Nearly Lost You

3.2K 411 11
                                    

Secangkir kopi hitam dengan satu sendok teh gula. Vitamin pagi yang selalu mengawali hari Edwin Fahreza Kusumo. Memasuki tahun ketiga di usia tiga puluhan, dirinya semakin sulit melepaskan diri dari kafein. Apalagi, Kopi Aroma favoritnya selalu sulit ditolak. Seperti halnya kopi legendaris yang tak lekang dimakan zaman, menelurkan prestasi yang selalu dikenang adalah tujuan profesional sang direktur program Radio Gara.

Dua tahun terakhir, tangan Edwin semakin penuh. Para pucuk pimpinan Radio Gara memutuskan untuk menggunakan popularitas mereka sebagai pendongkrak unit bisnis baru. Pemasaran digital yang begitu menjanjikan, dipandang bisa menggendutkan pundi-pundi Radio Gara. Banyak merek dagang terkemuka yang melirik Glarity, kependekan dari Gara's Lab of Creativity, sebagai agensi yang menangani pemasaran produk mereka di dunia maya.

Untung saja, Edwin menemukan jalan kepada aset terpenting perusahaan saat ini : Diaz Erlangga Saputra, si pria serba bisa. Dengan pengalamannya di dunia periklanan sebagai copy writer dan jejaring yang dijalin selama nyaris satu dekade berkiprah di industri radio, Diaz adalah paket komplit. Edwin sangat menyukai bekerja sama dengan Diaz. Dan, bagaimana pun caranya, ia akan berusaha mengikat Diaz di Radio Gara sebagai formula penting dalam kesuksesannya.

"Pagi, Mas Edwin!" 

Wajah semringah Diaz muncul dari balik pintu ruang rapat. Aura semangat cowok jangkung itu seperti menyatu sempurna dengan nuansa kuning dan oranye yang menjadi tema interior ruangan.

"Masuk, Yaz. How's your weekend?" sambut Edwin.

Ada yang berbeda dari Diaz beberapa minggu belakangan. Meskipun pembawaan riangnya nyaris tak berubah, Edwin bisa merasakan Diaz seperti jadi lebih hangat. Ketika mendengar siaran Diaz pun, Edwin bisa membayangkan senyum lebar Diaz dalam setiap suaranya. Sebagai sesama makhluk dari Mars, Edwin tahu apa yang terjadi.

Si bujang populer ini sedang jatuh cinta!

"Weekend, ya biasa, Mas. Nothing's special," ujar Diaz.

Sebuah agenda berwarna hitam keluar dari dalam ransel merahnya. Walaupun sering serampangan dalam berperilaku, si penyiar andalan ini tidak pernah main-main soal pekerjaan. Ia mencatat rapi semua konsep, pembicaraan rapat, dan perkembangan kerja. Kerapian dan kesigapan Diaz setidaknya membuat Edwin tak perlu memiliki sekretaris yang stand by setiap rapat.

"Nothing's special with your someone special?" Mata Edwin mengedip. Ia yakin satu Bandung pasti sedang menebak-nebak pula, pemilik sepasang kaki berkulit putih pucat yang diunggah Diaz di Instagram-nya tempo hari.

Splish splash, lots of fun. Your face glows like the Sun.

Satu baris caption yang sontak langsung disambut deretan dan pertanyaan dari para pengikut Diaz. Dengan siapa Diaz menghabiskan waktu berkecipakan di dalam kolam ikan berdua? Tentunya cewek beruntung itu bukan orang sembarangan. Diaz yang terkenal untouchable bisa mendadak klepek-klepek, kalau memang bukan pakai tenaga dalam rubah ekor sembilan atau pesona susuk Laut Selatan.

"Nasi goreng kali, spesial," celetuk Diaz. Namun, semu kemerahan pada pipi dan telinganya, menyampaikan maksud berbeda.

Edwin terbahak. Sesi satu jam bersama Diaz sebelum memulai Monday Madness Meeting jam sepuluh nanti, selalu bagian terbaik dalam minggunya. Cowok penggemar musik grunge ini mengingatkan pada dirinya beberapa tahun silam. Lelaki muda enerjik yang optimis menyongsong dunia.

"Pokoknya pajak jadian, jangan lupa. Biar proyek juga tambah lancar," goda Edwin.

Diaz mengeluarkan botol minum dari tasnya. Dua tegukan besar infused water berisi potongan lemon dan daun mint, lalu ia kembali memandang lekat Edwin dengan tampang serius.

Bittersweet Love Rhapsody [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang