Hari mulai beranjak gelap, sementara Katelyn sedari siang tadi masih mencari kamar apartemen yang disewakan dengan harga ramah di kantongnya. Untuk sekarang dia hanya memiliki 45 pond sterling yang ada di dompetnya.
Dan kini dia menatap penuh harap pada apartemen yang berada di sebrang jalan, apartemen kecil berlantai empat.
"Permisi, apa ada kamar kosong di,sini?" Tanya Katelyn pada meja resepsionis yang seadanya.
"Ada nona, anda beruntung. Kami hanya tinggal satu kamar kosong." Ujar resepsionis yang juga berpenampilan seadanya.
"Berapa uang yang diperlukan?" Tanya katelyn.
"Hanya 37.5 pond nona, anda dapat menyewa satu bulan."
"Setuju."**
Katelyn berdiri di depan pintu kamar barunya, dengan senyum percaya diri Kate memutar kunci dan mendorong gagang pintu. Namun pintu tak mau terbuka, akhirnya dengan sedikit mengangkat gagang pintu lalu mendorongnya kuat Kate dapat memasuki kamar barunya.
"Akhirnya." Kate menghempaskan dirinya pada kasur kecil di tengah kamar. Kasur yang nampak lusuh itu bukan menjadi masalah untuknya, yang penting dia ada tempat berlindung dari dinginnya sang malam.
Berantakan. Kesan pertama saat Kate menyisirkan pandangannya pada kamar barunya. Baru saja hendak bangkit dan merapikan kamarnya, suara dering telfonnya mengalihkan fokusnya.
"Kate di sini." Buka Kate, panggilan itu dari Zera sahabatnya.
"Dimana kau? Sudah satu jam lebih aku berdiri di depan kamar mu." Sembur Zera dengan luapan rasa kesalnya.
"Aku pindah dari sana." Kate terkekeh membayangkan wajah kesal dari sahabatnya itu.
"APA?!!" Pekik Zera yang membuar Kate refleks menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Baiklah kau dimana?" Tanya Zera.
"Aku akan kirim alamatnya, ok? Bye." Kate langsung menutup panggilannya, dan mengirimkan alamatnya pada Zera.**
Zera mengetuk keras pintu kayu di depannya, bahkan dia bergidik ngeri melihat apartemen yang kecil nan tidak nyaman dihuni ini.
"Ya." Teriak Kate dari dalam, lantas membuka pintunya.
"Kenapa kau pindah kemari?" Tanya Zera, lalu Zera menatap Kate dari atas ke bawah, sahabatnya itu menggunakan piyamanya. "Kenapa kau tidak bersiap?" Zera melipat tangannya.Katelyn balik menatap Zera, sahabatnya nampak cantik dengan dress malam warna silvernya.
"Aku tidak ingin bermain hari ini." Ujar Katelyn.
"Duduklah." Tambahnya.Zera memutar malas bola mata hijaunya, dia tau persis Katelyn membutuhkan banyak uang untuk orang tuanya.
"Baiklah aku pulang." Zera langsung beranjak dari sana, sementara Kate hanya memandang sahabatnya yang sudah hilang ditelan tangga.
Sebuah kotak kado hitam berpita merah menarik perhatiannya, sebuah senyum langsung terpatri di wajahnya.
"Selalu seperti ini." Ujar Kate dia membuka kado itu yang ternyata isinya jaket kulit berwarna hitam.
Tiba-tiba terdengar klakson keras berkali-kali. Lantas Kate mendekali jendela kamarnya untuk melihat kebawah.
Terlihat Zera melambaikan tangannya, sembari terus menekan klakson lamborghi abu-abu di sampingnya.
"Kau selalu meluluhkan ku." Kate memilih mengganti bajunya dengan kaus dan jaket kulit serta ripped jeans-nya pemberian Zera.
**
"Siapkan Ferari ku." Perintah itu ditanggapi tundukan hormat pelayannya yang langsung menyiapkan segala yang diinginkan tuannya.
"Mari berpesta."**
Katelyn mengemudikan mobil sport itu dengan kecepatan rendah ketika mereka sampai di tujuannya, tengah malam terasa meriah dengan musik kencang yang beradu dari mobil satu dan lainnya. Serta jangan lupakan mobil mobil mewah yang berjajar rapi di sini.
"Aku tidak memiliki uang, Zera." Ucap Katelyn.
"Hey sayang, ada aku apa yang membuat mu cemas?" Zera memamerkan setumpuk uang pond yang sangat tebal.
"Kau serius bertaruh sebanyak itu malam ini?" Katelyn tidak mengerti bagaimana jalan fikiran sahabatnya ini, ya Zera adalah anak dari konglomerat kaya di kota London.
"Ayolah, kau pembalap ulung sayang."
Katelyn menatap lurus dengan tatapan kosong."Ayo cantik, aku sudah mendaftarkan mu." Entah selama apa dia melamun, tapi Zera sudah mendaftarkannya , bahkan sekarang sahabatnya itu berdiri di samping pintu mobil yang sudah dibukakannya.
Zera dan Katelyn memilih duduk di atas kap mobilnya, sembari menunggu mereka berbincang ringan sembari menikmati dentum musik yang bersautan.
"Hy sweety." Zera mengecup singkat pipi pria yang mendekatinya, Aidan namanya dia adalah tunangan dari Zera.
"Kau turun, Kate?" Tanya Aidan.
"Ya, karena tuangan mu itu." Kately menggerutu.
"Aku sudah membelikan mu jaket yang kau inginkan sayang, ayolah hibur sahabat mu ini." Zera mengedipkan matanya beberapa kali.
"Fine." Degus Kate."Lihat, siapa yang datang." Seru seseorang ketika ferari merah memasuki arena balap mereka, ya begini jadinya jika ada peserta baru, akan menjadi pusat perhatian.
Ketika mobil itu berhenti, orang-orang langsung berkerumun di dekat mobil itu.
Turunlah sesosok laki-laki dengan celana denim serta kaus putih yang di tutup jaket kulit berwarna coklat selaras dengan rambut coklatnya.
"Prince Arthur." Orang-orang tadi langsung menunduk tanda hormatnya, sementara Zera, Katelyn dan Aidan yang melihat situasi itu dari jauh tak dapat terhindar dari rasa terkejutnya.
"Cubit aku, Kate." Zera menepuk-nepuk bahu Katelyn.
"Hentikan Zera, kau tidak bermimpi buktinya bahu ku sakit." Katelyn lagi-lagi menggerutu kesal.
"Dia baru pertama?" Tanya Kate.
"Yap, tenang dia tidak akan menggeser mu." Jawab Aidan.
"Baiklah sudah malam, besok aku kerja pagi." Katelyn yang hendak beranjak dari sana tangannya ditahan oleh Zera.
"Tidak secepat itu, menangkan satu kali saja dan semua uang itu untuk mu." Ucap Zera dengan nada memelas yang membuat Katelyn mendegus kesal, dan mau tak mau Katelyn harus tinggal di sana dan memenangkan balapan itu malam ini.**
Jajaran mobil mewah nan mahal itu beradu memainkan mesin mereka masing-masing, Arthur memang baru pertama mengikuti balapan ini. Tapi dia yakin dia bisa mengalahkan pembalap lainnya, tidak ada yang menarik perhatiannya di sini. Kecuali satu, lamborghini centenario di sampingnya. Saat pembalap lainnya membuka kaca jendela mereka hanya pengendara lambo ini yang sama sekali tidak membukanya."Kau yang terbaik, pangeran." Ujar Mike pengawal kepercayaannya, Mike turut duduk di dalam menemani Arthur.
Tidak lama, bendera hijau dilempar ke udara disusul dengan mereka menginjak pedal gas mereka masing-masing.
Sorak sorai penonton memenuhi area gedung parkiran ini, mereka memang tidak turun ke jalan umum, tapi mereka memanfaatkan gedung parkiran bertingkat tujuh ini sebagai arena balap mereka. Mereka harus adu cepat, saling mendahului bahkan menikung menggunakan teknik drifting tidak sungkan dilakukan.
Dan Arthur, hebatnya dia dapat melewati pembalap lain kecuali lambo abu-abu yang membuatnya kagum melihatnya. Lamborghini itu banyak melakukan teknik drifting tanpa kesalahan sedikitpun.
Beda dengan Arthur meski dia tergolong unggul, untuk menaiki lantai berikutnya dengan teknik drifting dia sering membuat badan ferari merahnya beradu dengan dinding pembatas.
"Bagaimana dia melalukannya?" Tanya Arthur. "Siapa dia?" Tambahnya.
Hingga tibalah mereka di lantai terakhir mereka, Arthur masih berusaha mensejajarkan mobilnya dengan lambo itu. Tidak, lambo itu melambat hal ini membuat Arthur juga memperlambat laju mobilnya. Tapi tidak lama, mobil itu melesat jauh memasuki garis finish meninggalkan Arthur.
**
Terimakasih banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage My Prince
Fantasy#6 Duke in 13.05.18 #15 Historical Fiction 19.08.18 #33 Historical Fiction 21.07.18 Menikah dengan seorang pangeran, adalah mimpinya dulu. Ya DULU bukan sekarang. Tapi bagaimana jika mimpinya itu terwujud? Menikah dengan pangeran dan menjadi seorang...