"I try holding onto the clock hands,
but this will come to an end.
But the last stop and the first stop are the same.
Our destiny is to meet again,"
-Hourglass, The Heal
MENTARI masuk ke kamarnya diikuti Nita, Reni, dan Natasya yang sibuk membawa seplastik snack hasil belanja mereka sepulang sekolah tadi. Bukan tanpa alasan mereka ke rumah Mentari membeli makanan sebanyak itu. Di sini, MSG not allowed. Tidak akan ada ciki apalagi mie instan yang bertengger di lemari atau di tempat mana pun.
"Mama lo ke mana emang Tar?" Reni membuka makanannya. Gadis itu mengambil duduk di sofa gantung di samping kaca besar yang sekarang tertutup tirai.
"Ikut Papa ke Bali, paling balik besok," Mentari menjawab pertanyaan santai Reni lalu melempar badannya ke atas kasur. Satu kebahagiaan dengan ketiadaan mamanya di sini adalah, dia bisa bebas mengajak semua orang tanpa takut direcoki. Well, bisa ditebak dan harus dimaklumi. Sonya Lee alias Nyonya Reyn adalah tipikal ibu-ibu protektif.
Dan lagi pula, rumahnya juga tidak bisa dimasuki sembarangan orang.
Mamanya akan selalu bertanya dari A sampai Z sekalipun itu ketiga teman terdekat Mentari.
Ini juga yang membuat belum pernah ada cowok yang datang ke sini selain Juno, dan satu orang lagi teman lamanya. Yup, cuma mereka yang bisa lolos dari introgasi. Apalagi Juno yang rumahnya berjarak selapis tembok dan halaman beberapa meter dari sini, Mama jelas tahu siapa Juno dan keluarganya bahkan di luar kepala.
Nita, yang baru membantu Tika menuangkan jus mangga ke dalam gelas-gelas, mendongak dan tanpa sengaja menemukan Natasnya terpaku pada apa yang ditatapnya. Tidak ada yang menyadari itu karena kegiatan masing-masing. Tapi, dalam sekian detik pun Nita tahu ada sesuatu. Nita tahu, tapi dia memilih untuk tidak membuat keributan karena berpikir bisa saja ia yang salah.
"Lo mau cerita apa Tar? Tadi katanya mau cerita?" Reni bertanya lagi. Kali ini, pertanyaannya cukup membuat konsentasi semua orang beralih pada Mentari. Gadis itu sedang sibuk dengan ponselnya.
"Eh? Oh, nggak. Gue mau nanya aja ke kalian tentang si Surya Surya itu," Jawab Mentari Ringan. Natasya mengalihkan pandangannya.
"Biar gue," Potong gadis itu. Padahal, Reni sudah akan menjelaskan. "Biar gue yang cerita. Jadi Tar, ternyata,"
Dari cerita Natasya, Mentari kemudian tahu sedikit tentang anak laki-laki yang memiliki nama, --hampir—sama dengannya itu. Mungkin hanya garis besar. Tentang Surya yang merupakan penerima beasiswa, prestasi akademiknya yang sudah tidak terhitung sejak kelas sepuluh, dan tetek bengek tentang betapa hebatnya Surya sebagai surya di Edhel Persona.
Mentari mengangkat badannya untuk duduk di atas kasur. "Tapi by the way, dia emang jutek gitu dari sananya?"
Bisa saja kan, Surya hanya tidak suka pada dia dan baik pada orang lain?
"Kayaknya orangnya emang dingin gitu," Timpal Reni, ikut duduk di tepi kasur Mentari. "Orang pinter biasanya emang anti sosial, ya ga sih?"
"Eyy, nggak semua lah Ren," Nita otomatis menyangkal. "Buktinya dia temenan sama si Ryan, lah Ryan mana ada anti sosial,"
Benar, Ryan malah kelewat easy going pada semua orang.
Arrgh, Mentari rasanya pusing hanya karena memikirkan manusia yang satu itu. Mungkin seharusnya memang mereka tidak saling berhubungan. Kalau memang Surya tidak suka padanya, Mentari bisa menganggapnya tidak pernah mengenal anak laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari
Teen Fiction"Tar?" "Apa?" Mentari membalas panggilan Surya tanpa balas menatap. Memilih untuk tidak menjawab pertanyaan pertama. "Gue benci sama lo, lo tau?" Tanya Surya lagi, membuat kali ini Mentari menoleh. "Kenapa lo mau jalan sama orang yang benci sama lo...