9. Takdir yang Tertulis

9.1K 766 3
                                    

"Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 96)

Hujan deras meneriaki bumi dalam kegelapan. Belum lagi petir yang memperlihatkan wujudnya di malam itu. Semuanya terasa mencekam, saat Tora menapaki kakinya di gubuk tua.

Ia memegang senapan yang terus berada di sakunya. Menatap tiga orang bawahannya yang selalu patuh kepadanya. Ia memegang kertas dan melihat itu dengan geram.

"Saya tidak mau tau, orang ini harus ada dalam keadaan hidup," ucapnya langsung melempar kertas itu.

Mereka berdua tercekat, lalu mengangguk dengan cepat. "Siap boss, kami akan mempersiapkan semuanya."

"Jangan ada jejak apapun, semua harus bersih. Kalau ada jejak sedikitpun dan orang itu tidak ditangkap, saya akan bunuh kalian semua!!!" teriaknya lantang membuat jantung mereka berdegup lebih cepat dari biasanya.

Suryo menatap kedua temannnya selepas Tora pergi dengan kemarahannya.

"Lu tau laki-laki ini siapa?" tanya Suryo memegang selembar kertas sambil menatap Junet dan Darsa.

"Gua enggak tau, bang. Mungkin besok pagi kita mulai pencarian alamatnya." Junet meraih sepuntung rokok yang berada di kantongnya, lalu ia pun membakarnya.

Suryo mendecak. "Goblok banget sih, lu gak ada tau-taunya. Lu kira kita bakal gampang nyari orang kayak gini? Orang jakarta itu banyak!! Lu emang mau mati di tangan si bos?"

"Santai dong, gausah ngegas! Kayak lu tau aja nih orang siapa," seru Junet sambil menghisap rokoknya.

"Ya gua juga gak tau, Jun. Emang gua mau mati apa di tangan si bos? Ya kagak lah."

Darsa mendecak melihat kelakuan mereka berdua. Ia berjalan menghampiri mereka, lalu membuka topi hitamnya. "Gua tau dia siapa, tetangga sebelah rumah gua." Darsa menyunggingkan bibirnya.

"Serius?" tanya Suryo tak percaya.

"Besok pagi kita datang ke rumahnya."

================================

Musik gambus Al-Kawakib terdengar diseluruh ruangan Al-Baik. Lagu ini sangat cocok dengan hari ini yang panasnya cukup menusuk kulit. Di tambah lagi pelanggan yang semakin ramai memenuhi restaurant cepat saji ini. Ridwan membuka pintu masuk khusus karyawan. Seperti biasa, ia masuk dengan shift siang.

Ia menggesekkan kartu absennya, lalu berjalan menuju loker.

"Assalamu'alaikum, Ridwan," salam Ameer, temannya.

"Wa'alaikumussalaam, Meer."

"Kemarin kau kemana? Perempuan itu mencarimu lagi," ucap Ameer dengan kebiasaannya memakai bahasa Urdu.

"Siapa?" Untung saja Ridwan sudah fasih berbahasa Urdu, jika tidak maka ia akan bingung sendiri.

"Perempuan kerudung merah, Jihan," jelas Ameer membuat Ridwan mengerti.

Izinkan Aku Memilikimu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang