[12] Victim

39 6 0
                                    

"I've stopped in that day with the old story
I'm going through heartache longer
than the times we loved," 
One of These Night, Red Velvet





















"Mau makan apa Tuan Putrii?"

Melati memasukkan baju terakhirnya ke dalam ransel, lalu kepalanya menoleh menatap Surya. Kakak kelasnya itu jadi orang pertama yang membawanya ke sini, dan sekarang, ketika Melati sudah pulih dan diperbolehkan pulang, Surya juga yang akan mengantarnya.

"Terserah lo," jawab Melati ketus, lalu segera keluar dari kamar rawatnya selama beberapa hari itu.

Surya cepat-cepat menyusul langkah Melati yang kelewat cepat. Surya tahu Melati marah. Karena sepanjang hari ia terus berbicara tentang Mentari dan maaf memaafkan. Surya juga tahu seharusnya dia tidak membahas itu, tapi entah bagaimana dia tetap membahasnya. Seolah-olah kalau ditunda sebentar saja, semuanya akan hancur luluh lantak.

Melati melirik Surya yang berusaha menyamakan langkahnya sambil menggerutu dalam hati. Sejak ia tahu, apa yang terjadi setelah kejadian ini, Melati enggan mengomentarinya. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan, karena dia tahu kalau bukan Mentari yang melakukan ini kepadanya.

Bukan Mentari.

Tapi Melati tidak bisa begitu saja mengatakan itu. Harga dirinya terlalu tinggi. Dia juga manusia, mana mungkin memaafkan begitu saja setelah apa yang Mentari lakukan kepadanya?

"Mel,"

Melati berhenti. Menghela napas lambat-lambat.

Well, mungkin ia hanya butuh waktu.

***

6.57

Mentari menatap gerbang megah sekolahnya dengan perasaan kalut. Baru tiga hari dari tujuh hari masa skors-nya, dan dia sudah ke tempat ini lagi karena permintaan Papanya.

Segera setelah mengetahui berita bahwa Mentari di skors, Reynaldi langsung menelepon pihak sekolah dan membicarakan semuanya. Entah apa yang dibicarakan itu, Mentari tidak pernah tahu dan tidak pernah ingin tahu. Yang jelas, tindakan Papanya tersebut membuat Mentari mau tidak mau harus menghadapi orang-orang di sana lebih cepat. Suka tidak suka, Mentari akan melihat kemunafikan dua orang yang dulu selalu bersamanya.

Gadis itu mendengus kasar, mencium tangan Papanya—yang dengan sengaja menyingkirkan waktu meeting-nya demi mengantar Mentari pagi ini—lalu keluar dari mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sekolah jelas sudah ramai.

Dan begitu kakinya melangkah memasuki koridor, tatapan berpasang-pasang mata seketika langsung menggerayanginya.

"Apa lo?!" Mentari membalas tatapan dua orang laki-laki yang berdiri di pintu. Tapi keduanya malah tertawa-tawa.

Sebelum kejadian ini, mana ada yang berani menatap Mentari seperti itu? Sebelum ia di-skors, mana ada yang berani menertawainya terang-terangan?

Gadis itu mencoba menenangkan diri. Dia ingin ke tempat lain tapi dia tidak bisa kemana pun karena cepat atau lambat, papanya pasti akan segera tahu. Mentari ingin kabur kemana pun asal jangan kelas itu, jangan tempat itu.

Tapi kakinya sampai juga di depan pintu XII IPA 1. Kelasnya. Kelas terakhirnya sebagai seorang siswa.

"Tari?"

Kelas seperti disangka, seketika menjadi hening. Suara itu jelas milik Nita. Satu-satunya sahabatnya yang tersisa. Nita segera menghampirinya dan menariknya keluar. Sekilas, Mentari bisa melihat bagaimana Natasya—yang lagi-lagi bersama Juno—melihatnya kaget walaupun kekagetan itu segera ia tutupi.

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang