28

2.2K 159 40
                                    

Seminggu telah berlalu. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, yang didengar hanyalah mesin monitor pasien, yang terhirup hanyalah bau obat-obatan rumah sakit. Siang ini, Salsha kembali menemani Iqbaal, sementara Aldi, Bastian sangat sibuk dengan pekerjaannya, dan Steffi, hari ini terdapat jadwal memotret.

Salsha hanya sendiri menemani Iqbaal. Orangtua Iqbaal dan Nisa, belum datang setelah tadi pagi pulang untuk mengambil perlengkapan Iqbaal. Salsha melangkah mendekati jendela yang menampilkan ramainya kota di siang hari ini dibawah sana.

"Ibu?"

"Iya nak, ibu rindu,"

Iqbaal tersenyum memperhatikan raut wajah wanita paruh baya dihadapannya saat ini. Wajahnya begitu bersinar, memakai pakaian serba putih membuat Iqbaal melebarkan senyumnya.

"Ibu, Iqbaal juga rindu," Iqbaal mencoba mendekat namun entah mengapa langkahnya begitu berat, dan sosok dihadapannya tak terjangkau.

"Ibu sayang Iqbaal," Wanita paruh baya tersebut tersenyum lalu berbalik dan melangkah meninggalkan Iqbaal.

Iqbaal ingin berlari, namun langkahnya masih sangat berat. Bahkan Iqbaal sudah meneteskan airmata saat ini.

"Ibuu..," Panggil Iqbaal terisak.

"Bu, jangan tinggalin Iqbaal," teriak Iqbaal masih berusaha melangkahkan kakinya.

"Ibu..,"

Salsha tersentak dan menoleh pada Iqbaal. Iqbaal masih memejamkan mata, namun tubuhnya bergetar. Salsha langsung mendekati Iqbaal, Salsha menggenggam tangan Iqbaal dengan panik. Tubuhnya sangat dingin, Salsha mencoba membenarkan pendengarannya. Benarkah Iqbaal melirih "ibu" ?

"Ibu..,"

Salsha membelakkan matanya, benar. Sangat lirih Iqbaal mengucapkan kata "ibu" . Dengan cepat Salsha menekan bel untuk memanggil suster/dokter. Dengan panik dan perasaan bahagianya Salsha terus menekan bel tersebut, namun tak ada respon apapun. Untuk itu Salsha berlari keluar.

"DOKTER!!" Teriak Salsha saat membuka pintu.

Saat itu juga dokter bersama dua suster datang keruangan Iqbaal. "Ada apa nak?" Tanya dokter Samuel pada Salsha yang terlihat panik.

"Dok, tadi Iqbaal bicara dua kata, tubuhnya bergetar," Ucap Salsha panik menggigit kuku jari tangannya.

"Tunggu diluar, biar saya priksa." Titah dokter tersebut yang langsung dipatuhi oleh Salsha.

Salsha masih dalam keadaan panik. Saat ini dia hanya sendiri, untuk itu Salsha sibuk dengan ponselnya untuk menghubungi siapapun yang dapat datang saat ini.

Sudah hampir satu jam berlalu, namun dokter dan suster didalam belum juga keluar. Salsha sangat takut ketika tadi menggenggam tangan Iqbaal, karena tangan tersebut sangat dingin, terlebih tubuhnya yang bergetar. Salsha memenjamkan mata, berharap Iqbaal sadar dari komanya.

"Kenapa, Cha?"

Salsha membuka mata dan menemukan Aldi disampingnya, dengan cepat Salsha memeluk Aldi dengan erat. "Iqbaal..," Lirih Salsha yang mulai meneteskan airmata.

"Iqbaal kenapa?" Tanya Aldi yang ikut panik merenggangkan pelukannya lalu menangkup wajah Salsha dengan lembut menghapus airmata Salsha.

"Tadi dia manggil manggil 'ibu', Di." Salsha memejamkan matanya sejenak.

Aldi menghela nafasnya. "Bagus dong?"

"Tapi badan Iqbaal gemeter dan tangannya dingin, dingin banget," Ucap Salsha masih dengan kepanikannya.

Please, Back. (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang