Lah iya Bu Windi. Pembinanya ganti yak?” Galang mengikuti arah mata Gilang.
“Pasti Bella.” Alex tersenyum sekilas.
“Palingan Viola yang ngomong Lex.” Timpal Gilang.
“Viola pemalu, gak mungkin.” Tepis Alex.
“Huss udah. Itu bukan ulah Viola dan Bella.” Galang ikut nimbrung.
“Terus?” Alex dan Gilang bertanya kompak.
“Thania.” jawab Galang.
Gilang mengerutkan dahinya heran. “Gal, lo ngomongin dia mulu sih. Lo suka ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Retaliation
Teen FictionDavine Airlangga, THE COLDEST BOY EVER di SMA Gama. Tidak pernah yang namanya mau berurusan dengan cewek. Sebagian berpikir Davine pernah memiliki masa lalu yang kelam, ada juga yang berfikiran bahwa Davine tidak normal. BIG NO! Davine masih normal...