Haydan x Kiara - Tired

52 5 3
                                    

Kalau kali ini Haydan dipaksa jujur, jelas ia memilih untuk menyingkir daripada harus terjebak di halte berdua saja dengan Kiara. Haydan tak pernah suka suasana canggung.

Tapi tak mungkin juga Haydan lari. Derasnya hujan seakan mengomelinya dan memintanya untuk duduk tenang.

Dan mengajak Kiara mengobrol barang sepatah dua patah kata.

"Apa kabar... Ra?" tanya Haydan kagok.

"Baik. Ayu mana? Kok lo sendirian?" balas Kiara dengan senyum ramah yang sama sekali tak masuk dalam ekspektasi Haydan.

"Masih ada urusan, jadi gue pulang duluan,"

Sudah, itu saja. Selanjutnya mereka kembali diam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Seharusnya suasana di antara mereka tak secanggung ini. Ayolah, bahkan satu fakultas tahu betapa akrabnya Haydan dan Kiara dulu. Mereka hampir selalu bersama kapanpun dan di mana pun. Haydan dengan segala kecerobohannya dan Kiara dengan keceriaannya adalah hal yang tak bisa dipisahkan.

Itu yang ada dalam pikiran orang-orang sebelum tiba-tiba sebulan yang lalu Haydan datang ke kampus dengan menggandeng tangan Ayu, mahasiswi kelas sebelah. Kejutan yang lain, Ayu sebelumnya juga sering terlihat bersama anak teknik bermata bulat yang biasa dipanggil Ajun. Sejak saat itu istilah 'orang ketiga' menghantui kehidupan mereka berempat.

Haydan tak langsung tiba-tiba 'berpisah' dengan Kiara. Satu minggu pertama mereka masih terlihat bersama, namun frekuensinya semakin berkurang sampai mereka sama sekali tak saling sapa walaupun berada dalam kelas yang sama.

Haydan punya alasan melakukan itu semua, tentu saja. Namun ia sendiri kebingungan melihat respon Kiara yang tetap tenang. Haydan tahu hampir setiap hari orang-orang membombardir Kiara dengan pertanyaan-pertanyaan seputar 'mereka', tapi tak pernah sedikit pun Kiara terlihat marah ataupun terganggu. Justru Haydan yang berubah menjadi pengecut, diam-diam menyingkir dan pura-pura tak terjadi apa-apa.

"Ra, lo nggak marah sama gue?" tanya Haydan.

"Karena tiba-tiba lo jalan sama Ayu?" Haydan mengangguk ragu. "ngapain marah? Kita dari awal kan nggak ada apa-apa,"

Demi Tuhan Haydan makin tak enak hati. Ia lebih senang jika Kiara memarahinya, atau mungkin menangis sejadi-jadinya. Kiara yang terus tersenyum hanya membuat semua ini terlihat seperti lelucon.

"Gue..."

"Gue cuma kaget. Mungkin kalo lo jalan sama Lia gue malah biasa aja, karena gue tahunya lo sempet suka sama dia. Tapi ini Ayu, cewek yang bahkan lo sapa aja jarang, tapi kok bisa begini," seloroh Kiara dengan nada yang sangat tenang.

"Lo... Yakin cuma kaget aja gitu? Nggak ada yang lain?"

"Iya, cuma kaget," jawab Kiara mantap. "tapi sejak saat itu tiap kali ketemu lo gue selalu berdoa," lanjutnya, membuat alis Haydan terangkat naik.

"Doa apa?"

Kiara beranjak dari bangku halte. Senyum masih tersungging di wajahnya.

"Gue minta sama Tuhan semoga kita dikasih jalan yang terbaik,"

Moncong bus sudah terlihat di ujung jalan. Kiara mulai mengangkat tasnya ke atas kepala sebagai pelindung sementara dari hujan yang kian deras.

"Kenapa?"

"Hm?"

Busnya telah sampai di hadapan mereka. Pintunya pun terbuka lebar dan Kiara sudah melangkahkan kaki menaiki tangga.

"Kenapa lo berdoa kayak gitu?"

"Entah. Mungkin karena gue udah lelah meminta dan berharap sama manusia,"

Broken InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang