16

2.5K 181 27
                                    

Malam memang selalu gelap, tapi tak menggelapkan pikiran dan hati, tidak gelap, hanya sedikit remang. Sama seperti yang sedang Aldi rasakan. Pikiran dan hatinya seakan meremang memikirkan Salsha dan Keira. Entah mengapa, Aldi kembali memikirkan Keira. Tak tega meninggalkan gadis itu dalam keadaan menangis di padatnya kota Paris.

Aldi menjinjing sekotak apple tart melewati koridor rumah sakit yang masih ramai pengunjung. Merogoh saku celana untuk mengambil ponsel nya, lalu Aldi menyentuh beberapa opsi dan menempelkan ponsel nya di telinga.

"Gimana, Bas? Masih ada?"

"Udah pulang, biasa aja tuh gue dateng dan merhatiin dari jauh, palsu." Cibir Bastian kesal dari sambungan telepon.

"Cih, yaudah Bas gue mau ketemu Salsha, titip kerjaan kantor,"

"NUMPUK BANGE—

Tut..

Aldi memutus sambungan telepon karena tak mau mendengar keluhan dan ocehan Bastian tentang beberapa tugas dikantornya. Aldi pun sebenarnya tak tega menyuruh Bastian untuk menggantikan nya, namun ini demi Salsha. Aldi pun kembali melangkah menuju ruangan Salsha.

Tak ada yang menunggu didepan, Aldi pun melanjutkan langkahnya, namun beberapa detik kemudian langkahnya terhenti dan menatap kedalam ruangan dari luar jendela. Dilihatnya Salsha dan Iqbaal yang sedang tertawa bersama, terdapat mangkuk ditangan Iqbaal dan tak lama kemudian sesendok bubur masuk kedalam mulut Salsha dari suapan Iqbaal. Kemana Steffi dan Chika? Entahlah.

Aldi mengepalkan tangannya, sedikit tersulut emosinya. Namun ia harus sadar, ia tak pantas marah. Karena Aldi yang membuat Salsha menjadi seperti sekarang. Aldi melangkah dan setelah sampai didepan pintu ia diam memegang knop pintu, menghembuskan nafasnya lalu membuka pintu dengan senyum diwajahnya.

Pintu yang terbuka membuat Salsha dan Iqbaal menoleh namun tak kunjung memberhentikan tawa. Entah apa yang sedang mereka tertawakan saat ini.

"Gimana? Dapet ga?" Tanya Salsha antusias dengan senyum yang mengembang diwajahnya.

Aldi masih menyembunyikan tangannya dibelakang punggung dan tersenyum mendekati Salsha yang duduk diatas bangkar rumah sakit.

"Yah, ga dapet sayang," Aldi merubah mimik wajahnya menjadi wajah yang merasa bersalah. "Kamu udah makan kan? Pasti udah kenyang deh, pasti udah ga pengen lagi kan apple tart nya?" Lanjutnya melirik mangkuk ditangan Iqbaal lalu berjalan semakin mendekati bangkar rumah sakit.

Sungguh Aldi gemas melihat wajah Salsha yang saat ini menggembungkan pipinya.

"Aku pengen banget. Kamu lama, aku kirain dapet. Huh," Ucap Salsha mendengus kesal, merengek seperti anak kecil, membuang wajahnya tak mau melihat ke arah Aldi.

"Whatever you want Queen, I obey." Aldi berucap lembut, menarik tangannya dibalik punggung, tangan sebelah kiri menampilkan satu tangkai bunga matahari segar dan tangan sebelah kanan menampilkan sekotak apple tart keinginan Salsha.

Salsha membuka mulutnya terkejut, matanya berbinar-binar mendapat perlakuan manis dari Aldi. Sudah lama Salsha merindukan saat seperti ini, dengan cepat Salsha merebut setangkai bunga matahari ditangan Aldi dan menyentuh kelopak kelopak berwarna kuning tersebut dengan senyum yang terus mengembang diwajahnya.

Senyuman Salsha seakan seperti magnet bagi Aldi yang membuatnya ikut tersenyum. Aldi bahagia, dapat melihat gadisnya tersenyum, bahagianya bertambah ketika ia menyadari bahwa senyuman tersebut bersumber darinya.

"Bunga nya lebih menarik daripada apple tart nya nih?" Sindir Aldi memperhatikan Salsha yang terus menerus mengagumi setangkai bunga ditangannya.

Please, Back. (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang