"Cepatlah," Seru lelaki itu. Lelaki yang lain mulai kerja asal-asalan, supaya cepat selesai mungkin.Sang lelaki berwajah kasar—yang tadi hanya menyuruh saja—mulai berkeringat. Kemeja putih mahalnya—tipikal kemeja atasan perusahaan yang sekarang tak terbungkus jas hitam wibawanya menampakkan bekas basah di punggung. Orang ini sungguh gugup.
"Kau yakin kita akan selamat?" Tanya seorang lainnya. Huh, berapa banyak orang sih di sini?
Lelaki itu mengecek nakas, "Akan aman jika kalian cepat. Maka bekerjalah!" Serunya. Orang yang bertanya tadi—sepertinya bawahannya membuang muka ke arah lain, menyibukkan diri dengan beberapa alat di tangannya.
"Huh, sangat berdebu," Lirih seorang gadis kecil. Suaranya parau, sangat pelan karena ia sendiri tak bicara dengan siapa-siapa.
Ia mengucek matanya, mencoba melihat. Namun sama saja, bahkan sampai tujuh kali ia melakukan hal yang sama, pandangannya tetap hitam. Gelap. Pengap.
Ia akhirnya sadar ia sedang dikurung di sebuah tempat seperti sebuah lemari baju. Saat tengah mencari cara keluar dan apa yang sedang terjadi, tangannya menyenggol sesuatu.
Seseorang. Seorang anak. Seorang gadis kecil sepertinya.
Ia tampak panik. Ia menggoyang-goyangkan tubuh anak itu. Sekalipun di sini sangat gelap, ia yakin.
"Chaengi, bangunlah, bantulah aku," Katanya lirih. Ia mulai menangis.
"Chaengi, jangan mati," Lirihnya lagi. Gadis kecil bernama Chaeng itu tak bergeming sama sekali. Nafasnya bahkan tak terdengar, disangsikan apakah ia masih hidup atau tidak.
"Coba cek apakah kedua anak itu masih hidup atau tidak," Kata lelaki itu. Lisa yang mendengar hal itu langsung berpura-pura pingsan.
"Mereka masih pingsan,"
"Baiklah, lanjutkan," Lelaki tinggi yang sebenarnya tampak baik itu memerintah. Bawahannya—jenis orang yang takut atasan, segera menutup rapat lemari coklat itu.
Apa yang mereka cari?
Dimana ayah dan ibu?
Kenapa aku dan Chaeng di sini?
Ada apa ini?Itulah hal yang melintas di pikiran Lisa kecil. Ia—yang baru delapan tahun saat itu sudah terjebak di pertikaian orang dewasa. Ia diculik, bersama teman bermainnya, Rosè. Sepintar apapun, Lisa juga tak bisa mengetahui kenapa ia dikurung di sini.
Sekarang, akan lebih baik jika aku fokus menyadarkan Chaeng.
Lisa mulai mengguncang-guncang tubuh gadis itu. Ia tak tau apakah berhasil, karena mengingat di sini minim cahaya. Ia teringat dengan benda dingin di pergelangan tangannya, yang mungkin bisa membantu memberi sedikit cahaya di sini. Ia menggerakkan gelang berkilau itu, berharap cahaya yang dipantulkannya dapat menyinari wajah Chaeng.
Ah, aku lupa aku dikurung di lemari.
Pasti ada setidaknya benda seperti cermin di sini.Lisa meraba kotak di punggungnya. Ia memangkunya, dan mulai meraba lagi. Beruntung, ada benda seperti pecahan cermin di sana. Ia membuat benda itu menjadi lampu darurat. Lalu membangunkan Chaeng.
"Ayah," Gumam Chaeng. Lisa melotot. Ia sangat lega Rosè tidak mati.
"Chaengi, jangan berisik. Aku akan membelikanmu apapun nanti, kumohon jangan bicara terlalu keras ataupun berteriak," Perintah Lisa. Raut wajah Rosè terbaca—ia bingung.
"Kita di dalam lemari. Kau lupa kita sedang bermain petak umpet? Jangan berisik. Aku tak mau ketahuan," Jelas Lisa. Rosè hanya mengangguk tidak yakin. Lisa tak ingin anak ini tau mereka disekap. Bisa-bisa anak ini menjadikan mereka sebagai umpan, mengingat teriakan Rosè sangat memekakkan telinga.
"Kapan permainan ini selesai?" Rosè berbisik. Lisa menggeleng waspada. Ia heran, keadaan di luar sudah tenang. Tapi ia tak yakin untuk keluar sekarang, ia pun tak tau apakah lemari ini dikunci atau tidak.
"Sebentar lagi," Kata Lisa meyakinkan. Ia ingin mencoba keluar. Tapi ia takut.
Tiba-tiba, keadaan menjadi gelap gulita. Untung saja ia tidak nekat keluar tadi. Masih ada orang di ruangan ini, dan sekarang—setelah ia yakin telah mendengar orang menutup pintu, Lisa berani membuka lemari ini.
Tidak dikunci. Keadaan yang membuat anak itu curiga, namun mungkin saja ini keberuntungan. Ia menuntun Rosè keluar, lalu terdiam karena tak yakin akan pergi kemana.
"Lisa-ya, apakah ini sebuah kejutan? Kenapa sangat gelap? Aku takut," Rosè memeluk lengan Lisa.
Lisa berpikir sebentar, mencoba mengingat, sedang di mana mereka. Semakin Lisa berpikir, semakin kencang pegangan Rosè padanya. Ia sebenarnya sangat terganggu dengan apa yang dilakukan anak itu. Namun apa boleh buat, daripada Rosè berteriak.
Senyum Lisa mengembang, tanda bahwa ia telah tau tempat apa ini. Bahkan ia tau mereka sedang ada di ruangan apa. Dengan tertatih-tatih, Lisa berjalan ke sebuah meja. Dirabanya barang-barang di atasnya, berharap menemukan sesuatu. Senyumnya kembali terukir kala ia memegang sebuah benda kecil berbutir.
Ia tau mereka akan lolos sebentar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAN A [BLACKVELVET]✔️
Mystery / ThrillerHighest rank; #2 in mystery; #1 in yeri, #1 in Blackvelvet, #1 in psikopat, #1 in jisoo; #1 in chaelisa; #1 hunlis Sekelompok pengacau mengganggu kedamaian kota. Para pengacau diketahui mampu menembaki banyak orang yang menghalangi mereka. Siapa san...