[15] A Treat

42 5 0
                                    

"We met and became a memory that can't be erased
It was a commendable melodrama" 
Love Scenario, IKON






















"MEL! BURUAAN!"

Melati yang sedang megikat tali sepatu dipinggir koridor, kontan berdecak kesal mendengar teriakkan Felix, salah satu teman sekelasnya yang juga temannya di ekskul. Jam istirahat kedua sudah hampir habis saat gadis itu merasa dia harus ke kantin untuk membeli minum. Tadinya dia berencana untuk meminta tolong saja.

Tapi lalu Felix bilang dia mau ke kantin juga, dan mereka berakhir pergi berdua ke tempat yang letaknya cukup jauh dari kelas itu.

Melati menyusul Felix yang sudah mendahuluinya, memukul punggung cowok itu sampai dia mengerang. "Tungguin gue kenapa si," Gerutu Melati, Felix mencebikkan bibir sambil balas mendorong bahu Melati pelaln.

"Udah mau bel bego abis ini Sensei, buruan," Ucapnya, Melati balas memurat bola mata tapi ikut mempercepat langkahnya juga.

Tinggal sedikit lagi mereka sampai, tinggal melewati ruang tata usaha, eksistensi seseorang membuat Melati tanpa sadar menghentikan langkahnya. Felix yang menyadari itu otomatis ikut berhenti. Berniat mengomeli Melati lagi sebelum matanya menangkap arah pandang gadis itu. Pada seseorang yang baru keluar dari ruang TU.

"Mel lo mau nitip aja ngga?" Ucap Felix tiba-tiba. Memutus kontak mata Melati dengan kakak kelas yang terkenal sebagai salah satu orang paling menakutkan di Edhel Persona dengan badannya yang besar. Padahal tadi dia bersikeras tidak mau menerima titipan.

Melati tersenyum sarkastik, mendorong bahu Felix supaya cowok itu menyingkir dari pandangannya. "Nggak usah Lix, udah nanggung," Ucap Melati lalu mengangkat sepatu kets yang dipakainya, berjalan tanpa takut menghadapi orang itu.

Tepat satu langkah terakhir orang itu ia lewati, tangan Melati dicekal. Kontan langkahnya harus berhenti.

Felix di belakang menepuk kedua pipi dengan kedua tangannya sendiri. Gawat!

"Gue mau ngomong," Ucap orang itu, tepat di samping telinga Melati.

Dia tahu, wajarnya, dia akan ketakutan melihat orang itu apalagi mereka kembali bersentuhan. Bohong kalau Melati sudah mengatasi rasa traumanya. Tapi melihat bagaimana dia hidup dengan baik, terbebas dari segala hukuman yang harusnya didapatkannya juga, Melati jadi jengah.

"Just talk then, Kak Natasya,"

Dia memanfaatkan Melati untuk mencapai tujuannya yang entah apa. Cih.

"Ikut gue," Natasya melepas cekalannya pada Melati lalu berjalan, yakin sekali gadis itu akan mengikutinya di belakang. Tapi Melati akhirnya mengikuti Natasya karena dia ingin tahu apa yang ingin dikatakan kakak kelasnya itu. Felix sempat mencegah, tapi dengan gampangnya Melati malah berkata. "Selow bruu, gue udah tau harus apa," dan menyuruh cowok itu untuk membelikan minumannya.

Natasya berhenti di salah satu lorong menuju lab computer yang sunyi. Bel masuk sudah berdering dan rata-rata siswa sudah masuk ke kelasnya masing-masing.

"Lo pasti udah ditanya-tanya banyak orang kan?" Tanya Natasya. Membalikkan tubuhnya menghadap sang adik kelas.

Melati tersenyum. "Kenapa emang?"

"Gue nanya bukan untuk ditanya balik. Jawab aja,"

"Iya!" Melati memutar mata geram. Dia memperingatkan diri berkali-kali untuk tidak keluar dari kendali. Dia, harus mengikuti permainan Natasya untuk sekarang.

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang