23. Rezeki Cinta

9.2K 965 83
                                    

"Ya Allah, berilah aku rezeki cinta-Mu dan cinta orang yang bermanfaat buat ku cintanya di sisi-Mu. Ya Allah segala yang Engkau rezekikan untukku diantara yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatanku untuk mendapatkan yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan diantara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untuku dalam segala hal yang Engkau cintai."
(H R. Al-Tirmidi)

"Dia bukan Nazmal, Fa," ucap Ridwan pada Asfa yang sedang duduk di depan kamar mayat.

Setelah Irfan pulang dari rumah Zain dan memberitahu kabar pada mereka, Ridwan lantas keluar kamar inap dan mencari Asfa. Hanya butuh beberapa menit, Ridwan menemukannya. Asfa terduduk sambil melamun menatap pintu yang bertuliskan 'kamar mayat'. Entah seberani apa Asfa bisa menatap pintu yang bersangkutpautan dengan kematian.  Tatapan matanya begitu kosong, seperti tatapan orang yang putus asa. Melihat Asfa yang seperti ini malah membuat Ridwan tak karuan.

Asfa menghembuskan nafasnya pelan, kemudian ia pun mendongakkan kepalanya pada Ridwan yang berbicara padanya.

"Irfan udah pulang,  dan Zain bilang saat itu kalau ia benar-benar bukan Nazmal." Ridwan mendekati Asfa  dan ikut duduk di sebelahnya.

"Kenapa mas Irfan sangat yakin kalau dia bukan mas Nazmal?" seru Asfa seketika.

Ridwan menatap Asfa dengan kesakitan hatinya, baru sekali ini ia merasakan cinta bertepuk sebelah tangan.  Berkali-kali ia harus mengucapkan istighfar dan ia harus melapangkan hatinya agar terus bersabar. Beginilah rasanya mencintai tanpa dicintai, ia sudah banyak melakukan pengorbanan dan tak pernah sekalipun Asfa melihatnya.

Ridwan menghela nafasnya, ia menyugar rambutnya beberapa kali. "Terserah apa yang akan kamu lakukan, Fa. Walau kamu bersikeras dia itu Nazmal dan kalau dia itu bukan Nazmal bagaimana? Saya tahu kamu mencintainya, tapi kalau dia bukan Nazmal bagaimana? Terserah apa maumu, Fa. Jika kamu ingin terus seperti ini tanpa melihat saya dan rela Nafisya tumbuh tanpa seorang ayah. Semua saya serahkan sama kamu, silahkan cari bukti jika dia itu Nazmal. Saya begini karena Nafisya dan demi kehormatanmu sebagai wanita. Kalau dia memang Nazmal In Syaa Allah saya ikhlas, namun kalau bukan ... saya siap menerima dan membawamu ke Mesir."

Asfa menatap Ridwan dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. Ia terus memilin tangannya dan memikirkan semual hal yang Ridwan katakan. Jujur, Asfa sangat bingung.

Ridwan bangun dari duduknya, lalu seketika ia memegang tiang infusan yang sejak tadi menemani Asfa. "Ayo pulang! Enggak baik perempuan hamil berdiri di depan kamar mayat."

Asfa mengangguk, ia ikut berdiri dan berjalan berdampingan dengan Ridwan. Sudah beberapa kali ia bingung dengan Ridwan, padahal baru saja beberapa menit lalu ia menolaknya. Lelaki itu sangat berkeinginan untuk menikahinya, semuanya seakan hanya angin lalu saat Asfa mencoba menyakitinya. Ridwan lebih pantas mendapatkan perempuan yang lebih baik, tidak seperti dirinya  yang kotor dan seorang janda.

Asfa melirikkan matanya pada Ridwan, ia menatap lurus lorong rumah sakit sambil mendorong tiang infusan. Asfa meyakini wanita mana yang akan menolak sosok seperti Ridwan? Seakan-akan Asfa memang menyia-nyiakannya, tapi kalau Asfa masih mencintai Nazmal maka ia harus bagaimana? Nazmal memang tak setampan Ridwan, dan Nazmal hanya laki-laki biasa. Asfa hanya sudah terlalu jatuh dan nyaman pada Nazmal, tak lebih dari itu.

Asfa sangat berhutang budi pada Nazmal, kekuatannya mampu meluluhkan hati Asfa yang sudah terlalu kotor, wajar jika Asfa tak bisa melupakan Nazmal. Bahkan jika Nazmal benar-benar meninggal pun ia tak tahu akan menerima Ridwan atau tidak. Nazmal sudah pernah bilang ia akan bertemu Asfa di surga, cukup tega saat Asfa lebih memilih menikah lagi dan membiarkan Nazmal sendiri di surga nanti.

Asfa kurang yakin apakah Ridwan mampu menggantikan Nazmal di hidupnya.

Akhirnya, mereka sampai di kamar inap. Asfa tersenyum pada Nafisya yang menyambut kedatangan dirinya dengan tertawa. Asfa sontak meraih Nafisya yang ada pada gendongan Rania dan langsung memeluknya. Ia mencium Nafisya dengan kasih sayang, merasa sangat kasihan dengan anaknya yang tumbuh tanpa seorang ayah.

Sambil menggendong Nafisya, Asfa pun duduk pada kasur. Tatapannya langsung beralih pada Irfan yang menatapnya dengan rasa empati. Semua yang ada di ruangan ini seketika sunyi dan hanya ada suara Nafisya yang mengoceh.

"Mas, bagaimana dengan---"

"Dia bukan Nazmal, Fa," potong Irfan yang sudah tahu apa yang akan Asfa tanyakan.

Asfa diam, lalu ia menurunkan Nafisya pada kasurnya. "Mas Irfan yakin dia bukan Nazmal?"

Irfan menggeleng. "Ya dia emang bilang dan ngeyakinin mas kalau dia bukan Nazmal. Tapi, entah kenapa mas enggak yakin, ya walaupun menurut dia kurang realistis ketika mas nyamain dia dengan orang yang sudah mati. Dia bilang wajah bisa saja mirip, dan dunia memang sangat luas sehingga Allah bisa sana menciptakan dua orang yang wajahnya mirip tanpa ikatan darah."

"Jadi, kita harus gimana, mas?" tanya Asfa yang mulai frustasi.

"Gini, Fa. Mas tahu kamu pasti ingat persoalan makam Nazmal yang kosong."

"Hah?"

Irfan menceritakan semuanya. Ia menceritakan soal kuburan Nazmal yang teracak-acak dan bisa saja itu adalah alasan kuburan Nazmal bisa kosong tanpa kain kafan dan tulang belulang. Sudah pasti Asfa akan terkejut dengan ini, bahkan Ridwan yang mendengar pun ikut terkejut saat mendengar penyataan ini.

Asfa menatap Irfan dengan terkejut, nafasnya menjadi tidak teratur. Ia berulang kali mengucapkan istighfar, dan ia tak percaya kematian suaminya bisa serumit ini.

"Astaghfirullah, apa salah mas Nazmal, mas? Kenapa ia harus dzalimi seperti ini? Astaghfirullahaladziim," ucap Asfa dengan parau.

Irfan menunduk, ia menggelengkan kepalanya pelan ikut merasa bersalah dengan kematian Nazmal.

Asfa terus mengusapkan dadanya. Ia menatap lurus ke depan dengan pikiran yang ke mana-mana. Saat melihat ekspresi seperti ini ... Rania mulai menyesal. Ia menyesal telah menyimpan rahasia ini pada Asfa, terlebih kesedihan Asfa terlihat menyakitkan saat ini.

Hingga, Asfa yang sejak tadi melamun tiba-tiba menatap Irfan kembali. "Mas, aku tahu ciri mas Nazmal."

Irfan seketika mendongak dan mengerutkan keningnya. "Hah? Apa?"

Asfa menatap Irfan yakin. "Mas Nazmal punya tanda lahir warna coklat dekat mata kakinya."

Bersambung....

Maaf ya kalau pendek, ini di bawah 1000 kata. Jujur aja aku lagi kurang mood bawaannya. Doain ya semoga semangat lagi. Aamiin..

❤❤❤❤❤❤

Bogor,  13 Syawal 1439 H

Izinkan Aku Memilikimu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang