Tiga Puluh Dua : Layang-Layang

333 40 8
                                    

pagi ini kampus Rajawali gak seperti biasanya. Kampus sudah ramai dengan banyak ornamen-ornamen terpasang disekitaran kampus. Banyak stand-stand disana entah mulai dari bazar, foodcourt atau stand-stand UKM berdiri meramaikan.

Pagi ini Tiara datang bersama Shalsa, awalnya mau ajak Suho ikut juga tapi gak bisa karena sikakak sulung harus bekerja, nanti siang mungkin datangnya.

Mereka diam diparkiran beberapa lama karena Shalsa gregetan pengen ngedandanin Tiara dulu, biar gak keliatan banget buluk katanya. Tiara sendiri sudah menolak sekuat tenaga, pake alasan ini itu tapi tetap saja dia kalah. Shalsa punya otak lebih keras kepala dari dirinya.

"Ayo dek turun." Shalsa keluar, dengan baik hati membukakan pintu buat Tiara sedangkan gadis itu masih berhadapan dengan kaca sambil memegang tissu, menghapus hasil riasan kakaknya.

"Jangan dihapusin atuh dek." Shalsa udah gemas merebut tissu digenggaman Tiara membuat cewek yang dua tahun lebih muda darinya itu merengek

"Ini kemedokan kak Shalsa."

"Medok apa sih, biasa aja kok."

Shalsa gak bohong bilang ini karena kenyataannya Tiara gak medok sama sekali. Dia cuma ngolesin BB cream sama bedak doang ditambah lip ice biar mukanya Tiara lebih berwarna. Shalsa tahu betul keluarga mereka punya riwayat kulit putih hampir pucat, kalo gak digituin Tiara kelihatan kayak orang sakit, atau lebih buruk kayak orang abis bangun tidur.

Setelah pergulatan hebat Shalsa akhirnya berhasil bikin Tiara keluar, jangan remehin Shalsa atau anggap Shalsa bakal ngalah karena cuma keluarga mereka yang tau sekuat apa Shalsa kalau udah sungguh-sungguh.

Mereka berdua berjalam bersisihan. Tiara sudah manyun saja memegang tas cangklong yang dipinjamkan Shalsa, dipanjamkan loh ya bukan Tiara yang sengaja minjem. Karena Shalsanya juga maksa-maksa Tiara pake salah satu tasnya padahal Tiara sendiri sudah siap dengan tas gendong coklat kesayangannya. Belum lagi cewek itu juga meyuruh Tiara melepas celana longgarnya dan menggantinya dengan rok payung selutut.

Oke cukup, ini sudah melanggar hak asasi manusia namanya.

Tiara menghela nafas lelah, padahal ini acara kampusnya, dengan kata lain acaranya juga. Kenapa jadi Shalsa yang menyuruh ini itu dan mengaturnya begini?

"Udah dek jangan manyun gitu ih jelek."

Dan Tiara semakin mendung saja.




































Mereka jalan ke area bazar dulu, Shalsa mau ketemu Leon katanya cowok itu dan beberapa anak dijurusannya buat kafe kecil-kecilan selama perayaan dies natalis. Kafe mereka cukup mencolok dengan konsep kafe baca yang sederhana dimana pengunjung bisa makan sambil membaca beberapa buku kekinian yang udah disiapin disana. Gimana yah jelasinnya, pokoknya gitu deh.

Dari jauh Tiara dan Shalsa bisa lihat kafe mini itu, ada beberapa orang yang jadi penerima tamu sekaligus menarik perhatian pengunjung salah satunya Leon. Gak salah sih kalau cowok itu yang dipilih karena memang Tiara akui Leon itu ganteng, gantengnya kalem pula gak kayak yang itu yang suka banget ngomel-ngomel. Tiara lekas menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan semua fikiran diotaknya.

Kenapa jadi mikirin Valen lagi sih?

"Sha? Sini." Leon menemukan mereka lekas mengangkat tangan menyuruh mereka mendekat -atau mungkin Shalsa doang.

Tiara mendengus, iya iya yang dilihat cuma Shalsa dia yang segede ini transparan jadi gak kelihatan.

Mereka ngobrol sebentar sampai hape Tiara bunyi. Grup dramanya rame karena mulai cari satu sama lain buat briefieng sebelum pentas dimulai. Tiara buru-buru pamit, beruntung Shalsa masih bolehin dia pake sepatu flat bukan heels kayak cewek itu jadi dia masih bisa lari buat buru-buru ke auditorium.

DRAMA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang