Pagi itu sangat indah, apalagi ini minggu akhir musim dingin dan salju yang tersisa perlahan mulai menghilang.
"Katelyn apa semuanya aman?" Tanya Zera.
Ya, Katelyn di sini untuk membantu sahabatnya bersiap menuju hari istimewanya, dimana Zera dan Aidan akan berjanji di hadapan Tuhan dalam ikatan sakral pernikahan.
"Aman." Jawab Katelyn yang tengah memeriksa beberapa tumpuk undangan yang ada di hadapannya.
"Ambil dulu saja milik mu, dan milik Arthur." Zera memberikan undangan yang sudah disiapkannya untuk Katelyn.Katelyn menaikan alis kirinya sebelum memutar kursinya untuk menatap Zera yang sibuk dengan gagang telepon yang diapit oleh bahunya.
"Apa?" Tanya Zera saat menyadari Katelyn memberikan tatapan bingung padanya.
"Kau mengundang Arthur?" Tanya Katelyn dengan nada penuh keraguan.
"Tentu, aku tidak akan melewatkan momen satu kali seumur hidup ini dengan tidak mengundangnya. Lagipula, kapan lagi pangeran dapat hadir di acara pernikahan orang biasa?" Goda Zera.Baru Katelyn akan mengeluarkan argumennya, tapi buru-buru Zera mengacungkan jari telunjuknya di udara tanda agar Katelyn menutup mulutnya.
"Antarkan saja undangan itu sayang, sekarang." Lanjut Zera sembari mengibaskan tangannya.
Katelyn mendegus, apa orang yang akan menikah pasti akan terserang sindrom menyebalkan seperti Zera?
"Ya, baiklah." Katelyn bangkit dengan lesu.
"Kau sudah banyak membantu Kate, hanya saja bantu aku sedikit lagi untuk mengantarkan undangan milik pangeran." Ucap Zera sesaat sebelum Katelyn benar-benar pergi dari rumahnya.**
Katelyn berdiri menatap kastil megah yang berdiri kokoh di depannya sebelum tangannya merogoh kantung jaketnya, dia memakai kembali cincin dari Arthur yang tadi dia lepas saat membantu Zera. Jika Zera tau cincin emas melingkar di jari manisnya, bisa habis Katelyn menjadi bahan ejekan sahabatnya itu.
"Syukurlah tidak hilang." Hembusan nafas lega keluar saat cincin itu kembali dipasangnya.
Lalu Katelyn melangkah ringan ke dalam bangunan itu, dia memiliki akses masuk karena notabennya. Baiklah tidak perlu dijelaskan bukan?
"Your Majesty." Sapa Katelyn saat dia berpapasan dengan Philip, tidak lupa Katelyn memundurkan satu kakinya dan menekuk lututnya serta menundukan kepalanya sebagai tanda penghormatan.
"Miss Madison, apa kabar?" Sambut Philip dengan hangat.
"Saya baik-baik saja, Your Majesty." Jawab Katelyn dengan canggung, ini kenapa dia ingin Amanda mengajarkan tata cara menyapa bangsawan lain daripada mengajarkan jalan menggunakan sepatu hak tinggi.
"Syukurlah kalau begitu, aku harus pergi sekarang Miss Madison." Philip beranjak pergi, dan Katelyn kembali menunduk hormat.
"Oh ya, Arthur ada di kamarnya. Dia baru kembali dari kunjungannya ke Kota Bath." Tambah Philip.Katelyn mengagguk paham, ternyata menjadi seorang bangsawan tidak semudah dan seenak kelihatannya. Mereka juga memiliki banyak kegiatan yang harus dilakukan, apalagi dengan segala peraturan ketat yang mengikatnya.
"Permisi nona, bisa antarkan saya ke kamar Arthur?" Pinta Katelyn pada pelayan kerajaan yang ada di dekatnya.
"Tentu Miss Madison, lewat sini." Pelayan muda itu dengan cekatan mengantar Katelyn.Sampailah dia di depan pintu kayu yang tampak sangat kokoh dihiasi ukiran bernilai estetik tinggi.
"Terimakasih nona, kau boleh kembali." Ucap Katelyn yang ditanggapi tundukan hormat oleh pelayan itu.
Sejenak Katelyn menarik nafasnya sebelum mengetuk pintu besar itu, sekali dua kali tapi tidak ada jawaban dari dalam.
"Bukannya ayahnya saja bilang dia ada di dalam kamarnya? Kenapa tidak ada jawaban?" Tanya Katelyn.
katelyn menengok ke kanan dan ke kiri ntuk memastikan kondisi di sekiratnya sepi, lalu dia memberanikan diri untuk memutar gagang pintu itu.
"Tidak terkunci?" Tanya Katelyn sebelum dia mendorong pintu itu.
Katelyn mendorong pintu itu dengan hati-hati, bisa saja Arthur tengah beristirahat sekarang.
"Ya Tuhan." Seru Katelyn, tapi dia buru-buru menutup mulutnya.
Betapa terkejutnya dia saat melihat Arthur dan Mona, yang sialannya Katelyn melihat mereka nyaris berciuman.
Katelyn tidak bisa mencegah mulutnya untuk tetap tertutup, bahkan rasanya dia sedang dijatuhkan dari atas Burj Khalifa. Lemas, marah, terkejut, bingung bercampur menjadi satu, diaduk sedemikian rupa hingga siap diledakkan olehnya.
**
"Katelyn." Arthur sama terkejutnya saat melihat gadis itu diam mematung dengan mulut terbuka.
Lalu Arthur melirik wanita yang berada di pelukannya, Mona. Cepat-cepat dia melepas tangannya dari pinggang Mona. Bagaimana dia bisa tertipu dengan rayuan gadis itu?
"Arthur." Rengek Mona sembari menahan lengannya agar tidak kemana-mana.
Arthur tidak membalasnya, tapi dia mengibaskan tangannya agar genggaman Mona terlepas darinya.
Sepintas Arthur menatap Katelyn, gadis itu cantik dengan dress moca dan long coat yang melapisi dress itu. Dan tunggu, Amanda pasti mengajari Katelyn bagainama menggunakan sepatu hak tinggi dengan baik.
"Semua tidak seperti yang kau lihat." Arthur meraih Katelyn dalam pelukannya, gadis itu hanya diam. Tidak menolak dan tidak membalas pelukan dari Arthur.
"Tolong jangan marah." Bisik Arthur sembari mengecup puncak kepala gadis itu.Arthur merasakan pergerakan Katelyn untuk lepas dari dekapannya, Arthur juga tidak menahan gadis itu. Tapi pertanda tidak baik muncul saat Katelyn menatapnya dengan tatapan dingin yang menusuk.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, aku kemari hanya membawa ini." Katelyn meraih undangan yang disimpannya di balik jaketnya.
"Zera mengundang mu, datanglah. Jika perlu bawa juga pasangan mu." Katelyn mengintip Mona dari bahu Arthur, di sana Mona berdiri menatapnya dengan senyum penuh penghinaan padanya.Arthur menyeritkan dahinya, dia yakin setelah ini semuanya tidak akan baik-baik saja.
"Apa maksud mu? Kau akan datang sebagai pasangan ku." Ucap Arthur.
Katelyn tersenyum miring dan menatap Arthur.
"Begitu? Sayangnya aku tidak memiliki pasangan yang dengan suka rela mau mencium orang lain." Sindir Katelyn.
Tangannya bergerak melepas cincin putih yang melingkar di jari manisnya, dan melempar cincin itu di depan Arthur.
"Datang jika kau tidak sibuk dengan wanita mu." Tambah Katelyn sebelum pergi dari sana.
Katelyn beranjak dari sana dengan tenang, namun saat dirasa sudah jauh dari kamar Arthur, Katelyn berlari kencang agar segera keluar dari kastil itu.
"Hi Kate." Sapa Athala yang tidak dihiraukan oleh Katelyn, gadis itu tetap berlari tanpa peduli sapaan dari siapapun.
"Kenapa dia?" Tanya Athala, dia bukan gadis bodoh. Dia tahu pasti semua ini karena kakaknya.
**
"Kate, buka pintu mu." Sudah hampir dua jam Arthur berdiri di depan kamar Katelyn, gadis itu sudah mengganti kunci kamarnya hingga membuat Arthur tidak dapat masuk.
"Aku bisa menjelaskan semuanya." Pinta Arthur.Tangannya masih menggenggam cincin milik Katelyn yang dikembalikan padanya.
"Ku mohon, dengarkan aku." Ucap Arthur.
Dan beruntung untuknya, pintu putih itu terbuka sedikit memunculkan Katelyn yang hanya menampakan separuh wajahnya.
"Aku tidak perlu penjelasan apapun, aku melihat semuanya." Ucap Katelyn.
"Kau tidak tahu, sayang. Ku mohon." Arthur mencoba membuka pintu itu lebih lebar, tapi nihil.
"Kau akan menciumnya, Arthur." Katelyn masih bertahan dengan nada dinginnya.
"Dan itu menjelaskan semuanya." Tambahnya.Arthur baru ingin membuka suaranya, tapi Katelyn terlebih dahulu memotongnya.
"Mulai sekarang, kita tidak saling mengenal. Aku tidak mengenal mu, begitu pula kau tidak mengenal ku." Ucap Katelyn dengan suara rendahnya.
"Aku hanya ingin hidup ku kenbali normal." Tambah Katelyn.
"So stay away from me."***
Terimakasih😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage My Prince
Fantasy#6 Duke in 13.05.18 #15 Historical Fiction 19.08.18 #33 Historical Fiction 21.07.18 Menikah dengan seorang pangeran, adalah mimpinya dulu. Ya DULU bukan sekarang. Tapi bagaimana jika mimpinya itu terwujud? Menikah dengan pangeran dan menjadi seorang...