[17] The Reason Why

41 4 0
                                    

" I was so happy just walking in the rain with you
But you're not here. 
You're not here," 
Gone, Jin




















"Gue tau, lo sama yang lain pasti udah duga kalo yang ngurung gue itu... Natasya,"

"Terus kenapa kamu nggak ngomong? Dia harus dihukum lebih dari yang lainnya dong Mel,"

"Tunggu kak, setelah Mentari pergi, Natasya emang nyamperin gue. Gue inget jelas banget. Dia nutup mulut gue pake kain sampe gue pingsan,"

"Mel..."

"Tapi lo sadar nggak sih kak? Natasya nggak mungkin bisa ngangkat gue sendirian dari taman belakang ke toilet atas. Lo ngerti nggak sih... Gue itu cuma alat! Kebetulan aja yang dibully waktu itu gue. Situasinya mendukung banget. Dan lo tau apa yang paling bikin gue takut?"

"Apa?"

"Gue liat cowok. Pake topi sama masker item, sedetik sebelum gue pingsan."

***

Mentari berjalan di belakang Mamanya sambil memakai sebelah earphone di telinga. Berharap wanita itu segera mengakhiri apa yang dilakukannya sejak empat jam yang lalu: berbelanja. Memasuki satu persatu toko yang ada di mall besar ini.

"Tar, kayaknya kita perlu figura lagi deh, sebentar lagi kan kamu graduate," Ucap Sonya, memasuki toko pernak-pernik tanpa menunggu tanggapan Mentari.

Gadis itu hanya menghela napas. Kalau bukan karena dipaksa, Mentari tak akan mengekori mamanya belanja seperti sekarang. Entah sudah berapa kali dia berkata "Ma, aku pulang duluan ya," dan ditolak dengan berbagai alasan.

"Armi?"

Mentari tersadar dari lamunannya ketika suara Mamanya memasuki telinga. Oh! Sepertinya dia baru bertemu seseorang.

"Sonya? Lama ya nggak ketemu," Ucap wanita itu, memeluk Sonya seperti seorang teman lama.

Mentari mengernyitkan dahi. Berusaha mengenali siapa wanita bohemian yang baru ditemui Mamanya itu. Bisa jadi dia hanya satu dari banyak teman arisannya yang sering datang ke rumah, tapi... sepertinya bukan? Mentari tersentak ketika Sonya tiba-tiba menariknya.

"Tar, ini tante Armi, sahabat Mama sama Bunda dari dulu,"

Tunggu tunggu tunggu... sahabat?

Belum sempat kebingungannya terjawab, wanita itu tiba-tiba memeluk dan mengacak pelan rambut Mentari "Tari udah gede ya," Katanya, membuat Mentari menyunggingkan senyum terpaksa. Dan, saat itulah dia menangkap seseorang tengah berdiri canggung tak jauh dari mereka.

Mentari terbelalak. Punggungnya menegak.

"Ini Melati, Mel, ini loh tante Sonya. Yang di foto, ini Tari, oh iya kalian satu sekolah kan?" Armi menarik Melati yang sejak tadi hanya berdiri di belakang dan sibuk dengan ponsel. Begitu dia mengangkat wajah, sama seperti Mentari, Melati membulatkan matanya. "Kalian pernah ketemu?"

"Nggak Ma," Jawab Melati langsung, membuat Mentari spontan menaikkan kedua alis."Aku nggak pernah ketemu dia,"

Saat ini, Mentari tidak tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran adik kelasnnya itu. Apa Melati masih dendam, terhadapnya? Tapi kenapa tempo hari dia mengatakan kalau bukan Mentari yang melakukannya?

Kalau mau, Melati bisa saja tak pernah mengatakan apa pun dan membiarkan Mentari dikucilkan satu sekolah. Tapi... kenapa?

Jangan heran juga kenapa Armi tidak tahu menahu soal apa yang Mentari lakukan pada Melati. Kebanyakan anak memang seperti itu kan? Biarlah itu menjadi urusan mereka di sekolah. Tidak perlu menambah rumit dengan mengajak orang tua ikut campur.

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang