Sangil - End of The Day

70 10 26
                                    

Cklek...

"Selamat datang, Sayang!"

Kemarin sapaan itu selalu menyambut Sangil riang tiap kali ia membuka pintu. Wajah jenaka akan menjadi pelengkapnya. Kelelahannya sepulang kerja akan luntur, tergantikan senyum dan kehangatan yang kembali hadir dalam hatinya.

Sangil melangkah gontai ke ruang makan. Ia mendudukkan dirinya di kursi. Ditatapnya kabinet dapur dengan tatapan sendu.

"Mau makan apa? Tadi sih aku mau bikin sup, tapi takut kamu bosen aku masak sup terus,"

Pertanyaan itu juga selalu datang padanya. Pertanyaan yang seakan tak akan berubah karena jawaban Sangil pun akan selalu sama setiap saat.

"Aku suka sup buatanmu..." lirih Sangil.

Biasanya setelah mendapatkan jawabannya, wajah wanita itu akan memerah malu dan mulai memasak. Sangil akan memerhatikan semua gerakan yang dilakukannya. Mulai dari mengeluarkan bahan masakan dari kulkas sampai menjumput sedikit garam, semua tak akan luput dari pandangan Sangil sampai ia mendapatkan semangkuk sup dengan uap panas yang mengepul.

"Nih mumpung masih panas, kalo dingin nggak enak. Oiya tadi pagi aku ketemu sama tetangga kita yang baru, orangnya asik diajak ngobrol!"

Kemudian Sangil akan mendengarkan wanita itu bercerita sambil menghabiskan makanannya. Dari segi rasa memang biasa saja, keceriaan wanita itu yang meningkatkan cita rasanya.

Tapi Sangil tak akan mendapatkan supnya hari ini. Ia juga tak akan mendengar wanita itu menceritakan semua hal yang dilewatkan Sangil saat ia bekerja.

Sangil bangkit dari duduknya. Ia melangkah meninggalkan ruang makan, melintasi ruang tv, dan masuk ke kamar tidurnya. Ia langsung membuang dirinya di atas kasur dengan jas hitam yang masih menempel di badannya.

"Kamu ganti baju dulu, Yang! Kebiasaan banget kamu tuh pulang kerja abis makan langsung rebahan!"

Sangil memaksa diri untuk bangkit. Jika wanita itu dapat melihatnya, pasti omelan itu datang lagi. Setelah mengomel, wanita itu akan cemberut dan merajuk. Sangil memang tak keberatan melihat wajah lucunya saat merajuk, tapi Sangil tak suka melihatnya cemberut. Wanita itu jauh lebih cantik saat tersenyum.

Gerakan Sangil terhenti saat membuka pintu lemarinya. Isinya masih sangat rapi, sepertinya wanita itu menatanya kemarin. Separuh isinya dominan berwarna hitam dan putih, itu bagian milik Sangil. Separuhnya lagi yang berwarna-warni milik wanita itu. Kedua bagian itu memang sangat bertolak belakang seperti pemiliknya.

Namun perbedaan mencolok itu lah yang membuat mereka berdua semakin erat.

Sangil menutup lagi pintu lemarinya dan melangkahkan kakinya keluar kamar. Berlama-lama di dalamnya membuat hati Sangil makin tak karuan. Langkahnya terhenti saat ia kembali melintasi ruang tv.

Ruang di mana semua penyesalan itu berawal.

Sekeras apapun usaha Sangil untuk menghindari ruangan itu, kakinya tetap membawanya ke sana dan duduk di sofanya. Penyesalan tak berguna kembali menghinggapinya. Ingatan kejadian kemarin kembali menghantuinya.

"Yang, minta cokelat panas dong," pinta Sangil yang berbaring di atas sofa.

"Cokelat? Duh tadi pagi udah abis aku minum. Aku beliin dulu ya,"

"Kalo abis nggak usah, nanti malem aja kita belanja bulanan sekalian," wanita itu tersenyum manis.

"Cuma di depan rumah doang belinya. Lagian kasian kamu capek pengen cokelat doang harus nunggu malem. Udah aku beliin aja bentar,"

"Kamu tuh terobsesi jadi wanita idaman apa gimana sih?!" Sangil mencubit gemas pipinya.

"Aduh sakit ih! Untung suami sendiri, kalo bukan udah bonyok aku pukulin!"

Wanita itu melangkah keluar rumah sambil menghentakkan kakinya kesal. Sangil hanya tertawa. Istrinya memang selalu menggemaskan.

Namun Sangil tak pernah tahu itu adalah kali terakhirnya mendengar suara manis istrinya.

Brak!!!

Andai kemarin Sangil lebih bersikeras untuk mencegah istrinya keluar rumah, barangkali hari ini sapaan ramah itu masih menyapanya. Andai kemarin Sangil tak meminta cokelat panas, barangkali ia masih mendapatkan semangkuk sup dan celoteh menyenangkan.

Andai saja semua tak terjadi, hari ini Sangil masih bisa bermanja-manja pada istrinya, masih bisa mendengar gerutuan istrinya.

Andai semua itu tak terjadi, hari ini Sangil tak akan pergi dengan jas hitam dan pita di lengannya.

Sangil tak peduli dengan omongan orang-orang saat ia memilih pulang daripada tetap berada di sana dan melihat manusia-manusia berwajah sendu memintanya untuk tetap kuat dan tabah. Sangil tak mau pura-pura tersenyum kuat di depan orang lain. Rumah adalah satu-satunya tempat yang tersisa untuknya menjadi diri sendiri.

Entah merenung, menangis, atau mengenang, Sangil hanya ingin menjadi dirinya sendiri tanpa berpura-pura.

Sangil juga hanya ingin istrinya tetap di sisinya, walau tak mungkin karena kini mereka terpisah oleh dunia yang berbeda.

~DONE~

MAAPIN AKU MAS SANGIL NASIBMU NYESEK DI SINI AKU CINTA PADAMU MUAH MUAH

Sebenernya tadi iseng streaming youtube konsernya mendiang Jonghyun yang The Agit dan well gue sadar gue sangat merindukan vokalis kesayangan ini, terus kalo pernah baca gitu kalo gasalah inget lagunya Jonghyun yang End of The Day itu dia bikin karena emang pengen digituin (cari aja makna lagunya, dalam dan hangat :'))

Terus gue mikir,  kalo di rumah gak ada yang nyapa lagi gimana?

Lalu kepikiranlah cerita ini.

Kenapa Sangil?

Yaadu mas satu ini mukanya nyesek terus, senyum aja jatohnya tetep kasian di mata gue. Yaudah jadilah dia😂 sama gue gak ngasih cast cewek karena gue nggak tega bunuh karakter kecuali OC dan lagi gak mood pake OC, jadi ya gak gue kasih nama😂

Gak percaya sangil mukanya melas?
Nih melas, padahal foto profile yg lain kalo nggak cool ya gemesin fresh gitu, lah giliran sangil....  :')

  :')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Broken InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang