6. Pertanyaan

10K 810 11
                                    

"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 7)


Rania menatap Nafisya. Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi saat mendengar informasi dari Anel. Nasib Nafisya begitu malang. Ia sudah menjadi seorang yatim sejak bayi. Hidupnya sampai saat ini tanpa ada kasih sayang seorang ayah. Sungguh perih jika Rania merasakan apa yang dialami Asfa.

Rania menoleh pada Anel. "Apa yang harus kita lakukan, kak? Apa yang harus aku katakan pada mbak Asfa?"

Guntur menekan tombol lantai 9 di lift. Sedangkan Anel, ia masih berpikir. "Kayaknya kita jangan bilang dulu sama mbak Asfa."

Rania menatap Anel cemas. "Terus, kita harus gimana?"

"Gua enggak tau ini real apa engga. Tapi, serius gua pengin mastiin perkataan kalian. Ya walaupun kita tau mas Nazmal udah meninggal, tapi kita enggak bakal tau kalau nyatanya kayak gimana. Jadi, besok kita ke Al-Baik. Setau gua itu semacam tempat fast food di sana," ucap Guntur menatap Rania.

Rania melirik pada Nafisya yang sedang berada di stroller. "Ya udah, besok pagi kita kumpul di lobby."

"Bawa Nafisya!" ucap Anelia tiba-tiba.

Rania mengerutkan dahinya. "Lah Kenapa, kak? Emang enggak repot?"

Anelia menggelengkan kepalanya. "Enggak sama sekali. Entah kenapa firasat aku nyuruh bawa Nafisya."

"Jangan, Nel!! Lu kira iklim di sini sama kaya di Jakarta? Ya tadi emang normal-normal aja, tapi kita kan enggak tau besok cuacanya kayak gimana. Kalau dingin? Kasian kan Nafisya yang masih kecil. Kalau dia sakit kita juga yang berabe." Pintu lift terbuka saat Guntur bicara.

Mereka pun keluar dari lift sambil memikirkan apa yang seharusnya dilakukan. Takdir mengharuskan mereka mengerjakan teka-teki ini. Sebuah ketidakpastian yang mereka alami telah membuat hidup mereka sedikit berubah. Itulah kehendak Allah.

"Ya udah kalau gitu. Kita enggak usah bawa Nafisya, dan kita kumpul besok di Lobby jam sembilan pagi," ucap Anel membuat Rania mengangguk.

Akhirnya mereka pun kembali ke apartemen masing-masing. Entah kenapa, saat Rania berjalan menuju apartemennya, semua terasa berat. Ia merasa mempunyai beban yang tak bisa ia sembunyikan pada Asfa. Dengan berat hati, Rania menekan tombol bell.

Ia menghirup napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Seketika pintu terbuka, memperlihatkan ibu dari Nafisya, Asfa. Wanita itu tersenyum, begitu tulus.

"Udah pulang?" seru Asfa menyambut Rania.

Rania tersenyum tipis, lalu masuk. "Ini mbak, aku beli coklat, kurma, sama Mamoul. Terus tadi mbak Anel bilang kalau .... Ibunya mas Irfan mau bertamu malam ini."

Raut wajah Asfa berubah saat Rania memberi berita itu. "Memangnya ... ada apa?

Rania menggelengkan kepalanya menandakan ia tak tahu. "Mungkin bu Ratna mau membicarakan tentang pernikahan mbak Asfa."

Asfa mengangguk pelan, lalu membawa Nafisya. Dalam keheningan malam, Asfa selalu berdoa. Ia ingin sebuah keikhlasan ada dalam hatinya. Saat ia harus menjadi sosok kedua, dan ia masih tak percaya akan takdir ini. Ia beristighfar sebanyak-banyaknya, berharap semoga Allah memaafkan dosanya yang begitu banyak.

Izinkan Aku Memilikimu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang