Jane x Arda - Pathetic

32 3 15
                                    

"Gue tebak, lo baru pertama kali clubbing,"

Jane mendongakkan kepalanya. Seorang pria berbadan kekar duduk di sampingnya dengan membawa gelas terisi penuh. Cahaya lampu yang terus berganti warna dan dentuman musik yang berisik membuat Jane tak berniat menyahuti tebakan pria tadi.

"Kalo ngeliat gaya lo, pasti abis berantem sama pacar," Jane tersenyum tipis.

"Lo cenayang?" tanya Jane.

"Emang tebakan gue bener?"

"Salah," jawab Jane. "dan kalo lo emang beneran cenayang, gue mau nyaranin ganti profesi aja, lo nggak ada bakat,"

Tawa pria tadi pecah. Ia sampai menepuk dadanya sendiri kemudian menyesap minumannya. Tangannya terulur ke arah Jane.

"Arda, dj tetap di sini," ucapnya.

"Gue harus ngasih tahu nama sama pekerjaan gue juga?" tanya Jane sambil menjabat Arda yang tersenyum simpul.

"Nope. Gue cuma nggak suka orang manggil gue pake 'eh', my name is a lot better than that," jawab Arda.

Jane mengangguk setuju. Sepertinya pola pikir Arda dan dirinya sejalan.

"Gue Jane, mahasiswa hampir lulus," Arda terkekeh.

"Jadi apa alasan seorang mahasiswa hampir lulus dateng ke club tapi nggak ngapa-ngapain selain duduk di depan bartender? Muka kusut lagi,"

Jane sadar Arda mulai mengeliminasi jarak di antara mereka, tapi ia tak terganggu sedikitpun. Jane justru mendapat kesempatan untuk memerhatikan wajah Arda.

Pria ini tampan. Mata dan rahangnya sama-sama tegas. Alisnya tebal, hidungnya mancung, sorot mata tajam, dan bibirnya cukup cocok untuk dikategorikan kissable lips.

Shit. He's gorgeous.

"Patah hati kayanya deskripsi paling gampang," ucap Jane. "dan apa alasan lo sksd begini sama gue? Pacar lo nggak bakal tiba-tiba dateng terus ngelabrak dan ngatain gue pelakor kan?"

Arda tertawa lagi, namun kali ini entah mengapa terdengar cukup miris di telinga Jane.

"Pacar gue lagi sibuk sama temen bandnya,"

"Temennya cowok semua?" Arda mengangguk.

"Dan ada satu yang jelas suka sama dia, tapi pacar gue kayaknya nggak nolak juga dideketin,"

"Oh, lo berharap gue bisa jadi pelarian?"

"Gue berharap kita senasib jadi gue nggak terdengar pathetic,"

Jane mengangguk lagi. Ia merasa semakin yakin pikiran mereka sejalan. Jane menegak gelas di hadapannya sekali tandas lalu menatap Arda lamat-lamat.

"Nggak usah pura-pura mabok, gue tahu itu air es doang," celetuk Arda. Jane tergelak.

"Gue bawa mobil, nggak boleh mabok," Jane menunjuk gelas milik Arda. "itu punya lo apaan? Pink kayak soda gembira,"

Arda tak langsung menjawab. Ia justru menyodorkan gelasnya pada Jane dan mengetuk-ngetukkan jarinya pada dinding gelas. Jane tertawa lagi karena tak ada bau alkohol dari gelas itu, melainkan campuran soda dan susu.

"Gue di sini kerja, bukan ngabisin duit," ucap Arda. "kalo gue mabok gimana bisa ngedj?" tambahnya.

Jarak antara mereka hampir sepenuhnya hilang. Arda tak lagi duduk di kursi, melainkan bersandar pada meja bar dengan wajah tepat di hadapan Jane.

"So we're not drunk, right?"

"Hm," Arda mengangguk.

"Lo yakin pacar lo beneran nggak bakal muncul tiba-tiba?"

"Pacar gue anak cafe, bukan club,"

Jane menarik kursi di belakang Arda dan memaksa pria itu untuk duduk. Ia tersenyum tipis.

"Iya nasib kita mirip, bedanya mantan gue yang suka sama temennya dan temennya nggak nolak dideketin, terus gue minta putus," ujar Jane. Arda sudah bergerak maju lagi, namun Jane menahan bahunya.

"Gue anggep lo selalu begini sama cewek,"

"Nggak, lo yang pertama," bantah Arda. "biasanya cewek-cewek yang liar deketin gue,"

"Yaaa anggaplah gue percaya,"

"Well, kedua sih setelah pacar gue,"

Entah sudah berapa kali Jane tertawa. Jawaban-jawaban Arda terdengar jenaka di telinganya.

Tangan Jane sudah tak menahan bahu Arda. Ia memilih menopang dagunya di meja sementara tangan kanannya mengambil soda gembira milik Arda dan ia meminumnya.

"You know? After what my girlfriend have done with her bandmate, I always want to try something," ucap Arda sambil mengambil kembali minumannya dari genggaman Jane.

"Cheat?" tebak Jane dibalas anggukan Arda. "I think you'll fail because I still love my ex,"

"I still love her too," Arda langsung menghabiskan sisa minumannya. "but I'm not sure if we're still on a same boat or not,"

"Why don't you ask her?"

"To make me look like a loser? No," tangan kanan Arda meraih tengkuk Jane. "I would rather be a jerk instead,"

Jane tak mendorong Arda lagi. Ia memilih patuh pada pria yang baru satu jam lalu dikenalnya. Jane tahu ini adalah hal yang salah tapi ia tak peduli. Sepertinya dosanya pun tak terlalu besar karena bukan dirinyalah yang memulai.

He kissed her.

Deeply.

Way deeper than Jane could imagine.

Jane dan Arda sama-sama paham bahwa hal ini tak akan membawa mereka kemana-mana. Fisik mereka saling berhadapan, berkait sangat erat tanpa sedikitpun jarak. Namun jauh dalam hati, mereka sadar yang bertahta adalah orang yang tak menyadari eksistensi cinta yang mereka berikan.

Jane dan Arda hanya menegaskan kekalahan mereka malam ini.

~DONE~

~DONE~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ex I.M Taeeun sebagai Ardata Narandaru/Arda, lelaki yang telah kalah

ex GP Basic Janey sebagai Janice Anastasia/Jane, wanita yang jauh dari kemenangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ex GP Basic Janey sebagai Janice Anastasia/Jane, wanita yang jauh dari kemenangan

Betapa sedihnya gue waktu sadar mereka 'ex' grup masing-masing :')

Broken InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang